Kolom

Haji Lansia Terawat, Indonesia Bermartabat

Haji Lansia Terawat, Indonesia Bermartabat

Oleh : Prof. Dr. Imam Sutomo, M.Ag.*

PWMJATENG.COM – Sebuah kelaziman ucapan selamat ulang tahun organisasi dalam bentuk spanduk, umbul-umbul, pamflet, karangan bunga, atau pemasangan baliho di tempat strategis. Era digital printing, teknologi pemasaran, dan perkembangan media sosial memobilisasi pelibatan individu ikut nimbrung menyampaikan “tahniah” (ucapan selamat) dengan cara sederhana, murah, meriah sampai super mewah dalam bentuk poster, foto, flyer, meme, video, stiker, dan pemasangan billboard raksasa. Dua even besar berdekatan yang menyedot perhatian masyarakat Indonesia dari tingkat kampung sampai pusat semangat merayakannya, yaitu keberangkatan jemaah haji dan hari ini (Rabu, 29/5/2024) peringatan Hari Lanjut Usia Nasional (HLUN).

Kementerian Agama tahun 2023 dan 2024 mengusung semboyan “Haji Ramah Lansia” sesuai dengan upaya mengangkat harkat martabat kemanusiaan dari besaran jemaah lansia 44.795 orang, hampir 21% (https:// www.kemenag. go. id/pers-rilis/ini-ikhtiar- kemenag-wujudkan-haji-ramah-lansia-vzF3k). Kementerian Sosial punya hajat merayakan HLUN dengan tema “Lansia Terawat, Indonesia Bermartabat” (https://kemensos.go.id/peringatan-hari-lanjut-usia-nasional-hlun-2024) sebagai wujud kepedulian pemerintah untuk memerhatikan penduduk kelompok lanjut usia, sekaligus implementasi Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2021 tentang “Strategi Nasional Kelanjutusiaan”.

Sedikitnya, sinergi dua kementerian dalam upaya memberdayakan kelompok lansia merupakan rangkaian mewujudkan kesejahteraan masyarakat pada semua kelompok umur dan seluruh wilayah di Indonesia. Kementerian Kesehatan lebih awal memprioritaskan perhatian terhadap lansia dengan serangkaian beragam program yang secara spesifik selaras untuk kebutuhan pokok kesehatan para lansia.

Baca juga, Teologi Kepatuhan: Apapun Nasib Seseorang, Semuanya dalam Genggaman Allah

Penziarahan ke kota suci itu sebuah ritual paling tinggi posisinya dalam pandangan muslim, jauh melebihi ibadah lainnya. Hak warga untuk menunaikan ibadah haji tidak semudah rekreasi ke negara lainnya, karena jumlah kuota menjadi salah satu kriteria yang mengharuskan antre puluhan tahun. Orang Indonesia naik haji itu tidak murah ongkos, maka mayoritas di usia sepuh baru mampu menyiapkan keuangannya, dan itupun melewati masa tunggu lumayan panjang. Nyaris sulit dipercaya, berduyun-duyun jutaan penziarah ke Makkah, tidak dapat dibendung kecuali kekuatan makhluk ajaib pandemi Covid-19. Kemustahilan itu cara pandang manusia normal, sebaliknya doa Nabi Ibrahim ribuan tahun lalu di gurun pasir tandus mengharapkan para penziarah dari berbagai penjuru dusun akan mendatangi batu hitam bersusun (Ka’bah) benar-benar sebuah kemukjizatan (kalau bukan nabi mungkin tidak terkabulkan).

رَبَّنَآ اِنِّيْٓ اَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِيْ بِوَادٍ غَيْرِ ذِيْ زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِۙ رَبَّنَا لِيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ فَاجْعَلْ اَفْـِٕدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِيْٓ اِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِّنَ الثَّمَرٰتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُوْنَ.

Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak ada tanamannya (dan berada) di sisi rumah-Mu (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan kami, (demikian itu kami lakukan) agar mereka melaksanakan salat. Maka, jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan anugerahilah mereka rezeki dari buah-buahan. Mudah-mudahan mereka bersyukur. (Surah Ibrāhīm [14]:37)

Haji lanjut usia (lansia) bukan istilah mengada-ada, tetapi sebuah deskripsi kelompok pelancong Indonesia di usia sepuh (definisi Kemenkes > 60 tahun) yang hatinya menggebu merindukan untuk menyaksikan langsung baytullâh (Rumah Tuhan), bukan sekadar melihat miniatur di Donohudan Boyolali. Para lansia dengan segala keterbatasan kekuatan fisik rela bepergian jauh dalam durasi tujuh pekan pastilah sangat mengganggu kesehatannya. Pemerintah memberikan perhatian khusus kepada para wafdu Allâhi (tamu Allah), perlu kualitas pelayanan prima dan secara ekonomis dana masyarakat pergi haji umrah per tahun sangat signifikan.

Penolak doktrin agama yang berpikir fungsional materialistik, bersikap nyinyir mengkritisi terhadap gelombang besar penziarah lansia berbondong-bondong rekreasi ke gurun pasir dengan susah payah. Seharusnya (menurut olok-olok mereka) sebagian rezeki disisihkan untuk tetangga dekat yang membutuhkan bantuan dan pahalanya berlipat-lipat. Ziarah haji sebenarnya super boros, buang-buang waktu dan uang, lebih banyak menguntungkan pemerintah negara lain. Dai yang cenderung menakut-nakuti bahwa “jumlah jemaah haji hanya sedikit yang masuk surga setiap tahun” menjadi amunisi tambahan bagi kelompok anti-agama untuk memperkuat tuduhan “pemborosan” orang yang repot-repot rekreasi ke Makkah.

Bagi pengolok-olok agama, ritual haji itu sekadar mainan yang berintikan: jalan-jalan, lari-lari, putar-putar, dan era ponsel tambah foto-foto di semua tempat. Penghayat setia doktrin agama berangkat ke tanah suci dilandasi semangat dan keyakinan untuk menyempurnakan Rukun Islam kelima sebagai kewajiban, sekaligus pembuktian keanggotaan dalam komunitas muslim. Tidak ada kalkulasi untung rugi dalam jalan menuju ketaatan kepada Allah, sebaliknya warga muslim secara suka rela mengumpulkan biaya dengan jerih payah sendiri. Triliun rupiah dikeluarkan oleh muslim setiap tahun dalam even ibadah haji, tidak ada warga yang dirugikan, apalagi pemerintah.

Baca juga, ‘Abid, Zahid dan Sidiq dalam Satu Grup

Sumbangan konkret masyarakat Islam dari kegiatan haji (dan umrah) setiap tahun dapat dilihat dalam perputaran kegiatan ekonomi dan lapangan kerja produktif. Kebanggaan muslim melalui muktamar akbar sedunia tidak membebani negara, tidak menyengsarakan warga lainnya, dan tuntutan yang logis sederhana: layanan perjalanan yang nyaman dan aman bagi penziarah, termasuk layanan khusus untuk haji lansia.

Lanjut usia itu sebuah karunia Allah semata, tidak ada privilege (hak istimewa) atas dasar kemuliaan akhlak, kehebatan ilmu, keturunan darah biru, keturunan habib atau bentuk prestasi lainnya sebagai determinan usia panjang. Dalam keterbatasan kekuatan fisik para lansia bertekad menunaikan kewajiban “Rukun Islam” itu benar-benar perjuangan yang tidak ringan. Kalkulasi sederhana mendingan uangnya dimanfaatkan untuk rekreasi hidup bersama keluarga, tetapi atas dasar kepatuhan terhadap Tuhan, semua argumen yang menghalangi niatan ibadah haji dapat ditepisnya. Lansia dimaknai sebagai usia berkah jika dapat diisi dengan pemenuhan ritual ibadah, termasuk pergi haji ke tanah suci.

Kebijakan pemerintah memberangkatkan “haji lansia” bukan tanpa risiko, berbagai pertimbangan menjadi faktor penentu pengambilan keputusan tersebut, antara syar’i, kemanusiaan, dan keadilan. Para lansia adalah mujahid, siap hidup atau mati dalam tugas mulia pergi ke tanah suci. Mereka sadar dengan risiko tak terhindarkan (kematian), betapa pun keluarga berharap para jemaah lansia kembali berkumpul bersama anak cucu cicitnya di tanah air.

Semoga perjalanan para jemaah muda dan “haji lansia” berlangsung lancar, aman, nyaman dari tanah air ke tanah suci, dan kembali ke tanah air dengan selamat, serta meraih predikat haji mabrur. Selamat merayakan Hari Lanjut Usia Nasional (HLUN), Haji Lansia Terawat, Indonesia Bermartabat.

*Guru Besar Bidang Ilmu Pemikiran Pendidikan Islam UIN Salatiga, Ketua PDM Kota Salatiga 2010-2015 & 2015-2022

Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close
WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE