KH. Tafsir: Batas Usia 40 Tahun Sudah Sesuai Petunjuk Al-Qur’an
PWMJATENG.COM, Semarang – Beberapa hari terakhir, Indonesia sedang disibukkan dengan berbagai dinamika politik kebangsaan jelang Pemilu 2024. Batas usia Capres dan Cawapres pun sempat digugat oleh berbagai elemen masyarakat, yang pada akhirnya diputuskan oleh MK, baik terkait batas minimal ataupun batas maksimal.
Terlepas dari berbagai dinamika, Ketua PWM Jawa Tengah Dr. KH. Tafsir, M.Ag. memiliki pandangan terkait batas minimum Capres dan Cawapres, sebagaimana yang termaktub dalam UU UU Nomor 7 Tahun 2017 yakni 40 tahun.
Ia menyampaikan bahwa pada kepemimpinan tertentu, seseorang tidak terikat pada umur melainkan kedewasaan yang dimilikinya. Sedangkan kedewasaan tidak selamanya terikat pada angka (usia).
“Kalau kita melihat Al-Qur’an, kedewasaan manusia itu, kalau mengacu pada Surat Al-Ahqaf ayat 15, usia 40 tahun. Maka, tokoh-tokoh muda, KH. Ahmad Dahlan (ketika) muda, pasti masih di bawah 40 tahun ketika memelopori berdirinya Muammadiyah,” ucap Kiai Tafsir, Sabtu (21/10/23) di Kantor PWM Jawa Tengah.
Doktor Studi Islam UIN Walisongo Semarang ini menambahkan bahwa terdapat para pemuda di masa Rasulullah Saw. dan sahabat, yang mampu menjadi tokoh-tokoh pemimpin hebat, salah satunya Ali bin Abi Thalib R.a.
“Artinya apa, dewasa tidak selamanya terikat dengan angka (usia). Tetapi, dewasa ditunjukkan melalui tiga hal,” imbuhnya.
Baca juga, Tanggapi Putusan MK, Ketua PWM Jateng: Politik Dinasti Harus Disikapi Secara Arif
Menurut KH. Tafsir, tiga hal yang menunjukkan kedewasaan seseorang, khususnya calon pemimpin, ialah:
- Moral.
- Intelektual.
- Sosial.
“Kedewasaan inilah yang menentukan berhasil tidaknya seorang pemimpin. Hanya kemudian kita ramai ribut karena sebuah Undang-undang kemudian mau diubah, seolah-olah hanya untuk kepentingan sesaat, atau kepentingan orang tertentu,” ungkapnya.
Syarat usia 40 tahun, menurutnya, diadopsi oleh para pembentuk Undang-undang dari Surat Al-Ahqaf ayat 15.
وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ اِحْسَانًا ۗحَمَلَتْهُ اُمُّهٗ كُرْهًا وَّوَضَعَتْهُ كُرْهًا ۗوَحَمْلُهٗ وَفِصٰلُهٗ ثَلٰثُوْنَ شَهْرًا ۗحَتّٰىٓ اِذَا بَلَغَ اَشُدَّهٗ وَبَلَغَ اَرْبَعِيْنَ سَنَةًۙ قَالَ رَبِّ اَوْزِعْنِيْٓ اَنْ اَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِيْٓ اَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلٰى وَالِدَيَّ وَاَنْ اَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضٰىهُ وَاَصْلِحْ لِيْ فِيْ ذُرِّيَّتِيْۗ اِنِّيْ تُبْتُ اِلَيْكَ وَاِنِّيْ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ
“Kami wasiatkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandung sampai menyapihnya itu selama tiga puluh bulan. Sehingga, apabila telah dewasa dan umurnya mencapai empat puluh tahun, dia (anak itu) berkata, “Wahai Tuhanku, berilah petunjuk agar aku dapat mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku, dapat beramal saleh yang Engkau ridai, dan berikanlah kesalehan kepadaku hingga kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada-Mu dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang muslim.”
“Artinya apa, bagaimana kemudian Al-Qur’an sudah diimplementasikan dalam konteks kepemimpinan di Indonesia. Yakni 40 tahun. Walaupun 40 tidak selamanya persis, kisaran 40, bisa lebih bisa kurang,” tegasnya.
Editor : M Taufiq Ulinuha