Peranan Sastra dalam Mendidik Adab dan Akhlak Manusia
Peranan Sastra dalam Mendidik Adab dan Akhlak Manusia
Oleh: Rumini Zulfikar (Gus Zul)*
Perahu
“Wujud Allah nama perahunya Ilmu Allah akan dayungnya Yakin akan Allah kemudinya
Tharat dan istinja nama lantainya Kufur dan ma’siat air ruangnya Tawakal akan Allah juru batunya Tauhid itu akan sauhnya
Salat nabi tali bubutanya Istighfar Allah akan layarnya Allah Akbar nama anginnya Subhan Allah akan lajunya
Wallahu ‘alam nama rantaunya Iradat Allah nama bandarnya Kuadrat Allah nama labuhnya Surga jannatan na’im nama negerinya.”
~Hamzah Fansuri~
Dari penggalan bait di atas, karya sastra Hamzah Fansuri yang berjudul “Perahu” mengajarkan pelajaran yang dalam dan bermakna tentang pentingnya memperkuat nilai tauhid melalui ilmu. Dengan ilmu, perilaku yang baik dan sesuai norma akan terwujud, sehingga manusia dapat menjalani kehidupan dengan hati yang bersih dan mendapatkan ridha serta ikhlas dari Allah.
Sastra merupakan salah satu cara untuk menyampaikan pesan, perintah, atau instruksi. Allah yang Maha Indah menyukai keindahan akhlak manusia. Ada banyak bentuk seni, seperti seni lukis, tari, tarik suara, sastra, puisi, sajak, cerpen, prosa, musik, dan lainnya.
Syair, misalnya, merupakan sarana bagi penyair untuk menyampaikan pesan atau ajakan kepada pembacanya. Banyak tokoh penyair terkenal, baik dari Timur Tengah maupun Indonesia. Contohnya, Jalaluddin Rumi, Sunan Kalijaga dengan “Lir-Ilir”, Hamzah Fansuri, R.Ng. Ranggawarsita (dengan “Serat Centhini” dan “Kalatida”), Buya Hamka, WS Rendra, Gus Mus, Cak Nun, Taufik Ismail, dan lainnya.
Baca juga, Pesan Moral lewat Sastra dari Sang Raja untuk Putrinya
Hamzah Fansuri, sebagai penyair periode awal, lahir di akhir abad ke-16 di Barus atau Pan Pochoir, Sumatera Utara, pada tahun 1726. Menurut berbagai literatur, seni sastra berasal dari bahasa Sanskerta “shaastra” yang berarti teks yang mengandung instruksi atau pedoman. Said Hawa menyatakan bahwa sastra adalah seni yang berlandaskan akhlak, sedangkan Al Mozayyen menyebutkan sastra Islam muncul sebagai media dakwah.
Gunawan Mohammad mendefinisikan sastra Islam sebagai sastra yang mengangkat tokoh-tokoh Islam dan mengkritik realitas yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam. Sastra ini bertujuan untuk mengoreksi pemahaman Islam yang dianggap tidak sesuai dengan semangat Islam awal.
Tujuh Nilai Karakteristik Sastra
- Konsistensi: Sastra mengajak untuk konsisten dalam ucapan dan tindakan.
- Pesan: Sastra memberikan pesan-pesan atau kabar kepada umat manusia.
- Realitas: Sastra menggambarkan kehidupan riil yang dialami di tengah masyarakat, baik dalam aspek ekonomi, budaya, politik, sosial, agama, dan lainnya.
- Tegas dan Jelas: Sastra mengajarkan ketegasan dalam bersikap terhadap tindakan atau perilaku yang tidak benar.
- Universal: Sastra mencakup semua sendi kehidupan manusia.
- Optimis: Sastra mendidik jiwa-jiwa untuk tetap optimis.
- Menyempurnakan Akhlak: Sastra berperan dalam mempengaruhi cara berpikir untuk menjadi lebih baik.
Dengan memahami sastra secara mendalam, kita menyadari bahwa sastra adalah perwujudan dari ajaran agama. Agama yang digambarkan dalam bentuk perahu merupakan sarana untuk menuju kebahagiaan hakiki, yaitu surga Tuhan.
*Penasehat PRM Troketon, Anggota Bidang Syiar MPM PDM Klaten, Anggota Majelis MPI & HAM PCM Pedan.
Editor : M Taufiq Ulinuha