BeritaBudayaKolomTokoh

Ada Pakubuwono X dalam Istilah Halalbihalal

Ada Pakubuwono X dalam istilah Halalbihalal

Oleh : Yudi Janaka*

PWMJATENG.COM – Tadi siang, Sabtu (4/5), menghadiri Halalbihalal Muhammadiyah Sukoharjo yang diselenggarakan oleh PDM Sukoharjo. Bertempat di gedung IPHI Sukoharjo. Kebetulan jua jadi seksi ubet. Dihadiri sekitar 3000 jamaah Muhammadiyah Sukoharjo. Pun dihadiri langsung Bupati Sukoharjo beserta Forkompida Sukoharjo.

Saya pernah menulis sejarah Halalbihalal. Di tulisan tersebut saya belum menuliskan siapa yang mengubah “Alal Bahalal” menjadi Halal Bihalal. Penyebutan pertama kali memang Alal Bahalal. Dari akar ” halla’. Yang mengandung tiga makna, yaitu halal al-habi (benang kusut terurai kembali); halla al-maa (air keruh diendapkan); serta halla as-syai (halal sesuatu).

Dari ketiga makna tersebut dapat ditarik benang merah. Makna halalbihalal adalah kekusutan, kekeruhan, atau kesalahan yang selama ini dilakukan dapat dihalalkan kembali.

Suara Muhammadiyah tahun 1925, terdapat rubrik khusus dengan tajuk “Alal Bahalal.” Menjadi sarana pembaca Suara Muhammadiyah yang ingin menyampaikan permohonan maaf sekaligus menyambung silaturahmi antar anggota Muhammadiyah melalui media massa, dalam hal ini Suara Muhammadiyah.

Saat silaturahmi syawalan ke keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat kemarin lusa. Saya mendapat penjelasan dari Pengageng Sasana Wilapa, Gusti Moeng bahwa yang pertama kali mengucapkan halal bihalal adalah Pakubuwono X. Kakek Buyut beliau. Saat itu yang biasa tertulis adalah Alal Bahalal atau Alal Behalal. Dalam kamus Jawa-Belanda karya Theodoor Gsutier-Thomas Pigeaud (terbit 1938), yang mulai disusun pada 1926 atas perintah Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Pada entri huruf ‘A’, memuat kata alal behalal, bermakna acara maaf-memaafkan ketika hari raya.

Pakubuwono X mengucapkan spontan “Halal Bihalal ” ketika ditanya Belanda adanya pertemuan tokoh- tokoh nasionalis penggagas kemerdekaan di Gedung Habipraya (kini ditempati Matahari Singosaren). Pertemuan itu terjadi saat syawalan. Dihadiri antara lain oleh Bung Karno, Mr Sorpomo, dan Dr. Radjiman.

Baca juga, Sumbangsih Kasunanan Surakarta bagi Peradaban Islam dan Muhammadiyah

Dalam buku “Pakubuwono X 46 Tahun Berkuasa di Tanah Jawa” cucu PB X, Prof Gunawan Sumodiningrat yang kebetulan guru saya di Fakultas Ekonomi UGM menuliskan bahwa Bung Karno adalah putra kandung PB X. Sebuah fakta yang diamini oleh keraton Kasunanan Surakarta. Mr. Soepomo juga cucu dari pejabat Keraton. Wedana pertama kali Sukoharjo (saat itu kawedanan Larangan). Sedangkan Dr Radjiman merupakan dokter pribadi Pakubuwono X.

Ketika tokoh tersebut jelas ada kelindannya dengan Pakubuwono X. Acara tersebut pun atas seijin PB X.

“Hanyalah acara biasa. Halal bihalal. Biasa saat syawalan,” begitu alibi PB X ketika ditanya Belanda tentang maksud dan tujuan pertemuan. Pakubuwono X yang terkenal dengan Sunan Wicaksono memang sungguh bijaksana. Bisa berpikir jernih pun jauh. Beliau melarang istilah Halal Bihalal digunakan dalam Keraton juga masyarakat Kasunanan. Pakubuwono X melarang karena Halal Bihalal sudah dicurigai sebagai siasat menutupi kegiatan rahasia berkumpul serta menggalang kekuatan untuk melawan Belanda.

Di Keraton Kasunanan Surakarta sendiri acara saat Idulfitri pun selepasnya yang berbalut silaturahmi disebut dengan Pangabekten. Sementara masyarakat Kasunanan menjalani apa yang disebut ujung. Sampai saat ini pun masyarakat solo raya lebih intim menyebut “ujung” saat silaturahmi lebaran.

Barulah ketika Belanda benar-benar pergi dari Indonesia, kata Halalbihalal dipergunakan kembali. Biasanya oleh komunal. Sebagaimana pertemuan di Gedung Hadipraya tersebut.

Baca juga, Merupakan Bagian Keraton Surakarta, Ketua PWM Jateng Silaturahim dengan Gusti Moeng

Pakubuwono X ini sesungguhnya mempunyai peran besar jua terhadap perkembangan Muhammadiyah. Beliaulah yang menyuruh “putra sang fajar ” berguru kepada HOS Cokroaminoto dan KH Ahmad Dahlan. Persinggungan awal Bung Karno dengan KH Ahmad Dahlan memang saat Bung Karno berguru kepada beliau. Hal ini juga sebagai kritik atas kabar mainstream bahwa Bung Karno mengenal Muhammadiyah saat dibuang ke Bengkulu. Bung Karno sudah lama menggeluti pemikiran gurunya, KH Ahmad Dahlan. Barulah saat di Bengkulu , Bung Karno menjadi pengurus Muhammadiyah. Menjadi ketua Ketua Majelis Pendidikan dan Pengajaran.

Dalam bukunya ” Penyambung Lidah Rakyat Indonesia” Bung Karno menyampaikan bahwa Hasan Din, Ketua Muhammadiyah Bengkulu menghadapnya untuk menyampaikan penawaran supaya mau guru Muhammadiyah. Tak mungkin kalau Bung Karno bukan orang Muhammad langsung menyanggupi. Bung Karno sendiri menjadi anggota Muhammadiyah pada tahun 1938. Beliau mengumumkan secara terbuka saat Muktamar Setengah Abad Muhammadiyah, tahun 1962.

“Saya menjadi anggota resmi Muhammadiyah dalam tahun 1938 sekarang sudah 1962, jadi sudah 24 tahun. Cuma anehnya, sejak saya menjadi Presiden Republik Indonesia, saya belum pernah ditagih kontribusi. Jadi saja minta agar supaya sejak sekarang ditagihlah kontribusi saya ini,” ujar Bung Karno.

Sejarah memang harus diungkapkan. Karena kadang-kadang sejarah tertutup oleh kepentingan.

*Pemerhati sejarah & warga Muhammadiyah Sukoharjo.

Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE