Guru: Pahlawan Kesehatan Mental
Oleh: Balkis Arifiani, S.Pd
PWMJATENG.COM, Dalam undang undang nomor 14 tahun 2005 bahwa profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip tertentu. Prinsip tersebut antara lain memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Sedangkan dalam kode etik guru UU No. 14 2005 pasal 41 adalah: 1. Guru dapat membantu organisasi profesi bersifat independen. 2. Organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berfungsi untuk memajukan profesi, meningkatkan profesi kompetensi, karir, wawasan kependidikan.
Guru adalah pahlawan tanda jasa dalam peranya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan label pahlawan merupakan kehormatan yang tidak bisa dimaterilkan. Banyak hal-hal seru menjadi guru. Menjadi orang tua bukan hanya satu anak saja, itu merupakan keseruan. Merangkai berbagai kecerdasan IQ dan EQ yang berbeda agar menjadi senada, menjadi adil dan bijaksana untuk semua pihak, menyampaikan materi agar terserap oleh seluruh siswa (diferensiasi), belum lagi berbagai keunikan karakter setiap siswa.
Lebih suka dengan kata menjadi guru adalah amanah, dimana orang tua murid percaya seratus persen dari pukul 07:00-10:30 (kelas 1), jika kelas tinggi 07:00-12:30, maka amanah tersebut harus kita jaga dan terawat oleh karakter yang baik dan benar. Guru harus memiliki konsep dalam diri ‘lifelong learner’ belajar sepanjang hayat , menjadi guru kreatif dan inovatif , guru yang mampu mengoptimalkan teknologi meski jauh dari kata mahir, paling tidak guru mampu menggunakan fasilitas-fasilitas teknologi yang ada,serta guru dapat merefleksikan atau mengevaluasi kekurangan-kekurangan agar menjadi menu yang pas. Dan menjadi guru mendidik dengan pendidikan empati maka terbitlah murid yang memiliki golden karakter.
Baca juga: Tanamkan Kemandirian Melalui Bumi Perkemahan
Pendidikan itu seperti meja makan, ada makanan yang disajikan sesuai gizi atau tidak, dan ada koki yang memasak sehingga sedap dan pas gizi ketika disantap. Kurikulum adalah standar gizinya, koki adalah kita guru sebagai penyaji, dan bahan bahan masak adalah siswa, kita racik dengan baik dan benar dengan standar gizi dan perubahan-perubahan zaman serta perbedaannya generasi ke generasi. Koki untuk kecerdasan masa depan bangsa Indonesia, yang nantinya menjadi generasi emas.
Tak hanya itu saja guru juga bisa menjadi konselor untuk pendampingan emosi anak yang sering berubah ubah. Guru harus tahu tentang ilmu emosi meski tidak menyeluruh. Emosi adalah tanggapan seseorang ketika dihadapkan pada situasi tertentu , bisa terpantik oleh rangsangan dari dalam diri atau bisa terpantik oleh lingkungan luar yang meliputi perubahan fisiologis dan psikologis. Emosi bersifat sesaat dan spontan.
Ada 8 emosi yang harus kita ketahui sehingga dalam berhadapan permasalahan murid minimal kita tahu tentang bagaimana solusinya. 8 emosi tersebut adalah: cinta kasih, sedih, takut, jijik, kenikmatan, malu, marah, terkejut. Berapa banyak kasus yang kita jumpai “kekerasan anak pada diri sendiri” mahasiswa yang seharusnya sudah bisa memilah dan memilih mana yang baik dan benar dan mana yang salah, kenyataannya masih ada mahasiswa yang frustasi bahkan sampai bundir (bunuh diri), maka dari sekolah dasar lah kita penuhi emosi murid meski kita (guru) tidak dua puluh empat jam bersama murid, kembali lagi kerana profesi ini adalah amanah.
Banyak penelitian yang mengatakan seperti bu Elly Risman begitu rapuhnya kantong emosi jika tidak terpenuhi, mudah berputus asa dan tidak mau pulang ke keluarga. Sedikit kita belajar tentang emosi, ketika kita melihat murid emosi yang dirasakan adalah emosi takut, maka tugas kita adalah melindungi, menemani, menenangkanya, dan dihilangkan rasa ancaman. Ketika kita merasakan murid emosi marah, tersinggung, merasa terganggu, kesal, sakit hati maka, kiat kita adalah memperlakukan adil, dipenuhi kebutuhan manusiawi, dan dimaafkan.
Ketika murid merasa malu maka tugas guru adalah mensupport dan tidak menyalahkannya. Atau ketika ketemu murid dalam situasi emosi kenikmatan, kebahagiaan,maka kita berilah kenyamanan, harapan dan kebahagiaan. Wah, begitu bahagianya murid ketika bertemu dengan guru yang bisa memahami emosi anak-anak meski tidak menyeluruh.
Banyak tugas tambahan guru selain jadi “Penyampai materi pelajaran mata pelajaran” maka tugas penting kita adalah “Pendidikan yang berdasarkan empati” semoga kelak bermunculan generasi-generasi tangguh generasi golden karakter. Dan satu lagi, guru mempunyai ruang luas untuk menjadi garda kesehatan mental murid, di sinilah Guru adalah Pahlawan Kesehatan Mental.
Kader Nasyiatul Aisyiyah Kota Tegal/ Guru SD N Tegalsari 5
Editor : M Taufiq Ulinuha