Kritik Dosen Lewat FB, Mahasiswa STIKES Muhammadiyah Klaten Diseret ke Meja Hijau
KLATEN – Gara-gara mengkritik dosennya di akun Facebook (FB), seorang mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Muhammadiyah Klaten dan seorang alumnus mahasiswa di kampus setempat terpaksa duduk di kursi pesakitan di Pengadilan Negeri (PN) Klaten, Kamis (7/5/2015). Keduanya dilaporkan salah satu dosen mereka, Hisyam Mawardi, ke Polres Klaten pada Juni 2013 karena dugaan pencemaran nama baik. Dua aktivis mahasiswa yang telah berstatus tersangka tersebut adalah Dimas dan Fajar Purnomo (alumni Stikes Muhammadiyah Klaten). Dimas tercatat sebagai Ketua Komisariat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) kampus tersebut, sedangkan Fajar adalah mantan Presiden Mahasiswa periode 2011/2012 perguruan tinggi (PT) setempat.
Kasus tersebut berawal saat Dimas, Fajar dan sejumlah mahasiswa mengadakan diskusi di grup tertutup Facebook. Mereka membahas tentang kondisi kampus, terutama terkait tidak adanya transparansi konsep dan pola rekrutmen panitia pengenalan program studi dan masa ta’aruf di PT setempat. Dari diskusi tertutup tersebut, mahasiswa memang sempat menyebut salah satu dosen yang mereka anggap terlibat dalam program tersebut.
Dalam diskusi internal itu, ternyata keduanya menyebut Mawardi bukan orang Muhammadiyah. Hal ini membuat Mawardi berang. Hingga akhirnya, Mawardi yang memperoleh kabar tersebut dari rekannya, Choirul Hana Mustofa, langsung melaporkan ke aparat Polres Klaten sebelum dilimpahkan ke JPU dan memasuki persidangan.
Oleh jaksa penuntut umum (JPU), mahasiswa Muh. Dimas Yulian Saputra, 21, dan alumni mahasiswa, Fajar Purnomo, 24, didakwa melanggar Pasal 27 ayat 3 jo Pasal 45 UU No. 11/2008 tentang Undang-Undang Informasi Teknologi dan Elektronika (UU ITE) dan Pasal 310 Kita Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Pencamaran Nama Baik.
Sidang perdana yang dimulai Kamis (7/5), pukul 10.50 WIB-11.10 WIB dijaga ekstra ketat aparat Polresta Klaten. Sidang dengan nomor perkara 23/Pid.Sus/2015/PN.Kln diketuai majelis hakim, Sagung Bunga Maya Saputri Antara dengan dua anggotanya, Arif Winarso dan Dian Herminasari.
Bertindak sebagai JPU, Sri Lestari. Sedangkan, terdakwa Dimas yang berasal dari Kebonarum dan Fajar Purnomo dari Kalikotes didampingi tim penasihat hukumnya, yakni H.M. Reskams Bindariim cs. Sembari menjalani masa persidangan, Dimas dan Fajar ditetapkan sebagai tahanan kota oleh PN Klaten.
Berdasarkan pembacaan dakwaan JPU, Dimas dan Fajar dinilai telah melakukan pencemaran nama baik terhadap salah seorang dosen, H. Mawardi di akun FB, Kamis 20 Juni 2013. Apa yang dilakukan Dimas dan Fajar dinilai telah menyerang Mawardi di depan publik. “Dalam kesempatan itu [diskusi di FB] ada muatan penghinaan dan pencemaran nama baik. Makanya didakwa UU ITE dan pencemaran nama baik,” kata JPU, Sri Lestari, seusai sidang.
Menyikapi dakwaan tersebut, tim penasihat hukum terdakwa merasa heran karena menganggap diskusi yang dilakukan kliennya termasuk kritik biasa. Dalam diskusi itu tidak ditemukan unsur pencemaan nama baik. “Kami heran kenapa ada dakwaan UU ITE juga. Padahal, itu dilakukan di grup internal kampus di akun FB. Grup itu hanya bisa diakses orang internal kampus. Hal ini akan kami jadikan salah satu materi dalam eksepsi ke depan,” kata penasihat hukum terdakwa, Reskams Bindariim.
Ketua hakim majelis PN Klaten, Sagung Bunga Maya Saputri Antara, mempersilakan tim penasihat hukum untuk menanggapi materi dakwaan JPU untuk dibacakan di sidang pekan depan. ”Sidang ditunda Rabu [13/5/2015] pekan mendatang,” katanya.
Mahasiswa Ingin Selesai Secara Damai
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (Stikes) Muhammadiyah Klaten meminta kasus pencemaran nama baik salah satu dosen yang menyeret dua aktivis perguruan tinggi (PT) setempat diselesaikan secara damai. Mereka menilai kritikan kepada Stikes adalah hal yang wajar sebagai bentuk kepedulian mahasiswa terhadap kampus.
Wakil Presiden BEM Stikes Muhammadiyah Klaten, Pramusti Arnan Yunanto, mengatakan mahasiswa dan petinggi kampus setempat sudah beberapa kali menggelar audiensi. Bahkan, kasus pencemaran nama baik yang menyeret dua aktivis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Dimas dan Fajar Purnomo tersebut sudah menyepakati kesepakatan damai dengan pihak kampus beberapa bulan lalu.
Kesepakatan damai itu tertuang dalam surat pernyataan bermaterai yang ditandatangani kedua mahasiswa, ketua Stikes Muhammadiyah Klaten dan Bagian Kemahasiswaan. Namun, pihaknya heran kasus tersebut bisa kembali mencuat ke ranah hukum.
Sementara itu, Ketua Stikes Muhammadiyah Klaten, Sri Satiti, membantah pihak kampus selalu tertutup menangani masalah tersebut. “Kami bukannya menutup diri. Sebab, kami sudah sering menggelar audiensi kepada mahasiswa yang bersangkutan dalam menangani masalah tersebut,” terangnya. Lebih lanjut, pihaknya menginginkan agar kasus itu bisa diselesaikan secara damai. Pihaknya mengaku siap jika sewaktu-waktu diajak mahasiwa untuk menggelar audiensi kembali. “Harapan kami sebenarnya bisa segera diselesaikan secara kekeluargaan. Sebab, selama ini kami juga sudah melakukan pendekatan secara informal,” paparnya.
Kapolres Klaten, AKBP Nazirwan Adji Wibowo, dalam kesempatan terpisah memaparkan ancaman hukuman dalam kasus seperti ini bisa 10 tahun penjara. “Hingga saat ini, proses hukum kasus itu masih berlanjut. Penegakan hukum sudah profesional dan tidak ada yang kami tutup-tutupi. Kedua pelaku dijerat dengan pasal pencemaran nama baik serta Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik, ancamannya 10 tahun penjara,” tegasnya saat ditemui wartawan di Mapolres setempat.
Warga Muhammadiyah Klaten Kecam Langkah Dosen STIKES
Sejumlah warga Muhammadiyah di Klaten mengecam tindakan salah seorang dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Muhammadiyah, H. Mawardi, yang nekat menyeret mahasiswanya ke kursi pesakitan di Pengadilan Negeri (PN) Klaten, Kamis (7/5/2015).
Kecaman tersebut dilancarkan sejumlah warga Muhammadiyah saat digelar sidang perdana pencemaran nama baik yang dilakukan mahasiswa dan alumni STIKES Muhammadiyah Klaten masing-masing Muh. Dimas Yulian Saputra, 21, dan Fajar Purnomo, 24.
Aksi demonstrasi dilakukan puluhan warga Muhammadiyah dari unsur mahasiswa STIKES, Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) Klaten, dan Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Klaten. Dalam aksinya, mereka mendesak PN Klaten agar menjunjung tinggi keadilan.
Mereka menilai kasus pencemaran nama baik yang bermula dari diskusi internal di Facebook (FB) berakun STIKES Muhammadiyah Klaten tahun 2013 itu tak layak masuk meja hijau. Terlebih, kasus tersebut sudah diselesaikan di internal Muhammadiyah.
Pada kesempatan itu, mahasiswa juga menyuarakan aspirasi yang intinya mempertanyakan apakah kritik terhadap civitas akademika termasuk pencemaran nama baik? Apakah penyebutan status pernyataan juga termasuk pencemaran nama baik?“Kami sangat menyayangkan kejadian ini. Antara dosen dan mahasiswa itu tak ubahnya hubungan murid dan guru. Semuanya masih dalam satu keluarga. Jangan seorang guru justru memusuhi muridnya. Itu salah. Kasus ini sebenarnya sudah selesai di internal Muhammadiyah. Mereka yang bertikai sudah islah,” kata Wakil Sekretaris PDM Klaten, Jalil, di sela-sela aksi demonstrasi di depan PN Klaten.
Hal senada dijelaskan mantan Wakil Ketua Bidang Hikmah Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) Klaten, Gunawan Wakhid Hasyim. Ia menilai Muhammadiyah sudah bijaksana mengatasi perseteruan antara mahasiswa dengan dosennya tersebut.“Kami menilai, kasus ini tidak layak masuk ranah pidana. Soalnya, semuanya sudah selesai karena sudah dimediasi berulang kali,” katanya.
Salah satu orator yang juga mahasiswa STIKES Muhammadiyah Klaten, Agus, mengatakan kasus ini membuktikan bahwa mentalitas pendidik telah hancur. “Mestinya, seorang pendidik mendidik anaknya. Bukan justru menganiaya anak didiknya,” katanya.
Sementara, salah satu terdakwa, Fajar, mengaku juga terheran-heran dengan langkah yang diambil mantan dosennya itu. Terlebih, dirinya mengaku persoalan itu sudah selesai. Dirinya juga mengaku sudah minta maaf. “Diskusi itu awalnya guyon. Saya dengan Pak Mawardi juga tidak ada persoalan pribadi. Saya sudah minta maaf juga terkait masalah ini,” katanya.
Dikecam Warga Muhammadiyah dan Pengelola Kampus, Dosen STIKES Bergeming
Dosen STIKES yang juga sebagai pelapor dalam kasus pencemaran nama baik ini, Mawardi, mengaku langkahnya melaporkan Dimas dan Fajar lantaran didasari ingin memperjuangkan asas kebenaran. Dirinya terpaksa membawa kasus ini ke meja hijau karena sudah dua tahun tidak ada penyelesaian meskipun sudah dimediasi PDM Klaten. “Keduanya memang belum pernah meminta maaf kepada saya. Mereka justru mengaku benar terus terhadap masalah ini. Saya meyakini ada aktor lain di balik Dimas dan Fajar. Tapi, keduanya memilih bungkam. Makanya, ini harus diperjuangkan. Yang benar harus dikatakan benar, yang salah dikatakan salah di depan hukum. Saya ini bekerja di STIKES sejak 1993, tapi kok dianggap bukan orang Muhammadiyah,” kata Mawardi. “Setiap kali mediasi berlangsung, saya selalu diperlakukan tidak adil. Saya selalu disudutkan dan disalahkan dalam perkara ini. Mereka [Dimas dan Fajar] juga tak pernah minta maaf. Saat saya ke PDM, justru hal ini dianggap masalah kecil. Begitu juga di lingkungan kampus, saya justru yang disalahkan. Padahal, tuduhan yang dilakukan Dimas dan Fajar itu tidak benar [sudah terpublikasi di Facebook (FB). Kalau sudah seperti itu, masak saya diam saja,” katanya.
Pada kesempatan itu, Mawardi menegaskan tak terlalu memikirkan kecaman warga Muhammdiyah Klaten terkait tindakannya yang melaporkan mahasiswanya hingga ke meja hijau. Apa yang sedang diperjuangan di mata hukum ini dalam rangka mendidik mahasiswanya agar tidak sembrono dalam bersikap. Segala sesuatu harus disesuaikan dengan data dan fakta. “Di FB saya dianggap bukan orang Muhammdiyah, lalu ada desakan dipecat dan sebagainya tanpa alasan yang jelas. Kalau ada orang PDM Klaten mengecam tindakan saya, saya menilai orang yang ngomong itu tidak melihat masalah ini secara komprehensif. Perlu diketahui, gara-gara kasus ini, saat ini saya juga diperlakukan tak adil oleh pengelola kampus karena telah diberi surat peringatan (SP) I tanpa alasan yang jelas,” katanya. (Shohib Angriawan, Ponco Suseno, Solopos.com/Editor: Fakhrudin)