Beragama di Tengah Polarisasi: Tantangan Muslim Menjaga Ukhuwah
PWMJATENG.COM – Di tengah era digital dan arus informasi yang begitu cepat, umat Islam menghadapi tantangan besar dalam menjaga ukhuwah atau persaudaraan. Polarisasi, baik dalam ranah politik, sosial, maupun keagamaan, kerap kali menimbulkan jurang perpecahan yang dalam. Hal ini mengancam esensi dari ajaran Islam yang menekankan pentingnya persatuan, kasih sayang, dan toleransi.
Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin tidak hanya menekankan hubungan vertikal antara manusia dan Tuhannya, tetapi juga hubungan horizontal antar sesama manusia. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara. Maka damaikanlah antara kedua saudaramu itu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujurat: 10)
Ayat ini secara tegas menyatakan bahwa umat Islam adalah satu kesatuan yang diikat oleh tali iman dan ukhuwah. Namun, realitas menunjukkan bahwa perbedaan pendapat sering kali berkembang menjadi permusuhan. Bahkan, media sosial kerap menjadi ajang saling cela dan hujat antar sesama Muslim, hanya karena perbedaan mazhab, pandangan politik, atau kelompok dakwah.
Polarisasi dan Identitas Keagamaan
Polarisasi terjadi ketika identitas keagamaan disempitkan menjadi sekadar simbol dan slogan. Padahal, beragama adalah tentang akhlak, kasih sayang, dan kontribusi terhadap kemaslahatan umat. Rasulullah SAW sendiri hidup di tengah masyarakat yang plural, namun beliau mampu merangkul berbagai kalangan tanpa kehilangan prinsip-prinsip ketauhidan.
Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad SAW bersabda:
الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ، لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ
“Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya. Ia tidak boleh menzaliminya dan tidak boleh membiarkannya (dalam kesulitan).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Baca juga, Tren Fashion Muslimah: Antara Syariat dan Gaya Hidup Modern
Hadis ini mengajarkan bahwa ukhuwah adalah kewajiban moral dan sosial. Seorang Muslim tidak cukup hanya beribadah secara individual, tetapi juga bertanggung jawab menjaga keharmonisan dalam komunitasnya.
Peran Pendidikan dan Dakwah Moderat
Menjaga ukhuwah di tengah polarisasi menuntut pendekatan yang lebih bijaksana dan inklusif. Pendidikan Islam harus diarahkan untuk membentuk generasi yang berpikiran terbuka, toleran, dan mampu berdialog dalam perbedaan. Begitu juga para dai dan ulama perlu menjadi teladan dalam menyampaikan dakwah yang menyejukkan, bukan provokatif.
Allah SWT juga mengingatkan:
ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik.” (QS. An-Nahl: 125)
Ayat ini menegaskan pentingnya berdakwah dengan hikmah, kelembutan, dan argumentasi yang baik. Bukan dengan celaan atau kebencian yang hanya memperkeruh suasana.
Ikhtisar: Ukhuwah sebagai Fondasi Kemajuan Umat
Dalam menghadapi era polarisasi ini, menjaga ukhuwah menjadi tugas kolektif umat Islam. Perbedaan bukanlah ancaman, melainkan rahmat jika disikapi dengan bijak. Ukhuwah Islamiyah, Wathaniyah, dan Basyariyah harus terus dipupuk agar umat Islam dapat menjadi teladan dalam membangun peradaban yang damai dan adil.
Umat Islam hendaknya meneladani Rasulullah SAW yang mampu membangun masyarakat Madinah yang harmonis di tengah keragaman. Sudah saatnya kita menanggalkan ego sektarian dan bersatu dalam semangat ukhuwah demi kejayaan Islam dan kemaslahatan umat manusia.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha
