Kolom

Tenaga Kerja Indonesia : The Real of “Orang Pinggiran”

Oleh IMMawati Elhamna IP
FOKAL IMM Ahmad Dahlan Surakarta

Dramatika tenaga kerja Indonesia (TKI) seolah tidak pernah berhenti menjadi PR untuk negara dan juga pemerintahan. Kekerasan dan perilaku yang tidak manusiawi yang menimpa Tenaga kerja Indonesia (TKI) dan juga negara yang tidak berdaya melakukan diplomasi negara-negara yang menjadi sasaran atau ditempati TKI menjadi potret buram problematika kebangsaan ini.

Namun walaupun dengan ribuan kasus yang terjadi dalam dunia ketenaga kerjaan indonesia tidak menyurutkan animo masyarakat untuk mengais rezeki di negara-negara yang menjadi sasaran TKI. Tahun demi tahun tingkat TKI naik dengan fantastis yang didominasi oleh perempuan.

Data Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) melaporkan per Oktober 2018, tercatat 228.918 orang yang menjadi TKI. Angka tersebut mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan tahun 2017 yang jumlahnya mencapai 218.906 orang dan tahun 2016 mencapai 195.546 orang.

Alasan utama mereka meninggalkan keluarga, pergi keluar negeri untuk bekerja adalah kurangnya lapangan pekerjaan yang ada di Indonesia, lapangan pekerjaan yang tersedia memilik syarat yang kurang keberpihakan kepada kaum proletar atau kaum kelas bawah yang notabene mereka banyak yang berpendidikan rendah atau bahkan tidak berpendidikan. Sedangkan syarat untuk menjadi TKI seperti yang tertera pada undang-undang republik Indonesia nomor 39 tahun 2004 tentang penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia diluar negeri yaitu berusia sekurang-kurangnya 18 (delapan belas) tahun kecuali bagi calon TKI yang akan dipekerjakan pada Pengguna perseorangan sekurang-kurangnya berusia 21 (dua puluh satu) tahun; dan berpendidikan sekurang-kurangnya lulus Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) atau yang sederajat. Sehingga dorongan untuk pergi keluar negeri sangat tinggi TKI menjadi the real “orang pinggiran” Seperti yang kita ketahui bahwa bagi orang awam pandangan terhadap tenaga kerja Indonesia (TKI) identik negatif, banyak TKI yang pulang ke kampung halamannya malah terkucilkan dan tersampingkan. Masyarakat awam menjustifikasi bahwa pola pikir dan pergaulan mantan TKI sudah terpengaruh oleh budaya luar.

Lalu apa salahnya menjadi TKI? Sehingga harus dikucilkan dan disampingkan? Dipermalukan layaknya telah membuat kesalahan yang fatal? Di cap negatif layaknya mantan narapidana. Paradigma tersebut membuat adanya tidak percaya diri pada mantan TKI yang menyebabkan tidak sedikit yang memutuskan untuk berlama-lama di perantauan, bahkan menetap dan berpindah kewarganegaraan di negara yang di tempati TKI. Mereka berspekulasi bahwa untuk apa mereka kembali ke kampung halamannya sedangkan keamanan dan kenyamanan mereka merasa terancam. Negara-negara yang disinggahi juga menawarkan perlindungan terhadap kesejahteraan mereka. Sedangkan negara dan pemerintah menurut mereka seolah menutup mata tak ingin tahu atas kesejahteraan mereka. dengan terpaksa tanpa berfikir panjang mereka menukar kewarganegaraannya demi memperjuangkan kesejahteraannya.

Negara dan pemerintah terlalu asik dengan problematika yang esensinya menimbulkan permusuhan dan perpecahbelahan Seharusnya peran negara dan pemerintah harus hadir dan bertanggung jawab terhadap mantan TKI dengan cara diberi pelatihan dan pembinaan melalui pemberdayaan masyarakat agar mereka lebih percaya diri ketika mereka pulang ke kampung halamannya. pemerintah dan negara fokus optimalisasi upaya meminimalisir tenaga kerja Indonesia yang selama ini kurang berjalan dengan baik, lalu muncul pertanyaan kritis, sampai kapan Indonesia menjadi pemasok TKI? Sampai kapan Indonesia membiarkan rakyatnya menjual kewarganegaraannya hanya untuk sesuap nasi !, Bukankah indonesia adalah surga dunia bahkan rotan dan kayu saja bisa jadi tanaman!

Tegal, 27 Februari 2019
IMMawati Elhamna IP

Aji Rustam

Jurnalis MPI PWM Jateng, Wartawan Seniour TribunJateng

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tidak bisa menyalin halaman ini karena dilindungi copyright redaksi. Selengkapnya hubungi redaksi melalui email.

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE