Kolom

Sopir Pikun

Sopir Pikun

Oleh : Muh. Nursalim (Dewan Pengawas Syariah Lazismu Sragen)

PWMJATENG.COM – “Kalau si Amat Tasrif, itu rumahnya dekat pasar hewan Blora. Rumahnya menghadap ke selatan. Adapun Zulfa, dia punya rumah sakit, di kota Jogjakarta. Anaknya memang dulu pintar, sehingga bisa masuk fakultas kedokteran. Sekarang sudah spesialis kandungan. Rumah sakitnya juga khusus ibu dan anak. Sedangkan si Abdul Halim. Dia ini jadi pengusaha batik di Pekalongan. Istrinya dua, anaknya sembilan. Aku beberapa kali ketemu”. Cerita Abduh siang itu, di rumah makan padang.

Tidak sengaja ketemu kawan lama. Teman di pesantren dan kuliah. Juga teman di organisasi ektra kampus tahun 90 an. Dia bertugas sebagai driver bus untuk mengantar jamaah haji. Dengan detail Abduh mengabsen kawan-kawan lama. Ia masih sangat hafal nama-nama orang yang dulu bersamanya di pesantren dan kampus. Bukan hanya hafal nama tetapi juga dulu kost di mana dan sekarang ada di mana.

Meskipun lulus dalam 14 semester, Abduh akhirnya juga menjadi sarjana. Tidak main-main. Ia sarjana Pendidikan Bahasa Arab. Itu sarjana asli. Orisinil pakai kuliah dan ujian. Skripsinya juga membuat sendiri tidak beli di pasar loak terus diganti nama. Juga tidak minta dibuatkan orang lain dengan membayar. Karena itu meskipun ijazahnya tidak dipakai untuk melamar kerja. Dirinya bangga pernah menjadi bagian dari civitas akademika IAIN Sunan Kalijaga Jogjakarta.

Tujuh tahun menjadi mahasiswa, sehingga kawannya banyak sekali. Kawan di kampus maupun di organisasi. Maka ketemu dengan Abduh kisah tahun 90 an di seputar Sapen-Jogjakarta mengalir kembali. Kisah tentang demo-demo, tentang bon di warung makan maupun seputar kelakuan kawan-kawannya yang gigih dalam memperjuangkan keyakinan..

“Kok kamu masih hafal banget kawan-kawan itu. Padahal sudah 34 tahunan lo ?” Tanya bang Tayib yang duduk di sebalah.

“Anu, aku selalu membaca Al-Qur’an. Iya, setiap hari meskipun satu rukuk aku paksa untuk membaca Al-Qur’an. Membacanya dengan suara nyaring. Aku pernah baca artikel, bahwa membaca Al-Qur’an itu dapat mencegah kepikunan,” jawab Abduh santai.

“Hla kalau sedang keluar seperti ini, bacanya gimana?” Bang Tayib menelisik.

“Ya tetap disempatkan. Di bus ada Al-Qur’an, atau kalau tidak ya buka hape kan ada Qur’an. Pokoknya harus membaca Al-Qur’an,” Abduh kembali memberi nasehat.

Dr Zaidul Akbar menulis dalam bukunya, Resep Sehat JSR. Salah satu babnya ada tulisan resep agar tidak pikun. Katanya bahwa membaca kitab suci Al-Qur’an adalah cara Rasulullah Saw. agar manusia tidak mengalami pikun. Ternyata Abduh telah mengamalkan jauh sebelum buku tersebut terbit.

Orang kesehatan menyebut pikun itu dengan istilah dimensia, yaitu kemunduran otak yang menyebabkan seseorang sering lupa. Ada tiga lupa. Lupa tempat, lupa orang dan lupa waktu.

Lupa tempat berarti seseorang lupa di mana ia berada. Lupa orang berarti ia tidak lagi mengenali orang-orang yang dahulu dikenalnya, bahkan dengan anak sendiripun masih juga bertanya, “Kamu siapa ?”.

Lupa waktu, berarti dia tidak dapat membedakan antara pagi, siang ataupun sore. Orang dimensia sering bertanya, “Ini salat dhuhur apa asar ?”

Baca juga, Apakah Panitia Berhak Mendapatkan Bagian dari Daging Hewan Kurban?

Merawat orang dimensia itu butuh kesabaran luar biasa. Sebab dia akan sering mengingkari sesuatu yang telah ia lakukan.

“Sejak pagi saya belum makan apa-apa”. Padahal dirinya sudah makan dua kali.

“Saya sudah mandi dua kali”. Padahal sudah dua hari tidak mandi.
Ketika diminta ganti pakaian yang sudah kotor dengan pede menjawab, “Ini baju baru saja ganti”.

Dimensia itu kebanyakan terjadi karena faktor usia lanjut. Tetapi tidak setiap orang yang usianya lanjut mengalami dimensia. Agar tidak terkena dimensia, berikut ini do’a yang diajarkan Rasulullah saw.

صحيح البخارى – (ج 10 / ص 237)
كَانَ سَعْدٌ يُعَلِّمُ بَنِيهِ هَؤُلاَءِ الْكَلِمَاتِ كَمَا يُعَلِّمُ الْمُعَلِّمُ الْغِلْمَانَ الْكِتَابَةَ ، وَيَقُولُ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَتَعَوَّذُ مِنْهُنَّ دُبُرَ الصَّلاَةِ « اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ ، وَأَعُوذُ بِكَ أَنْ أُرَدَّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ
فِتْنَةِ الدُّنْيَا ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ

Saad mengajari anak-anaknya do’a seperti halnya seorang guru mengajari menulis. Ia berkata, sesungguhnya Rasulullah saw diujung sholatnya berlindung kepada Allah dari hal-hal berikut. “Ya Allah aku berlindung kepadamu dari sikap lemah, aku berlindung kepadamu dari kepikunan, dan aku berlindung kepadamu dari fitnah dunia serta aku berlindung kepadamu dari azab kubur. (HR. Bukhari)

Pada tempat lain yang diriwayatkan Anas bin Malik beliau bersabda

صحيح البخارى – (ج 21 / ص 189)
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ – رضى الله عنه – قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَتَعَوَّذُ يَقُولُ « اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْكَسَلِ ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْهَرَمِ ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْبُخْلِ

Dari Anas bin Malik ra berakata, Rasulullah saw memohon perlindungan kepada Allah sebagai berikut. “Ya Allah aku berlindung kepadamu dari rasa malas, aku berlindung kepadamu dari sikap lemah, aku berlindung kepadamu dari pikun dan aku berlindung kepadamu dari sifat bakhil. (HR. Bukhari)

Sayid Sabiq dalam Fiqh Al Sunnah mengatakan do’a tersebut baik dibaca setiap usai sholat fardhu. Begitupun Imam As Syaukani dalam kitab Nailul Authar menempatkan hadis tentang do’a tersebut pada bab zikir dan do’a setelah sholat.

Tidak ada orang yang kepengen kena kepikunan, karena selain tidak lagi bisa menikmati hidup juga akan merepotkan orang lain. Dokter ahli jiwa punya resep macam-macam agar otak tetap sehat dan tidak pikun. Tetapi cara Abduh saya yakin lebih mantab. Wallahu’alam

Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE