Guru Visioner
Guru Visioner
Oleh : Muh Nursalim*
PWMJATENG.COM – Namanya Aminah dan Abdullah, mirip seperti ibu dan ayah Rasulullah. Suami istri tersebut bukan warga Arab Saudi tetapi dari Wonogiri. Tepatnya Wuryantoro. Aminah seorang guru SD begitupun Abdullah. Kota kecamatan itu adalah tempat tugasnya setelah diangkat menjadi guru. Mereka berdua kelahiran Pacitan.
Menjadi guru SD tahun 1960 tidaklah mudah. Tingkat kelulusan siswa di bawah 50 persen. Bukan karena anak-anak Wonogiri bodoh akan tetapi karena tidak adanya bahan ajar yang memadai. Buku tidak ada jumlah guru kurang pula.
Abdullah berpikir keras. Mencari solusi agar muridnya bisa lulus ujian. Ia pergi ke dinas P dan K. Pinjam soal-soal ujian yang pernah diujikan tahun-tahun sebelumnya. Ia bandingkan dengan soal-soal ulangan harian yang di berikan kepada murid-muridnya. Ternyata memang tingkat kesulitannya berbeda.
Di malam-malam yang sepi nan gelap. Dengan penerangan lampu sentir guru muda itu mencoret-coret kertas bekas. Menulis bahan ajar yang sesuai dengan materi ujian. Ia beri judul intisari. Untuk pelajar IPA diberi judul intisari ilmu hayat. Untuk IPS berjudul intisari Ilmu Pengetahuan Sosial dan seterusnya.
Baca juga, Muhammadiyah dan Dialog Terbuka: Ujian Kualitas ‘Isi Kepala’ Capres-Cawapres Indonesia
Hasil tulisannya ia bawa ke toko buku tiga di Solo. Toko buku ini juga punya mesin percetakan, stensil. Maka Abdullah minta agar hasil karyanya dicetak pakai mesin tersebut. Tidak usah banyak, 100 eksemplar saja.
Konsumen pertama adalah murid-muridnya. Kebetulan dirinya saat itu menjadi guru kelas 6. Untuk menghadapi ujian nasional pak Dullah membekali anak-anak dengan materi pelajaran yang ia tulis. Hasilnya luar biasa. Semua muridnya lulus UN.
Dunia pendidikan Wonogiri heboh, kok bisa SD Wuryantoro lulus 100 % ?
Pasangan guru muda ini bukan hanya mengandalkan hidupnya dari gaji guru. Ia juga membuka toko kelontong di depan kantor P dan K Kecamatan. Di kantor inilah guru-guru mengambil gajinya setiap bulan lalu membayar utang ke toko kelontong pak Dullah.
Kios yang menjual sembako itu juga ada rak yang menjual buku hasil karya pak Dullah, Intisari. Maka bapak ibu guru yang biasa hanya membeli bahan pangan setelah gajian, mengambil juga buku intisarinya pak Dullah.
Toko kelontong yang juga menjual buku itu namanya Toko Tiga. Meniru nama toko buku yang ada di Solo. Suatu hari si pemilik Toko Tiga Solo bertandang ke rumah pak Dullah. Rumah tempat tinggal yang sekaligus untuk jualan itu cukup strategis. Melihat papan nama Toko Tiga milik pak Dullah, tamu itu tidak berkenan. Karena nanti orang-orang akan menduga toko itu cabang toko miliknya.
Baca juga, Ikhtiar Menyelamatkan Semesta: Peran Muhammadiyah dalam Tiga Agenda Besar
Setelah berembug, akhirnya nama toko milik pak Dullah ditambah satu kata, serangkai. Jadilah toko Tiga Serangkai. Itulah awal mula percetakan Tiga Serangkai Solo yang sekarang sudah beranak pinak menjadi beberapa perusahaan.
Begitulah tipe manusia visioner. Keterbatasan bukan menjadi penghalang akan tetapi menjadi pemantik ide brillian. Orang – orang besar itu tidak pernah menyalahkan keadaan tetapi bagaimana bisa menyiasati keadaan. Mereka berjalan tidak menunggu badai berlalu tetapi bagaimana cara melewati badai itu, walapun harus dengan merangkak sekalipun.
Pak Dullah kemudian berhenti jadi guru, tetapi tidak berhenti menjadi pendidik. Ia fokus menyediakan buku-buku pelajaran dari SD hingga SMA. Tahun 70 an, di Solo dan sekitarnya buku pelajaran sekolah itu hampir semua terbitan Tiga Serangkai. Di samping dari Balai Pustaka dalam jumlah terbatas.
Membaca ulang sejarah orang-orang besar selalu menarik. Nabi Muhammad saw. Saat terjadi perjanjian Hudaibiyah yang sangat merugikan kaum muslimin ternyata malah mengantarkannya fathul Makah. Sukarno, Hatta dan para pejuang kemerdekaan mengambil kesempatan proklamasi saat perang dunia ke dua berkecamuk. Hamka menyelesaikan tafsir Al Azhar ketika beliau di penjara.
Dalam kitab ta’limut muta’alim Imam az Zarnubi menulis sya’ir begini:
على قدر أهل العزم تأتي العزائم وتأتي على قدر الكريم الكرائم
ويكبر في عين الصغير صغيرها وتصغر في عين العظيم العظائم
Cita-cita akan terwujud seukur dengan greget obsesinya
Kamuliaan akan terwujud seukur greget cita-citanya
Barang kecil tampak besar di mata orang yang kerdil cita-citanya
Barang besar tampak kecil di mata orang yang besar cita-citanya
Guru itu mesti bervisi besar, sehingga masalah apapun yang dihadapi tidak menjadikannya putus asa.
Pasca Jepang menyerah kepada sekutu sang kaisar tidak menghitung berapa korban yang tewas maupun properti yang hancur. Tetapi ia menghitung berapa guru yang masih selamat.
Ternyata tidak butuh waktu lama Jepang kembali digdaya, karena peran guru-guru yang masih ada.
Saat ini efek pandemi dua tahun silam belum berakhir. Ekonomi masih seret dan bayang- bayang resesi di depan mata. Tetapi pendidikan harus tetap berlangsung. Di tangan guru-guru visioner inilah masa depan bangsa ditentukan. Selamat hari guru!
Editor : M Taufiq Ulinuha
*DPS Lazismu Sragen, DPS BMT Insan Mandiri Gemolong, dan DPS Bank Syari’ah Sukowati Sragen.