Mengkaji Keunggulan Bahasa dan Sastra Al-Qur’an
PWMJATENG.COM – Al-Qur’an merupakan kitab samawi yang diturunkan Allah kepada nabi besar Muhammad SAW, sebagai mukjizat terbesar dan abadi yang tidak dapat dibantah maupun ditandingi oleh manusia dalam segi apapun. Al-Qur’an diturunkan di Arab sehingga bahasa yang digunakan adalah Bahasa Arab namun tidak semua masyarakat Arab mampu memahami bahasa al-Qur’an karena bahasa yang digunakan al-Qur’an adalah bahasa yang istimewa, tidak seperti Bahasa Arab pada umumnya.
Para ulama ulumul qur’an telah menjelaskan bahwa bahasa al-Qur’an memiliki keunggulan balaghah tertinggi dibandingkan dengan Bahasa Arab non al-Qur’an. Balaghah adalah suatu penyampaian makna ke dalam hati melalui gambaran dan lafal yang indah. Keunggulan Bahasa Arab al-Qur’an terletak pada susunan kalimatnya yang indah, pemilihan bahasa yang bagus, serta penempatan kosakata yang seimbang, dan keunggulan bahasa al-Qur’an tersebut tidak terlepas dari unsur- unsur yang dibahas dalam ilmu balaghah salah satunya adalah ilmu bayani.
Definisi dan Kajian llmu Bayani
Secara bahasa bayan adalah terbuka atau jelas sedangkan secara istilah ilmu bayani yaitu ilmu untuk mengetahui tentang tata cara pengungkapan suatu makna dengan menggunakan susunan kalimat yang berbeda-beda penjelasannya (dari yang jelas, kurang jelas, dan lebih jelas). Dalam kitab Ilmu Bayan.15 karya Asep M Tamam ilmu bayani bertujuan untuk menjelaskan makna yang tersembunyi di balik teks, maksudnya adalah menjelaskan makna yang abstrak/non fisik dengan ungkapan yang menunjukkan makna konkret atau sebaliknya.
Ilmu bayani mengajarkan bahwa bahasa adalah suatu sistem ujaran yang memungkinkan sedikitnya kata bisa memberi banyak makna dan sebuah makna bisa diekspresikan dengan beragam cara. Bidang kajian ilmu bayani adalah tasybih, kinayah, dan isti’arah, ketiga bidang kajian ilmu bayani tersebut memiliki peran yang sangat besar untuk mengkaji keindahan bahasa al-Qur’an.
Penggunaan Tasybih, Kinayah, dan Isti’arah Dalam Al-Qur’an
1. Tasybih
Para sastrawan Arab menjelaskan bahwa tasybih merupakan elemen vital dalam karya sastra. Secara etimologis tasybih berarti penyerupaan, sedangkan secara terminologis tasybih adalah menyerupakan dua perkara atau lebih yang memiliki kesamaan dalam hal tertentu. tasybih memiliki empat unsur utama, yaitu; sesuatu yang diperbandingkan (al-musyabbah), obyek perbandingan (al-musyabbah bih), alasan perbandingan (wajh al-syibh), dan perangkat perbandingan (adat al-tasybih). Tasybih berfungsi untuk memperjelas makna serta memperkuat maksud dari sebuah ungkapan. Contohnya adalah firman Allah dalam Qs. Al-Baqarah [2]:25 tentang kabar gembira bagi orang yang beriman dan berbuat baik.
وَبَشِّرِ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ أَنَّ لَهُمۡ جَنَّٰتٖ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُۖ كُلَّمَا رُزِقُواْ مِنۡهَا مِن ثَمَرَةٖ رِّزۡقٗا قَالُواْ هَٰذَا ٱلَّذِي رُزِقۡنَا مِن قَبۡلُۖ وَأُتُواْ بِهِۦ مُتَشَٰبِهٗاۖ وَلَهُمۡ فِيهَآ أَزۡوَٰجٞ مُّطَهَّرَةٞۖ وَهُمۡ فِيهَا خَٰلِدُونَ ٢٥
Sebuah perumpamaan yang dapat memikat hati masyarakat Arab, jika mereka beriman dan berbuat baik maka baginya surga yang penuh dengan air, buah-buahan, dan isteri-isteri. Tidak bersahabatnya kondisi alam membuat mereka kekurangan sumber mata air, dan kesulitan dalam mendapatkan bahan makanan, serta kurangnya waktu berkumpul dengan istri. Sedangkan air, makanan dan istri adalah adalah kebutuhan fisik dan biologis manusia. Oleh karena itu untuk menggugah keyakinannya dan supaya mereka mau beriman terhadap risalah yang dibawa nabi maka Al-Qur’an menjelaskan surga dengan gaya bahasa tasybih.
2. Kinayah
Kinayah adalah mengungkapkan kata, tetapi yang dimaksud bukan makna dari kata itu, sekalipun bisa dibenarkan kalau dipahami sesuai dengan makna dasarnya. Misalnya dalam peribahasa Arab” طويل اليد (tangan panjang). Di kalangan orang Arab sangat popular istilah “alyad al-thawilah” untuk menyebut (sebagai kinayah) kepada seseorang yang suka memberi atau membantu. Contohnya adalah firman Allah dalam Qs. Al-Zukhruf [43]:18
أَوَ مَن يُنَشَّؤُاْ فِي ٱلۡحِلۡيَةِ وَهُوَ فِي ٱلۡخِصَامِ غَيۡرُ مُبِينٖ ١٨
Dalam artikel yang berjudul “ I’jaz Bayani Menurut Al-Rumani Dalam Al-Nukat Fi I’jaz Al-Qur’an” dijelaskan bahwa lafal “man yunasysya`u fi Al-hilyati” (orang yang dibesarkan dalam keadaan berperhiasan) adalah kinayah bagi seorang wanita. Karena yang sering berhias dan berdandan, serta tidak memiliki kekuatan dalam pertengkaran adalah wanita. Jadi konteks ayat di atas sebagai kinayah bagi orang perempuan Arab jahili yang memiliki kebiasaan berhias diri dan tidak punya kekuatan.
3. Isti’arah
Isti’arah secara bahasa adalah meminta pinjaman, maksudnya adalah meminjam kata lain karena adanya suatu perbandingan ataupun faktor-faktor lainya. Peminjaman dalam al-Qur’an bertujuan untuk menarik perhatian para pendengar dan pembaca Al-Qur’an. Contohnya adalah peminjaman kata ٱلظُّلُمَٰتِ yang digunakan untuk mengungkapkan makna kesesatan dan kata ٱلنُّورِ untuk mengungkapkan makna hidayah yang terdapat dalam surah Ibrahim [14]:1.
الٓرۚ كِتَٰبٌ أَنزَلۡنَٰهُ إِلَيۡكَ لِتُخۡرِجَ ٱلنَّاسَ مِنَ ٱلظُّلُمَٰتِ إِلَى ٱلنُّورِ بِإِذۡنِ رَبِّهِمۡ إِلَىٰ صِرَٰطِ ٱلۡعَزِيزِ ٱلۡحَمِيدِ ١
Kata ٱلظُّلُمَٰتِ dan ٱلنُّورِ pada ayat di atas adalah isti’arah, karena yang dikehendaki bukanlah makna sebenarnya, kata ٱلظُّلُمَٰتِ yang bermakna kegelapan digunakan sebagai makna kesesatan dan kata ٱلنُّورِ yang bermakna cahaya digunakan sebagai makna hidayah (petunjuk). Hubungan antar keduanya adalah karena adanya keserupaan yaitu antara makna kesesatan dengan kegelapan dan makna petunjuk dengan cahaya.
Dari penjelasan di atas tidak diragukan lagi bahwasanya Bahasa Arab yang digunakan oleh al-Qur’an bukanlah Bahasa Arab yang digunakan oleh masyarakat Arab umumnya dalam kehidupan sehari-hari, hal itu terlihat jelas bagaimana cara al-Qur’an menyampaikan pesanya sehingga dapat menarik perhatian para pembaca dan pendengarnya. Kehadiran ilmu bahasa seperti ilmu bayani menjadi alat bantu dalam mengkaji keindahan bahasa dan sastra al-Qur’an sekaligus mengungkap makna yang terkandung di dalamnya.
Editor : M Taufiq Ulinuha