Perkaderan yang Menggembirakan
PERKADERAN adalah ruh dari sistem dan proses regenerasi kepemimpinan dalam suatu organisasi. Tanpa ada regenerasi dalam organisasi, organisasi tersebut kehidupannya tidak akan bertahan lama. Dalam realitanya, ketika seorang anggota organisasi yang sudah lama dan sudah merasa harus mengakhiri/ sudah selesai amanah di organisasi tersebut, maka anggota itu pun akan keluar. Keluar untuk menjalani kehidupan baru yang sudah direncanakannya. Lantas bagaimana dan siapa yang akan melanjutkan kehidupan organisasi tersebut? Jawabannya adalah kelanjutan organisasi tersebut akan dilanjutkan oleh generasi yang sudah disiapkan yang disebut sebagai kader. Tentu dalam menyiapkan kader membutuhkan sebuah proses yang disebut dengan perkaderan.
Hal ini juga berlaku pada Ikatan kita, yaitu Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) yang sudah berumur lebih dari 54 tahun. Dalam perjalanan hidupnya tentu sudah banyak manusia yang keluar masuk di Ikatan ini, sehingga wajar manakala IMM sebagai sebuah ortom (Organisasi Otonom) organisasi Islam bernama Muhammadiyah yang ditugaskan di ranah mahasiswa disebut dengan organisasi perkaderan. IMM disebut demikian karena diharapkan kader-kader yang telah selesai dari IMM bisa melanjutkan cita-cita Muhammadiyah. Akan tetapi alangkah mirisnya, manakala IMM di beberapa tempat mengalami kelesuan dalam proses perkaderannya, sehingga perkaderan IMM belum terasa kegembirannya. Kehidupan ber-IMM yang manakala dewasa ini tidak didasarkan pada ruhul ikhlas dan ruhul jihad, suatu saat akan berdampak dalam kehidupan organisasi dan gerakannya. Kepentingan-kepentingan di luar perkaderan di agenda-agenda perkaderan adalah salah satu contoh bagaimana dasar perkaderan belum menjadi pijakan.
Perkaderan dalam tubuh Ikatan digerakkan oleh Instruktur sebagai pelaku perkaderan IMM. Instruktur menggerakkan agenda-agenda perkaderan serta subyek yang dikader. Dalam menggerakkan perkaderan ternyata Instruktur dihadapkan pada stigma yang telah berkembang yaitu “Perkaderan adalah jalan sunyi”. Lantas memang benarkah demikian? Instruktur yang mempunyai semangat pengabdian dalam proses kaderisasi memiliki posisi yang sangat penting. Instruktur pula penjaga dan penyalur ideologi dalam proses ideologisasi ikatan dalam perkaderan. Memang peran instruktur tidak begitu eksis. Akan tetapi ketika kita membayangkan di Ikatan kita tidak ada yang menjaga ideologi, bagaimana kehidupan berIMM kader-kadernya? Dengan ikhlas, instruktur rela kemanapun, kapanpun, dan bagaimanapun untuk menyebarkan ideologi ikatan. Mencetak kader-kader ikatan guna keberlangsungan hidup ikatan.
Memang tidak mudah dalam mengelola perkaderan. Apalagi yang dikelola adalah seorang manusia yang sudah menjadi mahasiswa. Tapi marilah sebaiknya kita berpijak dalam perkaderan yang memanusiakan manusia. Seperti yang dijelaskan oleh Aristotels, dalam sebuah proses pendidikan maka sadarkanlah peserta didik bahwa mereka itu manusia. Dalam konteks perkaderan, sadarkanlah bahwa kader itu adalah seorang kader. Berikan asupan bahwa hal yang harus dicari adalah buah kesadaran dan buah pengetahuan.
Maka, ketika kita sudah tahu stigma bahwa perkaderan adalah jalan sunyi bagi instruktur. Sudah saatnya instruktur menggembirakan perkaderan tersebut. Dimanapun, kapanpun dan bagaimanapun caranya agenda-agenda perkaderan harus menggemberikan, pelakunya pun harus gembira. Sehingga dalam berorganisasi kita tetap bisa menjaga agenda-agenda perkaderan dengan baik. Dengan kegembiraan yang diiringi ruhul ikhlas dan ruhul jihad, maka akan mampu menangkis kepentingan-kepentingan yang tidak berpihak pada perkaderan.
Masih teringat di benak penulis, ketika perhelatan Darul Arqom Madya Pimpinan Cabang (DAM PD) IMM Kudus. Salah satu pembicaranya adalah Ayahanda Tafsir selaku Ketua Pimpinan Wilayah Muhamamdiyah Jawa Tengah (PWM Jateng). Seperti teknis biasanya, kami saling menghubungi untuk mengingatkan bahwa Pkl. 20.00 WIB beliau memiliki jadwal mengisi materi. Kebetulan Ayahanda Tafsir sedang di Solo, sehingga beliau langsung ke Kudus setelah ada agenda dari Solo. Bersama sopir dan mobil sebagai kendaraannya, beliau tiba di Villa Colo (tempat agenda diselenggarakan) Pkl. 21.00 WIB. Penulis pun terharu manakala mobil langsung bisa ke tempat agenda. Padahal jalan menuju lokasi acara memiliki sudut kemiringan yang cukup curam. Sampai ke tempat agenda, penulis tahu bahwa Ayahanda Tafsir lelah. Akan tetapi semangat untuk berbagi pengetahuan dan bersilaturahmi dengan kader-kader membuat rasa lelah beliau tidak terasa. Hingga akhirnya dimulailah diskusi tentang buku beliau yaitu Jalan Lain Muhammadiyah bersama para peserta.
Adapun yang menjadikan kita bergembira dalam proses perkaderan adalah tentang bagaimana kita gembira melihat kader-kader yang ikhlas mau berproses. Tentang bagaimana kita cinta terhadap Ikatan. Tentang bagaimana pahala yang akan kita dapatkan kelak. Dan tentang bagaimana kita selaku instruktur dapat mengaktualisasikan kemampuan kita supaya bermanfaat.
Oleh: Roynaldy Saputro/ Instruktur Madya IMM | Editor: Tuti Astha3