PWMJATENG.COM, Surakarta – Pergolakan demokrasi menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 menemui sorotan dari Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Prof. Dr. Aidul Fitriciada Azhari, S.H., M.Hum. Beliau menyuarakan keprihatinan dan keresahan sivitas akademika melalui penerbitan Maklumat Kebangsaan.
Maklumat Kebangsaan ini tidak hanya mencerminkan keprihatinan terhadap perkembangan demokrasi di Indonesia, tetapi juga mengeksplorasi nilai-nilai akademis dan intelektual yang menjadi landasan utama bagi warga Muhammadiyah. Prof. Aidul menjelaskan, “Menyangkut aspek akademis di dalamnya, nilai moral lebih utama daripada kepentingan politis, sehingga tidak ada kepentingan elektoral tertentu.”
Pada dasarnya, maklumat ini adalah hasil aktualisasi nilai-nilai intelektual warga Muhammadiyah yang terus bergelut dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Dalam konteks ini, Prof. Aidul menyampaikan, “Jadi kita menghimbau atau seruan moral kami semata-mata ditujukan kehidupan demokrasi yang kami rasakan semakin merosot.”
Guru Besar Ilmu Hukum UMS tersebut menyatakan bahwa maklumat ini adalah respons terhadap kondisi demokrasi yang semakin buruk, dan panggilan moralnya lebih kuat untuk mengekspresikan keprihatinan terhadap perkembangan demokrasi yang terus merosot.
Baca juga, Melanggengkan Tradisi Muhammadiyah Membela Palestina
Aidul Fitriciada Azhari mengklarifikasi bahwa gerakan Guru Besar dan akademisi tidak memiliki koneksi dengan koalisi masyarakat sipil tertentu, dan seruan ini murni berasal dari pertimbangan dan diskusi internal kampus.
Dalam menyikapi respons dari pihak Istana yang dianggap sebagai orkestrasi politik, Prof. Aidul menyatakan bahwa maklumat ini adalah orkestrasi kewarasan, nurani, dan moral. Ia menekankan bahwa kebijakan yang dikeluarkan bukanlah tindakan politis, melainkan upaya untuk mengingatkan akan pentingnya moralitas dalam kepemimpinan.
Lebih lanjut, Prof. Aidul mengungkapkan keprihatinan terkait isu nepotisme yang semakin menguat. Ia mengingatkan bahwa nepotisme pernah menjadi sorotan di awal era Reformasi, dan gerakan seperti di UMS telah berkontribusi pada perjuangan melawan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Dengan tegas, Guru Besar Ilmu Hukum UMS tersebut menyuarakan seruan untuk mengembalikan demokrasi ke jalur yang benar. Ia menekankan bahwa demokrasi harus mengedepankan prinsip demos dan kratos, di mana rakyat sebagai pemegang kedaulatan memiliki hak yang sama.
Dalam penutup, Prof. Aidul berharap agar pihak Istana menjadikan Maklumat Kebangsaan dan seruan dari sivitas akademika sebagai respons moral, bukan sebagai respons politik. Ia mengkhawatirkan bahwa penutupan pintu dialog dapat berdampak negatif, dan mengajak untuk kembali kepada cita-cita awal reformasi yang mengedepankan prinsip republik, yang artinya kembalilah kepada publik.
Editor : M Taufiq Ulinuha