Trauma Korban Perundungan Tersimpan Sepanjang Hayat di Kandung Badan
Oleh: Wurry Srie
PWMJATENG.COM – “Siapa yang hari ini piket, kok lantainya masih kotor?” Bu guru bertanya sambil memandang satu per satu siswa yang ada di kelas 5.
Tak satu siswa pun menjawab, tetapi ada satu dua yang melirik kepadaku. Setelah melihat daftar piket yang ada di dinding, akhirnya terjawab bahwa hari itu tugasku membersihkan kelas bersama tiga temanku yang lain. Namun, berhubung badanku agak kurang sehat aku sengaja tak melaksanakan tugas bersih-bersih.
Bu guru marah dan anehnya hanya kepadaku sasaran kemarahannya. Selama berkata-kata tak lepas pandangan matanya tertuju padaku. Jika satu kelas kena marah mungkin aku sedikit terlindungi. Namun tanpa bertanya lebih dahulu_apa alasanku tidak melaksanakan tugas kebersihan_dia sudah marah-marah. Aku merasa dipermalukan di hadapan teman-teman ketika dia menyebut fisikku, “Sudah kecil, pemalas lagi!”
Sejak peristiwa itu, aku diolok-olok beberapa teman bahwa tubuhku mungil dan diserupakan dengan tokoh wayang kulit yang tubuhnya kurus dan kerdil. Dalam beberapa hari perasaanku tak menentu disebabkan body shaming itu. Pernah pula aku tak tahan dan pura-pura sakit agar boleh pulang ke rumah sebelum jam pelajaran selesai. Setiap ada jam pelajaran bu guru tersebut, hatiku gelisah, khawatir disebut lagi dengan sesuatu yang tidak aku suka.
Hampir Setiap Hari Ada Perundungan
Perundungan adalah tindakan perilaku tidak menyenangkan baik secara verbal, fisik, atau pun sosial di dunia nyata maupun dunia maya. Perundungan tidak hanya dilakukan oleh yang kuat kepada yang lemah atau anak yang bengal kepada anak pendiam. Bukan pula yang kaya kepada yang miskin. Perundungan secara verbal bisa dilakukan siapa pun termasuk oleh oknum guru kepada muridnya, seperti cerita di atas. Nah, kalau perundungan fisik bisa berupa penganiayaan ringan hingga berat yang bisa berdampak trauma bagi korban.
Kini, hampir tiap hari berita tentang perundungan atau bullying menghiasi berbagai media. Dari perundungan secara verbal maupun fisik sudah tak terhitung lagi modelnya. Sebelum kasus sekelompok anak yang menyiksa temannya hingga nyaris merenggut nyawa terungkap, perundungan sebenarnya sudah lama ada. Bahkan sejak puluhan tahun silam ketika aku masih duduk di bangku SD. Pada saat itu istilah perundungan atau bullying belum setenar sekarang.
Perundungan lebih sering terjadi di sekolah baik di tingkat dasar, menengah maupun tingkat atas. Namun, tidak menutup kemungkinan terjadi juga di luar lingkungan sekolah. Dari berita yang beredar akhir-akhir ini, perundungan secara fisik makin hari makin membuat hati para orang tua miris. Nyawa seakan dianggap murah. Nilai kasih sayang terhadap sesama makhluk, merosot tajam bahkan menghilang.
Secara umum kemampuan diri seseorang dalam mengelola hati dan pikiran memang tidak sama. Dalam menyikapi sesuatu yang tengah terjadi atau menimpa diri ada yang temperamental, tenang, dan ada yang biasa-biasa saja. Ada pula yang hanya karena rasa iri, dengki, dan cemburu berbuntut perundungan terhadap orang lain. Ketika mendapati sesuatu yang tak sesuai di hati atau ketika ada keinginan kuat agar mendapatkan semacam pengakuan di komunitasnya, tak segan-segan orang melakukan aksi perundungan.
Perundungan Tersembunyi Sangat Berbahaya
Tidak semua perundungan verbal maupun fisik selalu diketahui banyak orang. Apalagi jika target atau korban terlihat lebih lemah di mata pelaku. Seolah mendapat angin segar, pelaku perundungan dengan bebas berbuat semaunya. Dari teror, ancaman, dan kata-kata yang melukai hati hingga aksi menyakiti fisik. Semakin korban diam dan mengalah akan memacu terulangnya kembali perbuatan yang sama oleh pelaku. Hal ini sangat berbahaya karena pelaku nyaris kehilangan kemampuan untuk mengontrol diri dan emosinya.
Berbagai ragam perundungan, bullying, dan penganiayaan yang terjadi hari ini sudah sangat meresahkan. Berita tentang ini sangat mudah diakses dari berbagai media. Apakah sebagai orang tua kita diam saja? Tidak adakah sedikit upaya untuk mencegahnya agar tak semakin meluas? Apakah karena kurang perhatian dan kurang kasih sayang_dari kita sebagai orang tua_ sehingga pelaku mencari perhatian dengan hal-hal negatif?
Kasus perundungan bukanlah kasus ringan yang akan berhenti dengan sendirinya. Harus ada keberanian si korban untuk melapor dan harus ada dukungan dari pihak keluarga, sekolah maupun masyarakat. Kepedulian teman juga amat berarti. Efek bagi korban perundungan, dia akan merasa tertekan dan ini akan menjadi trauma berkepanjangan. Meski ada yang justru menjadi pemacu semangat untuk menjadi orang yang tak mudah dikalahkan atau diremehkan, tetapi trauma itu akan tetap ada.
Menanamkan Cinta Kasih Terhadap Sesama Pada Buah Hati Sejak Dini
Demi generasi penerus yang berkualitas dan berakhlak mulia, mari kita mulai dari rumah, dari keluarga. Mendampingi tumbuh kembang anak di era teknologi canggih memang tidak sesederhana zaman kita masih kecil. Alangkah indahnya jika kita tanamkan pada buah hati nilai-nilai kasih sayang antar sesama sejak dini. Kita pupuk, kita rawat sembari memberi contoh bagaimana bersikap penuh kasih ketika berhubungan dengan orang lain. Bagaimana pula menanggapi cerita yang memancing emosi dan belum tentu kebenarannya.
Dengan menanamkan nilai kasih sayang dan berpegang teguh bahwa kita adalah makhluk ciptaan-Nya, minimal mampu menumbuhkan rasa saling menghargai terhadap sesama. Tidak mudah tersulut emosi ketika ada yang tidak berkenan di hati. Kita tanamkan pula bahwa semua yang kita perbuat tidak luput dari pengawasan Dia Yang Maha Melihat. Dengan demikian diharapkan ada kontrol diri saat gejolak negatif perundungan terlintas di hati sehingga mampu mencegah agar hal itu tak terjadi.
Perundungan yang kini makin merajalela, sudah saatnya dihentikan. Apa pun bentuknya akan meninggalkan kenangan pahit bagi korban di sepanjang hayat dikandung badan. Ada aksi perundungan atau tidak, semua itu tanggung jawab kita bersama sebagai orang tua, pendidik, masyarakat, dan pemerintah.
Editor : M Taufiq Ulinuha
*Ibu rumah tangga yang suka menulis. Kordinator Divisi Keluarga di Majelis Tabligh dan Ketarjihan PDA Jepara. Masih aktif di PCA Donorojo.