Muktamar Muhammadiyah dan Aisyiyah. Tafsir: Peran perempuan di Muhammadiyah sesuai dengan zaman
SLEMAN – Sejak awal berdirinya, Muhammadiyah telah memberi ruang yang cukup maju bagi perempuan untuk berkiprah di ruang publik. Pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan nampaknya sadar betul akan pentingnya memajukan kaum perempuan, sebelum akhirnya mendirikan Aisyiyah. “Melihat kepedulian KH Ahmad Dahlan terhadap kaum perempuan dalam memberikan ruang kepada perempuan di ranah publik, menunjukkan bahwa corak teologi Muhammadiyah sangatlah progresif dan inklusif, jauh dari corak puritan dan eksklusif sebagaimana corak teologi salaf,” kata Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah, Drs. H. Tafsir, M.Ag dalam seminar publik Pandangan Muhammadiyah Terhadap Perempuan Tinjauan Teologis dan Praksis di Auditorium Stikes Aisyiyah Yogyakarta belum lama ini.
Menurut Tafsir, jika direnungkan, kepedulian KH Akmad Dahlan telah membawa perempuan pada peran yang luas di wilayah kultural dan sosial, terbebas dari pengucilan dan subordinasi sebagaimana harapan kaum feminis. Dalam perkembangannya Muhammadiyah memberikan ruang yang membahas persoalan perempuan sebagai landasan normatif dan teologisnya. Hal itu terdapat dalam Himpinan Putusan Tarjih (HPT), Adabul Mar`ah fil Islam, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Muhammadiyah dan sekelumit dalam Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Abad Kedua. “Muhammadiyah telah memberi ruang yang cukup bagi perempuan untuk mengambil peran di ruang publik,” ungkap Tafsir.
Tafsir menegaskan bahwa teks-teks hadits yang dilematis dan misioginis seperti larangan bepergian tanpa didampingi mahrom, larangan menjadi hakim atau hadist-hadist misioginis lainnya telah dikontekstualisasikan dengan situasi zaman yang ada. Sehingga kaum perempuan tak ada hambatan lagi untuk beraktivitas lebih luas baik secara sosial maupun kultural. “Ruang publik bagi perempuan di Muhammadiyah semakin berpeluang untuk selalu sesuai dengan konteks zaman. Sebab Muhammadiyah dalam berisimbath hukum (di luar Quran dan Sunnah) tidak hanya mengacu pada pendapat ulama salaf (masa lalu) tetapi juga ulama kholaf (masa kini),” tegas Tafsir.