Sikap Kita dalam Mengukur Keimanan dengan Ujian dari Allah
Sikap Kita dalam Mengukur Keimanan dengan Ujian dari Allah
Oleh : Rumini Zulfikar (Gus Zul) (Penasehat PRM Troketon, Anggota Bidang Syiar MPM PDM Klaten, Anggota Majelis MPI & HAM PCM Pedan)
PWMJATENG.COM – Dalam kehidupan ini, salah satu cara untuk mengukur kesabaran, ketabahan, dan keikhlasan seseorang adalah melalui ujian dari Allah. Ujian tersebut merupakan indikator sejauh mana seseorang mencintai Sang Pencipta. Kehidupan dunia dengan segala tantangannya sejatinya bertujuan untuk menguji keimanan kita dalam menghadapinya, apakah kita menyikapinya dengan emosi atau dengan rasa syukur.
Ujian tidak hanya berupa kesedihan—seperti kehilangan barang yang dicintai, pasangan, ditolak cinta, sakit, atau kemiskinan. Ujian juga bisa berupa kesenangan, seperti kekayaan berlimpah, kedudukan tinggi, kecerdasan, kecantikan, atau ketampanan. Meskipun banyak anggapan bahwa ujian selalu identik dengan kesedihan, kenyataannya ujian mencakup aspek luas, baik kesenangan maupun kesusahan.
Hal ini dijelaskan dalam Surat Al-Ankabut ayat 2:
اَحَسِبَ النَّاسُ اَنْ يُتْرَكُوٓا اَنْ يَقُوْلُوٓا اٰمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُوْنَ
Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, “Kami telah beriman,” dan mereka tidak diuji?
Ayat ini menegaskan bahwa Allah sudah mempersiapkan ujian untuk mengetahui karakter umat manusia. Ujian tersebut bukan hanya sebagai proses untuk mengetahui kadar keimanan seseorang, tetapi juga sebagai alat untuk menilai sejauh mana seseorang lulus dalam ujian tersebut.
Baca juga, Menyampaikan Sebuah Jawaban
Dalam menyikapi ujian, kita harus mengakui bahwa iman kita diuji melalui berbagai cara. Ketika menghadapi ujian, sikap yang seharusnya kita ambil antara lain adalah:
- Menerima dengan Lapang Dada: Menghadapi ujian dengan penuh kesadaran bahwa itu merupakan bagian dari proses kehidupan.
- Rasa Syukur: Selalu bersyukur atas setiap keadaan, baik itu kesenangan maupun kesusahan.
- Introspeksi Diri: Menggunakan ujian sebagai kesempatan untuk mengevaluasi diri dan meningkatkan kualitas pribadi.
- Mengelola Ujian dengan Baik: Menempatkan segala sesuatu pada tempatnya dan menangani ujian dengan bijaksana.
Jika ujian berupa kenikmatan, kita harus bersikap hati-hati dan selalu berdzikir kepada Allah. Dengan muhasabah, kita bisa memacu rasa syukur dengan berbagi kepada sesama dan menjaga nikmat yang diberikan sebaik-baiknya.
Sebaliknya, jika ujian berupa kesusahan, kita harus menghadapinya dengan penuh kesabaran dan keikhlasan. Dalam menghadapi setiap ujian, baik kesenangan maupun kesusahan, kita harus menjalani hidup dengan penuh cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Dengan demikian, keimanan kita akan semakin kuat dan berharga. Kita akan meningkat dari menjadi seorang Muslim biasa menjadi Mukmin, Muhsin, Mukhilisin, dan pada akhirnya menjadi umat yang Ulul Albab, yaitu umat yang mampu menyelaraskan aspek lahiriah dan spiritual secara harmonis—ruh, jiwa, dan raga berjalan seiring.
Namun, jika kita tidak mampu menyikapi ujian dengan baik dan malah menjadi kufur, maka kita tidak lulus dan akan menjadi umat yang merugi. Semoga kita selalu diberi bimbingan oleh Allah dalam menghadapi setiap ujian dan menjadi umat yang benar-benar menjaga keimanan serta menjadi kekasih-Nya. Aamiin.
Editor : M Taufiq Ulinuha