BeritaKhazanah Islam

Bolehkah Zakat Fitrah dengan Uang?

Bolehkah Zakat Fitri dengan Uang?

Oleh : Dr. H. Ali Trigiyatno, M.Ag.*

PWMJATENG.COM – Menjelang Idulfitri umat Islam diwajibkan membayar zakat fitri atau dalam bahasa populer masyarakat zakat fitrah. Kewajiban ini sudah dipahami dan dipatuhi serta sudah berjalan lama. Dalam praktik masyarakat muslim, ada yang membayar dengan beras sebanyak 2,5 kg atau 3 liter, sebagian lagi membayar dengan uang sejumlah atau senilai beras 2,5 kg tersebut.

Namun belakangan di lingkungan masjid Muhammadiyah ada sedikit ‘keributan’ antara warga Muhammadiyah dengan Salafi, terutama jika komunitas salafi sudah hadir di situ. Di mana dengan lantang kelompok salafi mengatakan bayar zakat fitri harus pakai beras dan tidak boleh pakai uang. Jika pakai uang maka zakatnya tidak sah.

Padahal kemenag, Muhammadiyah, MUI sudah lama memfatwakan bolehnya membayar zakat fitri baik dengan beras maupun uang. Demikian pula Baznas.[1] Sehingga masalah ini perlu dijelaskan dari dua sisi, yakni sisi yang membolehkan dan juga sisi yang melarang.

Pandangan Fuqaha

Ada tiga pandangan ulama tentang membayar zakat fitri dengan harganya atau uang.

Pendapat pertama, boleh mutlak yakni dimotori oleh ulama mazhab Hanafi, juga dari al-Hasan al-Bashri, Umar bin Abdul Aziz dan Sufyan Tsauri serta dipilih Imam al-Bukhari.

Pendapat kedua, tidak boleh membayar dengan uang, ini dipegang oleh mazhab Maliki, Syafi’i dan Hanbali serta Ibnu al-Mundzir.

Ketiga, boleh membayar dengan uang jika dipandang lebih maslahat dan diperlukan orang miskin, ini dipilih oleh Ibnu Taimiyah.[2]

Secara singkat, Imam an-Nawawi membeberkan perbedaan pendapat dalam hal ini sebagai berikut :

(مسألة) لا تجزئ القيمة في الفطرة عندنا وبه قال مالك واحمد وابن المنذر* وقال أبو حنيفة يجوز وحكاه ابن المنذر عن الحسن البصري وعمر بن عبد العزيز والثوري قال وقال اسحق وابو ثور لا تجزئ إلا عند الضرورة (المجموع شرح المهذب (6/ 144)

Masalah : Tidak sah membayar zakat fitrah dengan harganya menurut mazhab kami (Syafi’i), hal ini juga menjadi pendapat Malik, Ahmad dan Ibnu al-Mundzir. Sedang Abu Hanifah membolehkan membayar zakat fitrah dengan uang (harganya), Ibnu al-Mundzir juga meriwayatkan pendapat ini juga dianut oleh al-Hasan al-Bashri, Umar bin Abdul Aziz dan ats-Tsauri. Sementara itu Ishaq dan Abu Tsaur menyatakan, tidak sah membayar dengan harganya kecuali dalam keadaan darurat.[3]

Kemudahan dan Kemaslahatan sebagai Pertimbangan

Fatwa kebolehan membayar zakat fitri dengan uang atau beras jelas memberikan kemudahan dan kemaslahatan baik bagi pembayar, amil dan juga bagi penerima. Zaman sekarang ini orang jelas lebih butuh duit dari pada barang. Selain itu, pada saat hari raya, kalau cuma urusan makan mana ada orang yang sampai tidak bisa makan apalagi kelaparan. Sementara orang miskin juga butuh beli baju baru, tiket mudik, oleh-oleh, yang dalam hal ini lebih memerlukan diberi uang dibanding beras.

Jika orang diberi kurma, maka makanan itu bisa langsung disantap tanpa butuh proses tambahan lagi. Sementara di sini, kalau orang miskin diberi beras, maka beras itu tidak bisa langsung disantap tapi mesti dimasak terlebih dahulu. Untuk memasak butuh biaya ekstra. Setelah matang, ini pun belum cukup untuk langsung disantap, dia butuh lauk berupa sayur dan lauk-pauk yang tentunya butuh biaya lagi. Dengan demikian, memberi orang miskin berupa uang dan beras jelas lebih bisa memenuhi kebutuhan fakir miskin di hari raya.

Ada yang mengatakan, kalau diberi uang dikhawatirkan malah dibelikan pulsa sehingga tidak mencapai tujuan. Kita juga bisa mengatakan, jika sudah memiliki cukup beras, lalu diberi beras lagi, bukankah ia juga akan kepikiran menjualnya. Masalahnya jika ia menjual beras zakat maka hampir pasti harganya lebih rendah dari harga pasaran, hal ini berarti sudah merugikan jatah penerima.

Fatwa lembaga dunia kontemporer juga sudah mulai mengadopsi kebutuhan ini, dan lagi-lagi pertimbangannya mencari kemudahan dan tentunya juga kemaslahatan. Fatawa Qitha’ al-Ifta` bi al-Kuwait menegaskan kebolehan membayar zakat fitri dengan uang atau harganya.

…يجوز إخراج القيمة لما فيها من التيسير على المزكي وعلى الفقير. )فتاوى قطاع الإفتاء بالكويت (1/ 181)

…Boleh mengeluarkan harga (zakat fitri) karena ada kemudahan di situ baik pembayar zakat dan bagi orang fakir.

Ibnu Taimiyah juga membolehkan mengeluarkan uang pengganti beras jika memang ada kebutuhan dan maslahat yang kuat untuk itu.[4] Ulama kontemporer lain juga merajihkan pendapat bolehnya mengeluarkan zakat fitri dengan uang yakni Hisamuddin bin Musa ‘Afanah dalam Fatawi Yas`alunaka :

ومذهب الحنفية جواز إخراج القيمة ونقل هذا القول عن جماعة من أهل العلم منهم الحسن البصري وعمر بن عبد العزيز والثوري ونقل عن جماعة من الصحابة أيضاً وهذا هو القول الراجح إن شاء الله فتاوى يسألونك (1/ 89)

Mazhab Hanafi membolehkan mengeluarkan harga zakat fitri, hal ini juga dinukil dari pendapat segolongan ahli ilmu speeri al-Hasan al-Bashri, Umar bin Abdul Aziz dan ats-Tsauri, juga dinukilkan dari segolongan sahabat. Pendapat ini yang kuat Insya Allah.[5]

Hisamuddin ‘Afanah di tempat lain juga menguatkan pendapat yang membolehkan mengeluarkan uang untuk zakat fitri dan ia memberikan 4 argumen untuk mengunggulkan kebolehan memberi zakat fitri dengan uang.[6]

Selanjutnya, fatwa Ali Jum’ah pada dasarnya membolehkan mengeluarkan zakat fitri seharga makanan pokok dengan catatan jika memang hal itu lebih bermanfaat untuk si fakir.[7]

Pendapat yang membolehkan zakat fitri dengan uang juga dikemukakan oleh Syaikh Yusuf al-Qardhawi.[8] Dalam pandangan beliau, pengeluaran makanan bukanlah satu-satunya tujuan zakat fitri, justru tujuannya adalah untuk mencukupi kebutuhan fakir miskin di hari raya agar tidak  meminta-minta di hari raya. Sehingga diberi uang tentunya juga bisa dibenarkan.[9] Dari tanah air, A. Qadir Hassan juga membenarkan pembayaran zakat fitri dengan uang seharga beras.[10]

Penutup

Membayar zakat fitri bisa dengan uang atau beras. Pendapat ini lebih luwes dari segi pembayaran dan pentasarufan serta lebih memenuhi kebutuhan mustahiq zakat. Karena mustahiq bisa mendapat beras sekaligus uang, bukankah ini lengkap? Sedang kalau cuma mendapat beras maka ada kemungkinan ia akan menjual sebagian dan berpotensi rugi karena beras zakat sering dibeli dengan harga di bawah pasaran.

Sebagai penutup, penulis ingin mengutip pernyataan Syakh Hasan Abdul Bashir :

“Pokok dalam membayar zakat fitri adalah memudahkan orang kaya dan memberi manfaat lebih bagi orang fakir”. Pada masa Nabi dan sahabat, makanan pokok berupa biji-bijian itulah yang mudah didapatkan dan dengan itu akan menggerakkan jual beli dengan adanya tukar menukar karena sedikitnya peredaran uang kala itu. Uang Islam secara resmi diadakan pada masa Daulah Umawiyah tepatnya pada masa Abdul Malik bin Marwan, maka dari itu tidak heran kalau Imam Abu Hanifah membolehkan pengeluaran zakat dengan uang seperti dalam pembayaran zakat fitri dengan tetap menjaga maksud utama dari zakat yakni membahagiakan/membantu orang fakir.[11]

*Ketua Majelis Tabligh PWM Jawa Tengah

Editor : M Taufiq Ulinuha

Daftar Bacaan

al-Jazairi, Abd al-Rahman, Kitab al-Fiqhi ‘ala Madhahib al-Arba’ah, ( Beirut : Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2004), Jilid I-V.

al-Qardhawi, Yusuf, Fatwa -Fatwa Kontemporer, Jilid II, Cet. I, (Jakarta : Gema Insani Press, 1995)

Junaidy, Athaillah Bin, and Zulhamdi Zulhamdi. “Hukum Zakat Profesi Dan Zakat Fitrah Dibayar Dengan Uang.” Syarah: Jurnal Hukum Islam dan Ekonomi 7.1 (2018).

Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih (1), Cet. XLV, ( Yogyakarta : Suara Muhammadiyah, 2018)

An-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab li asy-Syairazi, Cet. I, (Kairo : Dar al-‘Alamiyah, 2018)

Sabiq, As-Sayyid, Fiqh as-Sunnah, (Beirut : Dar al-Fikr, 1992), Jilid I.

Sholihah, Rifdatus. Analisis komparatif pendapat Syaikh  Yusuf al Qardhawi dan Syaikh  Muhammad bin Salih al Uthaymin tentang hukum Zakat Fitrah menggunakan uang. (Diss. UIN Sunan Ampel Surabaya, 2019)

Zulhendra, Joni. “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Zakat Fitrah Dalam Bentuk Uang.” Normative Jurnal Ilmiah Hukum 5.2 November (2017): 94-105.

Maktabah Syamilah Versi 3.4

https://baznas.go.id/zakatfitrah, diakses 1 Januari 2021.

https://binbaz.org.sa/fatwas/13962/, diakses 1 Januari 2022.

https://islamonline.net/زكاة-الفطر-بين-القيمة-والإطعام, diakses 1 Januari 2022.

https://konsultasisyariah.com/7001-zakat-fitrah-dengan-uang.html, diakses 1 Januari 2022.

 https://rumaysho.com/2486-hukum-mengeluarkan-zakat-dengan-uang.html, diakses 7 Januari 2022.

https://suaramuhammadiyah.id/2020/05/15/kewajiban-membayar-zakat-fitrah/, diakses 4 Januari 2022.

https://www.al-qaradawi.net/node/4131, diakses 6 Januarai 2022.

https://www.elwatannews.com/news/details/5485321, diakses 4 Januari 2022.

https://www.fikhguide.com/almbt3th/20, diakses 1 Januari 2022.

https://www.islamweb.net/ar/fatwa/140294/تفصيل-كلام-أهل-العلم-في-إخراج-القيمة-في-الزكاة, diakses 1 Januari 2022.

https://mawdoo3.com/اخراج_زكاة_الفطر_نقدا, diakses 1 Januari 2022.


[1] https://baznas.go.id/zakatfitrah, diakses 1 Januari 2021.

[2] Lihat an-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, VI : 144. Periksa juga Husain bin ‘Audah al-‘Awasyah, al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Muyassarah fi Fiqh al-Kitab wa as-Sunnah al-Muthahharah, Cet. I,  (Beirut : Dar Ibnu Hazm, 2002), III : 243. https://www.islamweb.net/ar/fatwa/140294/تفصيل-كلام-أهل-العلم-في-إخراج-القيمة-في-الزكاة, https://mawdoo3.com/اخراج_زكاة_الفطر_نقدا, diakses 23 Januari 2022.

[3] An-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, VI : 144.

[4] Al-Masa`il wa al-Ajwibah li Ibni Taimiyah, 188.

[5] Hisamuddin ‘Afanah, Fatawa Yas`alunaka, I : 89. https://islamonline.net/زكاة-الفطر-بين-القيمة-والإطعام, diakses 3 Januari 2022.

[6] https://islamonline.net/زكاة-الفطر-بين-القيمة-والإطعام, diakses 3 Januari 2022.

[7] Fatawi Mu’ashirah, 80.

[8] https://www.al-qaradawi.net/node/4131, diakses 6 Januarai 2022. Yusuf al-Qardhawi, Fatwa -Fatwa Kontemporer, Jilid II, Cet. I, (Jakarta : Gema Insani Press, 1995), hlm. 334 dst.

[9] Yusuf al-Qardhawi, Fiqh Prioritas, Cet. I, ( Jakarta : Robbani Press, 1998), hlm. 43.

[10] A. Qadir Hassan, Kata Berjawab; Solusi untuk Berbagai Permasalahan Syariah, Cet. II, (Surabaya : Pustaka Progresif, 2007), hlm. 380.

https://www.elwatannews.com/news/details/5485321, diakses 4 Januari 2022.

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE