Berita

Menguak Jejak Sejarah dan Perkembangan SAR Muhammadiyah: Dari Jateng untuk Indonesia

PWMJATENG.COM, Karanganyar – Sejarah tim Search and Rescue (SAR) Muhammadiyah memiliki akar yang panjang dan menarik. Jika menilik jejak historisnya, embrio dari SAR Muhammadiyah bahkan bisa ditelusuri hingga era Kiai Syudja’, salah satu tokoh Muhammadiyah awal yang dikenal karena kiprahnya dalam pencarian jamaah haji yang hilang di Makkah sekitar tahun 1919. Aktivitas pencarian dan pertolongan kala itu memang belum berbentuk kelembagaan, namun menjadi cikal bakal dari semangat SAR Muhammadiyah hari ini.

Secara kelembagaan, perkembangan SAR Muhammadiyah mulai menemukan bentuknya secara lebih sistematis pada kurun waktu 2009-2011. Di Jawa Tengah, proses ini terlihat lebih nyata dan terorganisir. Sejak tahun 2009, berbagai peristiwa kebencanaan mulai mendorong kebutuhan untuk membentuk tim yang memiliki kapasitas tanggap darurat. Hal ini disampaikan oleh Naibul Umam Eko Sakti yang kala itu ditunjuk sebagai Ketua MDMC PWM Jawa Tengah.

Menurutnya, pada pertengahan 2009, Muhammadiyah Jawa Tengah mulai aktif menginisiasi pembentukan tim Emergency Response Team. Langkah awal yang dilakukan saat itu adalah mendata seluruh potensi sumber daya, termasuk tenaga medis terlatih yang tersebar di berbagai daerah di Jawa Tengah. Kebutuhan akan tim khusus menjadi semakin terasa ketika Muhammadiyah terlibat dalam respon bencana gempa bumi di Kedungreja, Cilacap pada Oktober 2009, dan kemudian di Sumatera Barat—khususnya di Padang dan Padang Pariaman—pada tahun yang sama.

Tahun 2010 menjadi titik balik penting dalam sejarah SAR Muhammadiyah. Berawal dari Kudus, sejumlah kader dan simpatisan Muhammadiyah mulai menggagas pembentukan tim SAR yang terstruktur. Pada awal Januari 2010, mereka mulai melakukan pertemuan intensif untuk membahas langkah-langkah pembentukan tim, sekaligus mencari potensi sumber daya manusia yang memiliki kompetensi di bidang SAR.

Puncaknya, MDMC Jateng menyelenggarakan Pendidikan dan Latihan Dasar (Diklatsar) SAR pertama pada tanggal 25–28 Juni 2010 di lereng Gunung Muria, Kabupaten Kudus. Kegiatan ini dianggap sebagai tonggak resmi lahirnya SAR Muhammadiyah secara kelembagaan. Selain karena sudah terorganisir dengan baik, kegiatan ini juga didukung dengan dokumentasi administrasi yang lengkap, pelibatan banyak pihak, serta keberadaan para pelaku yang hingga kini masih aktif.

“Kalau ditanya kapan SAR Muhammadiyah mulai muncul secara resmi, maka jawabannya adalah sejak diselenggarakannya Diklatsar di Muria pada pertengahan 2010. Itu menjadi penanda penting dalam sejarah kelembagaan kita,” ujarnya.

Namun, ia juga menekankan bahwa secara spiritual dan kultural, semangat pencarian dan pertolongan dalam Muhammadiyah telah hidup sejak lama. Aktivitas kemanusiaan dan tanggap darurat yang dilakukan sejak masa Kiai Syudja’ menjadi bagian tak terpisahkan dari narasi sejarah ini.

Baca juga, Kalender Hijriah Global Tunggal

Inisiatif pembentukan tim SAR Muhammadiyah Jawa Tengah bermula dari obrolan ringan di antara kawan-kawan yang aktif dalam penanggulangan bencana. Sekitar tahun 2010, ide tersebut mulai menguat, terutama karena banyak dari mereka telah lama bergelut dengan berbagai peristiwa kebencanaan.

“Saat itu saya tinggal di Kudus. Dari sanalah kami memulai, karena memang lebih mudah menjangkau teman-teman,” ujar Naibu Umam. Ia menambahkan, proses membentuk tim SAR ini bukan sesuatu yang instan. Mereka telah lama mengamati, menimbang, dan memilah siapa saja yang memiliki potensi dan komitmen kuat.

Beberapa kejadian besar menjadi pemantik, seperti banjir di Kudus yang berlangsung antara 2004 hingga 2007, serta operasi pencarian korban di Gunung Muria. Perjalanan ke Aceh untuk membantu korban banjir juga memperkuat keyakinan bahwa Muhammadiyah perlu memiliki tim tanggap darurat sendiri.

Menurut pengakuannya, gagasan tersebut awalnya hanya muncul dalam canda dan obrolan santai. Namun, lambat laun berkembang menjadi gerakan serius. “Waktu itu kami berpikir, masa iya Muhammadiyah tidak punya tim SAR sendiri? Padahal sejarah mencatat banyak kadernya yang terlibat dalam kegiatan kemanusiaan,” kenangnya.

Pihaknya kemudian mulai mendiskusikan gagasan ini dengan sejumlah tokoh muda Muhammadiyah, terutama mereka yang memiliki minat di bidang kebencanaan. Nama-nama seperti Nanang Nur Azis Romdloni, Fathul Faruq, Didik Kusnanto, dan Mukhlisin pun disebut sebagai figur-figur yang ikut aktif merancang langkah awal.

“Diskusi kami lakukan secara intensif, biasanya di rumah saya di Kudus. Kami mulai dari menyusun konsep Diklat SAR, menetapkan format pelatihan, hingga mencari calon peserta. Kami tidak ingin asal-asalan. Kami ingin kegiatan ini benar-benar mencetak kader tangguh,” ungkapnya.

Pelibatan lintas komunitas juga menjadi bagian dari strategi mereka. Beberapa teman dari Pramuka, pecinta alam, hingga komunitas kemanusiaan lainnya ikut digandeng. Mereka diminta menyumbangkan pemikiran dan pengalaman untuk memperkaya konsep pelatihan.

Ia mengakui bahwa peran paling besar justru ada pada para peserta angkatan pertama. “Mereka adalah pionir yang berani ikut kegiatan ini saat belum ada preseden. Dukungan dari daerah yang mengirimkan utusan juga sangat penting. Itu menunjukkan bahwa banyak yang percaya dan peduli,” jelasnya.

Pelatihan SAR yang digelar saat itu memang berbeda dari bentuk pengkaderan biasa. Tujuannya bukan sekadar membentuk struktur formal, melainkan memperkenalkan medan yang menantang dan sekaligus menumbuhkan semangat kemanusiaan di kalangan kader muda Muhammadiyah.

“Jangan bayangkan ini seperti pelatihan biasa. Ini tentang keberanian, komitmen, dan kesiapsiagaan. Dan ternyata, hasilnya luar biasa. Hingga kini, banyak alumni angkatan pertama yang masih aktif dan bahkan menjadi penggerak di daerahnya masing-masing,” terangnya.

Ia berharap, semangat kolaboratif dan militansi yang pernah tumbuh dalam gerakan ini tetap terpelihara. Tim SAR Muhammadiyah di berbagai wilayah kini telah berkembang pesat dan menjadi ujung tombak dalam respons kebencanaan, khususnya di Jawa Tengah.

“Kalau bicara soal siapa inisiatornya, tentu tidak bisa menyebut satu nama. Banyak yang terlibat, banyak pula yang berjasa. Tapi yang paling layak diapresiasi adalah mereka yang hadir sebagai peserta pertama. Tanpa mereka, mungkin gagasan ini tidak akan pernah menjadi nyata,” pungkasnya.

Dalam konteks struktural, SAR Muhammadiyah bernaung di bawah Lembaga Penanggulangan Bencana Muhammadiyah (MDMC). Namun, menariknya, dalam struktur resmi MDMC, tidak tercantum secara khusus bidang atau divisi yang menyebutkan “SAR Muhammadiyah”. Hal ini berbeda dengan beberapa lembaga lain yang memiliki unit khusus seperti bidang pemuda, kesehatan, atau logistik. Posisi SAR Muhammadiyah sendiri di MDMC lebih bersifat fungsional dan berbasis pelatihan, bukan struktural administratif.

Umam menyampaikan bahwa lembaga ini bukanlah lembaga otonom, melainkan lembaga pembantu pimpinan yang bertugas menggerakkan potensi warga Muhammadiyah dalam upaya penanggulangan bencana. Dengan demikian, personel SAR Muhammadiyah sejatinya adalah anggota Muhammadiyah yang memiliki kualifikasi di bidang kebencanaan, bukan sekadar relawan lepas.

“Anggota SAR Muhammadiyah memiliki keterampilan khusus, seperti pengelolaan logistik, dapur umum, pengelolaan shelter, hingga pendataan dan informasi kebencanaan. Meskipun mereka disebut sebagai anggota SAR, secara struktural mereka tidak termasuk dalam keanggotaan tetap MDMC,” ujarnya.

Keanggotaan SAR Muhammadiyah juga diakui tidak melalui jalur organisasi formal. Banyak dari mereka yang memiliki Kartu Tanda Anggota (KTA) Muhammadiyah maupun ‘Aisyiyah, tetapi keterlibatan mereka lebih didasarkan pada kapasitas dan keahlian individu. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan tugas di lapangan, mereka berfungsi ketika memang dibutuhkan dalam penanganan darurat maupun kegiatan pelatihan.

Umam juga menegaskan bahwa tidak ada keinginan untuk menjadikan SAR Muhammadiyah sebagai lembaga tersendiri. “Kita tidak perlu membentuk lembaga di dalam lembaga. SAR Muhammadiyah berfungsi secara otomatis ketika diperlukan. Mereka ada untuk mendukung tugas utama MDMC,” tegasnya.

Dalam operasionalnya, pelatihan menjadi aspek utama pembinaan SAR Muhammadiyah. Bidang diklat memiliki fokus khusus pada pelatihan teknis seperti tanggap darurat, logistik, pengelolaan dapur umum, pengelolaan shelter, serta sistem informasi kebencanaan. Meski tidak terstruktur dalam bentuk divisi permanen, semua pelatihan ini disiapkan dengan serius dan konsisten.

Dalam konteks operasional penanggulangan bencana, kekuatan relawan SAR Muhammadiyah di setiap daerah memiliki kendali masing-masing yang tetap mengikuti komando dari pihak yang diberi kewenangan. Hal ini mencakup berbagai bidang seperti medis, shelter, hingga evakuasi, yang beroperasi sesuai kualifikasi masing-masing personel.

Seringkali, relawan Muhammadiyah diterjunkan pada saat darurat bencana atau operasi pencarian dan pertolongan. Namun, pemahaman di lapangan masih perlu diluruskan. Misalnya, banyak yang belum memahami bahwa SAR Muhammadiyah tidak berada dalam struktur formal MDMC, melainkan tergabung berdasarkan keahlian. Karena itu, ke depan perlu dikembangkan jejaring berbasis kompetensi.

Banyak anggota SAR Muhammadiyah memiliki lebih dari satu keahlian. Satu orang bisa menguasai hingga lima bidang sekaligus, yang sangat berguna dalam situasi darurat dengan keterbatasan sumber daya manusia. Namun, penting dipahami bahwa pembentukan unit SAR Muhammadiyah tidak bertujuan untuk menyaingi instansi lain, melainkan memperkuat koordinasi.

Muhammadiyah, melalui relawan SAR-nya, telah terlibat dalam berbagai operasi, seperti pencarian korban di Gunung Sindoro, Gunung Lawu, Merapi 2010, hingga kecelakaan helikopter di Temanggung. Bahkan, banyak relawan yang gugur dalam tugas kemanusiaan ini. Selain di darat, SAR Muhammadiyah juga aktif dalam operasi penyelamatan laut, khususnya di wilayah selatan Jawa seperti Kebumen dan Cilacap.

Legalitas kegiatan SAR Muhammadiyah mengacu pada UU No. 29 Tahun 2014 tentang Pencarian dan Pertolongan, berbeda dari penanggulangan bencana yang diatur UU No. 24 Tahun 2007. Oleh karena itu, pemahaman mendalam terhadap dua kerangka hukum ini menjadi penting bagi setiap relawan.

Sebagai bentuk keseriusan, MDMC Jawa Tengah menyelenggarakan berbagai pelatihan: Diklat Dasar (13 kali), Diklat Madya (8 kali), dan Diklat Purna (4 kali). Pelatihan ini tidak hanya membekali peserta dengan soft skill dan kedisiplinan, tetapi juga mengasah kemampuan manajerial dan teknis. Untuk menjamin kesinambungan, MDMC juga mengadakan Diklat Instruktur dan Diklat SAR Medis yang telah terselenggara dua kali.

Diklat SAR Medis bertujuan membekali tenaga medis agar mampu menangani survivor secara langsung di zona merah, tanpa menunggu evakuasi dari tim SAR. Pesertanya meliputi dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya. Model pelatihan ini bahkan telah menginspirasi daerah lain, termasuk NTB, untuk menyelenggarakan kegiatan serupa.

Sejak 2010 hingga kini, tercatat sekitar 328 relawan telah lulus dari Diklat Dasar. Jumlah ini belum termasuk yang telah mengikuti Diklat Madya, Purna, dan Instruktur. Pelatihan yang terus berlanjut ini menjadi bagian dari upaya regenerasi kader relawan Muhammadiyah di bidang kebencanaan.

Dalam kesempatan berbeda, pelatihan juga dikolaborasikan dengan latihan gabungan yang diadakan dua tahun sekali, seperti di Waduk Sempor, Gajah Mungkur, hingga Cilacap. Melalui kegiatan ini, relawan diajarkan langsung bagaimana mengelola operasi SAR secara menyeluruh.

Sertifikasi kompetensi bagi relawan juga mulai dilakukan, bekerja sama dengan lembaga-lembaga resmi seperti Basarnas dan BNPB. Beberapa relawan telah tersertifikasi sebagai personel SAR yang kompeten.

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE
#
https://adsii.or.id/sdm/pkvgames/https://adsii.or.id/sdm/bandarqq/https://adsii.or.id/sdm/dominoqq/https://lp3ibandaaceh.id/assets/pkvgames/https://lp3ibandaaceh.id/assets/bandarqq/https://lp3ibandaaceh.id/assets/dominoqq/https://www.northforeland.co.uk/js/pkvgames/https://www.northforeland.co.uk/js/bandarqq/https://www.northforeland.co.uk/js/dominoqq/https://argenerasiunggul.id/unggul/pkvgames/https://argenerasiunggul.id/unggul/bandarqq/https://argenerasiunggul.id/unggul/dominoqq/https://beliisuzu.com/cd/pkvgames/https://beliisuzu.com/cd/bandarqq/https://beliisuzu.com/cd/dominoqq/https://cheersport.at/doc/pkv-games/https://cheersport.at/doc/bandarqq/https://cheersport.at/doc/dominoqq/https://baznassurabaya.id/cgi/pkv-games/https://baznassurabaya.id/cgi/bandarqq/https://baznassurabaya.id/cgi/dominoqq/https://tanjungsepang.com/ts/pkvgames/https://tanjungsepang.com/ts/bandarqq/https://tanjungsepang.com/ts/dominoqq/https://www.sna.org.ar/fuente/pkvgames/https://www.sna.org.ar/fuente/bandarqq/https://www.sna.org.ar/fuente/dominoqq/https://revistas.pge.sp.gov.br/docs/pkvgames/https://revistas.pge.sp.gov.br/docs/bandarqq/https://revistas.pge.sp.gov.br/docs/dominoqq/https://rjor.ro/make/bandarqq/https://rjor.ro/make/pkvgames/https://rjor.ro/make/dominoqq/https://noorarfa.com/baku/dominoqq/https://noorarfa.com/baku/bandarqq/https://noorarfa.com/baku/pkvgames/