Berita

KHUTBAH IDUL FITRI 1439 H: “MENGHADIRKAN ISLAM YANG RAHMATAN LIL’ALAMIN”

Oleh: Dr. Anjar Nugroho, S.Ag., M.S.I., M.HI (Dosen Fakultas Agama Islam UM Purwokerto)

Hadirin Jama’ah shalat Ied yang dirahmati Allah

Gema takbir berkumandang penanda berakhirnya rangkaian ibadah Ramadhan tahun ini. Rasa syukur kepada Allah atas nikmat sehat dan hidayah, sehingga Ramadhan yang penuh berkah dapat kita lewati dengan keikhlasan berpuasa, kekhusyu’an qiyamullail, kecerdasan dan ketekunan tadarrus dan ketulusan zakat fitrah. Insya Allah, sebagaimana janji Allah, kita memasuki babak baru kehidupan, sebagai manusia fitri dan hanif, yang bertaqwa, sehingga derajat kemanusiaan kita menghantarkan kita sebagai manusia yang benar-benar bermanfaat bagi umat dan masyarakat. Untuk itu kita patut memanjatkan puji kepada Sang Khaliq, penguasa alam semesta yang Rahman dan Rahim, Allah SWT.

Shalawat dan salam semoga Allah limpahkan kepada maha guru umat Muslim dan alam semesta, yang mengajari kita bagaimana sebagai hamba yang beriman dan shaleh, karena keteladannya keluar dari setiap kata dan perbuatannya, dialah Rasulullah SAW, khatamun nabiyyin.

Khutbah adalah sarana untuk saling mengingatkan akan kebaikan dan menumbuhkan spirit keberagamaan serta menyampaikan pesan-pesan taqwa, tak terkecuali khutbah Idul Fitri kali ini. Seluruh seruan mungkin lebih patut disampaikan kepada pribadi khatib sendiri, bersyukur jika bisa untuk menggugah kesadaran intelektual dan jihad sosial kita semua. Dalam kesempatan ini tema yang akan khatib angkat adalah tentang bagaimana menghadirkan Islam yang rahmatan lil’alamin dalam lingkungan kehiduan kita.

Hadirin Jama’ah shalat Ied yang berbahagia

Akhir-akhir ini kita disuguhkan dengan fenomena dan kejadian yang sangat memprihatinkan. Tindakan teror yang berlangsung di Jakarta, Surabaya, dan di beberapa tempat yang lain tepat di hari menjelang Ramadhan menggenapi beberapa perilaku teror yang juga telah berlangsung selama ini di tanah air. Apapun motif yang diusung pelaku, tindakan teror itu mengotori rasa kemanusiaan dan kemashlahatan yang menjadi inti agama manapun. Korban banyak berjatuhan, menumbuhkan pula trauma mendalam bagi masyarakat, seakan menjadi tujuan para pelaku teror. Jiwa yang begitu sangat dihargai dalam ajaran agama, salah satunya merujuk kepada konsep Imam Syathibi yang menempatkan perlindungan jiwa dalam unsur penting kemashlahatan, menjadi hal yang remeh temeh dan tiada harga bagi para pelaku teror. Sebenarnya ideologi apa yang ada dalam benak pelaku teror? Atau jangan-jangan mereka beranggapan bahwa yang mereka lakukan adalah bagian dari “jalan perjuangan”? mereka memperjuangakan apa?

Yang jelas para pelaku teror tidak memperjuangan syari’at Islam, bahkan apa yang mereka lakukan sangat bertentangan dengan ajaran Islam. Syari’at pada prinsipnya mengacu kepada kemaslahatan manusia. Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh jumhur ulama, setiap hukum (Syarî’at) itu terkandung kemaslahatan bagi hamba Allah (manusia), baik kemaslahatan itu bersifat duniawi maupun ukhrawi. Oleh karena itu setiap muslim,dalam perilaku keagamaannya dalam kehidupan, harus berpatokan kepada tujuan-tujuan syara’, sehingga apapun yang mereka lakukanmenghasilkan kemaslahatan umat manusia. Inilah yang dimaksud dengan rahmatan lil’alamin.

Hadirin Jama’ah shalat Ied yang mulia

Islam dalam misinya adalah rahmatan lil’alamin, menghantarkan kehidupan yang harmonis, aman, damai, adil dan sejahtera. Tidak ada pendhalilman dari manusia yang satu kepada manusia yang lain. Jika masih ada pendhaliman, salah satu menyakiti bahkan membunuh yang lain, maka misi agama dalam kehidupan masih belum tercapai.Hal ini didukung beberapa informasi ayat al-Qur’an sebagai berikut:

Q.S. al-Anbiya: 107 

Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.

Q.S. an-Nahl: 89 

(Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.

 Perjuangan Islam era Nabi mencerminkan gerakan sosial Islam untuk umat manusia yang bebas dari segala bentuk penganiayaan dan eksploitasi manusia satu kepada manusia yang lain. Gerakan memerdekaakan budak adalah implementasi kongkretnya. Di era di mana perbudakan menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan masyakarakat Arab, Nabi menggencarkan ajaran Islam mulia yaitu memerdekakan budak-budak itu. Walau gerakan ini tidak serta merta menghapus perbudakan sampai Nabi wafat, tetapi semangat menghapus penindasan dan pendhaliman menjadi bagian tak terpisahkan dalam sejarah awal Islam. Para pemeluk agama Islam yang pertama banyak dari mawali (budak yang telah dimerdekakan). Sehingga banyak sahabat yang dulunya adalah seorang budak. Mereka diantaranya adalah Bilal, Syu’aib, salman, Zaid bin Haritsah, Abdullah ibn Mas’ud, dan ‘Ammar bin Yassir.

Jama’ah shalat Ied yang dirahmati Allah

Masih merujukera Nabi, untuk menunjukkan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam semesta, dalam situasi perang sekalipun, jatuhnya korban sebisa mungkin bisa diminimalisir, dan jangan sampai orang-orang yang tidak berdosa (dalam konteks ini anak-anak dan perempuan) menjadi korban. Pesan Allah dalam Qs. Al-Mumtahanan/60: 8, bisa menjadi pedoman:

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”.

Kata dhamir hum pada ayat itu merujuk kepada orang kafir yang hidup damai berdampingan dengan umat Islam. Bahkan kalau diperhatikan pada ayat sebelumnya (Qs. Al-Mumtahanan/60: 7), justru Allah menganjurkan untuk mencurahkan kasih sayang kepada mereka.

“Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang antaramu dengan orang-orang yang kamu musuhi di antara mereka. dan Allah adalah Maha Kuasa. dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

Lebih dari itu, Islam juga menetapkan aturan main untuk berjihad dalam arti perang berupa batasan untuk tidak memerangi anak-anak, wanita, dan orang jompo, sebab mereka adalah kaum lemah yang tidak pantas untuk menjadi korban, sehingga mereka harus dilindungi. Aturan yang sungguh mulia ini Allah tetapkan dalam (QS. Al-Baqarah/2: 190):

“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, Karena Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”

Sangat jelas dan gamblang bagaimana Islam anti terhadap berbagai tindakan kekerasan dan perampasan hak hidup dengan sewenang-wenang. Sangat salah jika Islam, hanya karena ada oknum yang kebetulan beragama Islam melakukan tindakan teror, dikatakan sebagai agama teror dan teroris atau setidaknya agama radikal.

Jama’ah shalat Ied yang berbahagia

Pada sisi lain Islam memberi pelayanan dan kepedulian kepada kaum lemah (dhu’afa/mustadh’afin) secara nyata. Ajaran tentang infaq, shadaqah dan zakat adalah instrumen penting membangun umat yang sejahtera tanpa ada kesenjangan terlalu lebar antara yang kaya dan miskin. Karena kemiskinan adalah penyakit yang bisa mengantarkan seseorang kepada kekafiran. Solidaritas Islam terbentuk melalui gerakan sosial yang nyata, dan banyak ayat al-Qur’an yang berbicara dalam soal ini. Pada akhirnya gambaran masyarakat ideal tertuang dalam Q.S. Ali Imran: 110 berikut:

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan  kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”

Itulah gambaran tentang wajah Islam yang rahmatan lil’alamin, gambaran tentang agama yang sangat membenci segala macam perilaku teror dan sebaliknya sangat menganjurkan kepada umatnya untuk santun dan menyantuni, bergaul penuh rasa tasamuh (toleransi) dan beramal nyata untuk kehidupan dan kemanusiaan. Inilah Islam otentik seperti yang diajarkan Rasulullah saw, Islam rahmatan lil’alamin. (*)

Aji Rustam

Jurnalis MPI PWM Jateng, Wartawan Seniour TribunJateng

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tidak bisa menyalin halaman ini karena dilindungi copyright redaksi. Selengkapnya hubungi redaksi melalui email.

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE