Pendidikan Kewarganegaraan Bentuk Generasi Milenial menjadi Smart and Good Citizen di Era Disrupsi
Oleh : Hendri Restu Eko Saputra*
PWMJATENG.COM – Generasi muda adalah tulang punggung Bangsa dan Negara adalah istilah yang sering kita gunakan dengar setiap hari. Perubahan yang terjadi di lingkungan sosial saat ini membutuhkan panutan dan contoh-contoh yang dapat membawa masyarakat kita ke arah yang lebih baik. Apalagi di zaman itu Dengan reformasi ini, generasi muda dituntut lebih banyak berpartisipasi dalam membangun masyarakat Indonesia. Seperti yang kita ketahui, generasi muda adalah tumpuan masa depan mendahului Indonesia.
Budimansyah (2010:2), menyatakan bahwa, pertumbuhan generasi muda menjadi warga negara yang baik adalah perhatian utama, tidak ada lagi tugas penting untuk pengembangan warga negara yang bertanggung jawab, efektif dan berpendidikan. Pendapat sangat faktual dengan kondisi dan bangsa Indonesia saat ini. Generasi bangsa saat ini membutuhkan pertumbuhan dalam sikap dan kepribadian untuk menumbuhkan pribadi yang apa adanya demokratis, bertanggung jawab, dan toleran yang diimbangi dengan sikap dan moral yang luhur. Urusan jelas bahwa pendidikan dan pertumbuhan generasi muda sangat penting dalam mewujudkan cita-cita pendidikan dalam rangka mempersiapkan generasi emas di masa depan. Untuk mewujudkan hal tersebut maka dibuatlah kurikulum sebagai desain pendidikan. Kurikulum merupakan pedoman dan rancangan penyelenggaraan pendidikan yang digunakan sebagai pembinaan dan bimbingan dalam penyelenggaraan sistem pendidikan.
Smart and good citizen mengacu pada individu yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki sikap dan perilaku yang baik sebagai warga negara. Mereka memiliki pengetahuan yang luas tentang hak dan kewajiban mereka sebagai warga negara, serta memiliki pemahaman yang mendalam tentang nilai-nilai moral dan etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Generasi muda dijadikan sebagai tonggak sejarah keberlanjutan masa depan Indonesia (Budimansyah, 2010).
Namun, pengetahuan tentang warga negara yang cerdas dan baik di antara generasi muda sebenarnya tidak begitu dikenal. Warga negara yang cerdas dan baik berarti warga negara negara yang cerdas dan baik hati. Cerdas dan baik hati Warga negara adalah hasil akhir diharapkan ketika ketiga komponen utama pendidikan kewarganegaraan yang baik. Tiga komponen pendidikan kewarganegaraan adalah sipil pengetahuan (ilmu kewarganegaraan), keterampilan kewarganegaraan (keterampilan sipil) dan kewarganegaraan disposisi (sikap kewarganegaraan) (Arliman, 2020).
Beberapa generasi muda di Kota Bandung masih punya ilmu yang minim tentang pintar dan baik warga negara meskipun mereka telah belajar pendidikan kewarganegaraan di sekolah. Namun, tidak sedikit juga yang ada generasi muda yang cerdas dan cerdas warga negara yang baik dan hubungan mereka dengan Pendidikan Kewarganegaraan. Untuk anak muda yang tidak tahu warga negara yang cerdas dan baik ternyata mereka menyadari bahwa dia tidak mengimplementasikan nilai-nilai pendidikan kewarganegaraan secara optimal dan juga merasa bahwa dia tidak menjadi warga negara yang baik.
Baca juga, Buka Rakerpimwil, Ketua PWM Jateng: Program Tidak Harus Banyak Namun Harus Bermanfaat bagi Masyarakat
Kondisi pemenuhan kebutuhan informasi dan gaya interaksi yang kini dilakukan melalui kecanggihan teknologi merupakan ciri dari adanya era disrupsi. Pada era disrupsi perubahan yang terjadi dalam kehidupan sangatlah besar dan bersifat mendasar dengan sangat cepat tanpa bisa ditahan lajunya (Hapsari, 2019). Era disrupsi merujuk pada periode di mana terjadi perubahan yang signifikan dan cepat dalam kehidupan manusia sebagai akibat dari kemajuan teknologi dan inovasi.
Pada era ini, transformasi dan pergeseran terjadi dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya, mengubah berbagai aspek kehidupan sehari-hari secara mendasar. Era disrupsi memberikan manfaat berupa kemudahan-kemudahan dalam kehidupan seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Pencarian informasi dan interaksi antar manusia menjadi lebih efektif. Namun, dibalik kemanfaatannya cukup besar, era disrupsi pun memberikan dampak negatif pada manusia, dampak negatif inilah yang dapat menjadikan generasi muda tidak menjadi smart and good citizen dan dapat membuat lunturnya nilai-nilai kewarganegaraan mereka yang selama ini dipelajari.
Generasi muda saat ini dapat dikatakan sebagai smart and good citizen yang memahami dan melaksanakan hak serta kewajibannya sebagai warga negara sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Walaupun telah banyak generasi muda yang menjadi smart and good citizen, namun masih pula terdapat generasi muda yang belum menjadi smart and good citizen. Disinilah tugas utama generasi muda di era disrupsi untuk mampu berkomitmen dalam menjadi smart and good citizen sepanjang hayatnya dan mampu membantu bangsa meningkatkan kesadaran generasi muda lainnya untuk menjadi smart and good citizen dengan memanfaatkan pendidikan kewarganegaraan.
Generasi muda harus menjadi warga negara yang cerdas dan baik demi tercapainya kelangsungan hidup bangsa yang maju. Era disrupsi harus dijadikan sebagai era jaya yang diisi oleh warga negara yang berkarakter, cerdas, kreatif, inovatif dan produktif dalam membangun bangsa. Generasi muda di era disrupsi ini juga harus memiliki pemikiran yang sarat dengan pengetahuan kewarganegaraan agar kedepannya mampu menjadi pemimpin yang memahami warga negara dan bangsanya serta mampu menjadi warga negara yang memahami hak dan kewajibannya. Oleh karena itu, generasi muda yang menjadi warga negara yang cerdas dan baik akan menambah pengetahuannya tentang warga negara yang cerdas dan baik dengan banyak membaca literatur lain, agar dapat membandingkan dan mengkritisi bagaimana sebenarnya warga negara yang cerdas dan baik.f
Referensi
Budimansyah, D dan Suryadi, K. (2010). PKn dan Masyarakat Multikultural. Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia.
Arliman, L. (2020). Tantangan Pendidikan Kewarganegaraan Pada Revolusi 4.0. Ensiklopedia Sosial Review , 2(3), 333-339.
Hapsari, D. (2019). Tantangan Perpustakaan Perguruan Tinggi di Era Disrupsi. Pustakaloka, 11(1), 151–160.
*Mahasiswa Prodi Teknik Informatika Politeknik Harapan Bersama Tegal
Editor : M Taufiq Ulinuha