Syafaat Tidak Diberikan Hanya Karena Bershalawat

Syafaat Tidak Diberikan Hanya Karena Bershalawat
Oleh : Prof. Dr. Ahwan Fanani, M.Ag. (Wakil Ketua Majelis PWM Jawa Tengah; Cendekiawan Muslim; Dosen UIN Walisongo Semarang)
PWMJATENG.COM – Umat Islam diperintahkan untuk bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Namun, tidak terdapat redaksi tunggal yang baku untuk shalawat. Banyak susunan shalawat yang bersifat variatif, disusun berdasarkan kreativitas penyusunnya. Sebagian bahkan berasal dari mimpi, seperti Shalawat Badar atau Shalawat Fatih (Tijaniyah).
Shalawat merupakan bagian dari ibadah dan wujud pelaksanaan perintah Allah. Namun, tidak dibenarkan meyakini bahwa keselamatan hanya bergantung pada shalawat. Tidak ada dasar yang menyatakan bahwa seseorang akan selamat hanya karena bershalawat. Keselamatan datang dari rahmat dan rida Allah, yang diberikan kepada orang-orang beriman dan beramal saleh. Dalam hal ini, shalawat hanyalah salah satu dari sekian banyak amal saleh.
Syafaat Nabi Muhammad SAW pun hanya akan diberikan kepada mereka yang beriman dan mengucapkan laa ilaaha illallah dengan tulus. Rasulullah SAW bersabda:
“Orang yang paling berbahagia dengan syafaatku pada hari kiamat adalah orang yang mengucapkan laa ilaaha illallah dengan ikhlas dari hatinya.” (HR. Bukhari)
Pengertian Syafaat: Dunia dan Akhirat
Secara bahasa, syafaat berarti menjadi perantara untuk memberi manfaat atau mencegah mudarat. Dalam Islam, syafaat terbagi menjadi dua:
- Syafaat di dunia, yakni berupa pertolongan dalam bentuk berkata baik atau mendamaikan sesama Muslim. Sebagaimana termaktub dalam QS. An-Nisa: 85:
“Barang siapa memberikan syafaat yang baik, niscaya ia akan memperoleh bagian dari padanya. Dan barang siapa memberikan syafaat yang buruk, niscaya ia akan memikul bagian dari padanya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Baca juga, Kurban: Manifestasi Kepasrahan Total kepada Allah SWT
- Syafaat di akhirat, yaitu doa agar seseorang diselamatkan dari siksa Allah. Dalam hal ini, pemberi syafaat hanya bisa memohon, sedangkan hak menyelamatkan sepenuhnya milik Allah. Dalam QS. Az-Zumar: 44 ditegaskan:
“Katakanlah: ‘Hanya milik Allah seluruh syafaat itu.’ Kepunyaan-Nya kerajaan langit dan bumi, kemudian kepada-Nya kamu dikembalikan.”
Syafaat Nabi Muhammad dan Amal Saleh
Nabi Muhammad SAW adalah pihak yang paling utama dalam memberi syafaat. Rasulullah bersabda:
“Setiap nabi memiliki satu doa yang mustajab, dan aku ingin menyimpan doaku sebagai syafaat bagi umatku di akhirat.” (HR. Bukhari-Muslim)
Syafaat Nabi berbentuk doa kepada Allah agar umatnya diberikan keselamatan. Selain Nabi, tidak ada yang dijamin dapat memberi syafaat di akhirat, kecuali atas izin Allah.
Imam Al-Asy’ari dalam Al-Ibanah menyebutkan bahwa para ulama sepakat bahwa Nabi Muhammad memiliki syafaat yang diberikan kepada pelaku dosa besar. Rasulullah bersabda:
“Syafaatku diberikan kepada umatku yang melakukan dosa besar.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, sanad sahih)
Amal saleh juga bisa menjadi sumber syafaat. Nabi SAW bersabda:
“Puasa dan Al-Qur’an akan memberi syafaat pada seorang hamba di hari kiamat. Puasa berkata: ‘Ya Rabb, aku menahannya dari makan dan syahwat pada siang hari, maka izinkan aku memberi syafaat kepadanya.’ Al-Qur’an berkata: ‘Aku menahannya dari tidur malam, maka izinkan aku memberi syafaat kepadanya.’ Maka keduanya diberi izin untuk memberi syafaat.” (HR. Ahmad)
Orang beriman yang mati dalam keadaan tidak menyekutukan Allah juga akan mendapat syafaat. Nabi SAW bersabda:
“Barang siapa dari umatku meninggal dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun, maka ia masuk surga.” (HR. Bukhari)
Syarat-Syarat Syafaat
Syafaat hanya dapat diberikan dengan memenuhi tiga syarat:
- Ditujukan kepada orang beriman, sebagaimana disebut dalam QS. Ghafir: 18.
- Diberikan oleh pihak yang diridai oleh Allah, berdasarkan QS. An-Najm: 26 dan QS. Al-Anbiya: 28.
- Pemberi syafaat mendapat izin dari Allah, sebagaimana dalam QS. Al-Baqarah: 255 dan QS. Yunus: 3.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha