Buzzer Alternatif Iklan Politik Di Era Media Sosial
Buzzer Alternatif Iklan Politik Di Era media Sosial
Oleh: Tegar Roli
Seiring perkembangan teknologi komunikasi berbasis internet, terutama setelah maraknya media baru dan media social, iklan politik kini terus berkembang. Kekuatan media sosial telah menggandrungi masyarakat kita ini, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa untuk menjadi bagian dari media social. Fenomena ini dibuktikan dengan hadirnya internet di Indonesia yang menduduki peringkat ke kedua tertinggi di dunia dalam 5 tahun terakhir.
Media Sosial saat ini bukan hanya sarana sosialisasi dan menciptakan hubungan atau jaringan personal. Melainkan sudah berkembang menjadi salah satu sarana iklan yang sangat ampuh. Inilah yang dinamakan social buzzer, bisnis baru bagi pemilik akun media sosial yang terkenal dan mempunyai follower yang banyak sehingga mereka menjadi sarana iklan kepada khalayak atau pengikut mereka.
Ketergantungan masyarakat akan media sosial dan media baru berimplikasi pada hampir semua sektor kehidupan, baik ekonomi, social budaya, maupun politik. Dalam politik, media baru dan media sosial telah menjelma menjadi medium kekuatan baru yang tidak hanya mampu menciptakan kekuatan masyarakat, tetapi juga kekuatan yang bersifat personal. Khalayak atau follower yang menjadi pengikut akun media sosial seseorang atau sebuah lembaga menjadi peluang sosialisasi, promosi, dan kampanye yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Semakin banyak follower, semakin tinggi kemampuan jangkau ‘personal’ seseorang kepada khalayak yang menjadi follower mereka.
Komunikator (yang mempunyai akun) dapat melakukan publikasi, promosi, dan kampanye dengan mem-posting atau update status media sosial mereka tanpa harus menanyakan kepada khalayak apakah mereka bersedia menerima atau tidak. Respon dapat dilihat dari balasan yang diberikan oleh follower, bahkan dapat memunculkan diskusi, kritik, dan saran antar-follower pada waktu yang bersamaan, hal ini sekaligus memperlihatkan pengaruh dan keberhasilan dari buzzer.
Follower menjadi sangat penting, namun yang menjadi faktor utama adalah impression atau keterbacaan follower. Bila ingin memanfaatkan secara maksimal uang dan investasi dalam menggunakan buzzer, mari ubah cara pandang kita tentang cara beriklan di media social dan buzzer.
Membayar impression. Bukan follower. Berhentilah berkubang dalam follower game number. Ini adalah lubang utama yang sangat fatal. Benar bahwa acuan pertama memilih buzzer karena jumlah followernya yang berharap follower mereka menyaksikan iklan Anda.
Menyaksikan adalah kata kunci dari tujuan Anda. Dalam periklanan, iklan yang disaksikan disebut impression atau keterbacaan, dari situ awareness didapat. Di media sosial bisa diketahui secara presisi berapa orang yang telah membaca/menyaksikan sebuah akun media social. Datanya ditampilkan dalam bentuk angka, real-time dan historical.
Kekuatan media sosial tidak luput dari kreativitas politik. Banyak kampanye politik dan politikus menggunakan media sosial karena karakteristiknya yang cepat, murah, dapat mengirimkan beragam kemasan, mampu diakses dimana saja, serta feedback yang dapat dilakukan secara langsung bahkan dapat melakukan dialog dengan berbagai anggota yang ada dalam sebuah akun. Pada pilpres 2014, misalnya, para peserta dapat menjadi sumber informasi bagi publik. Mereka menjadi gatekeeper dalam makna yang baru kepada public.
Istilah lain dari buzzer adalah influencer atau rain maker. Influencer adalah orang yang mampu mempengaruhi follower (pembaca blog-nya, teman Facebook-nya, follower akun media sosialnya) sehingga memberikan efek buzz di media social, mempengaruhi dalam aspek informasi, tren, dll. sehingga diikuti oleh yang lainnya. Semua orang bisa menjadi buzzer mulai dari artis, akun public, selebriti, akun pribadi atau mungkin aktivis, selama pengikut atau follower mereka jumlah tertentu (banyak).
Umaimah Wahid dalam bukunya yang berjudul Komunikasi Politik menyebutkan bahwa bahwa buzzer berasal dari bahasa Inggris yang memiliki arti bel, lonceng atau alarm. Secara harfiah, buzzer juga dapat diartikan sebagai alat yang digunakan untuk mengumumkan sesuatu atau untuk mengumpulkan orang-orang di satu tempat. Di Indonesia, kita mengenal sebagai kentongan. Kentongan adalah salah satu peralatan tradisional yang berfungsi untuk mengumpulkan warga jika ada pengumuman dari perangkat desa atau terjadi suatu peristiwa penting.
Secara sederhana, seorang buzzer adalah pengguna akun media sosial yang dapat memberikan pengaruh kepada orang lain hanya melalui status media sosial yang ia tuliskan. Hal tersebut merupakan identitas utama dari seorang buzzer karena pada dasarnya buzzer harus mempunyai kemampuan influence atau mempengaruhi orang lain. Oleh sebab itu, ada pula yang menyebutnya dengan istilah influencer.
Para buzzer mempunyai tugas menuliskan statusnya tentang informasi atau rekomendasi sebuah even atau produk dari penyewa jasa mereka. Para penyewa buzzer kebanyakan merupakan perusahaan besar atau pemilik usaha yang ingin usahanya lebih dikenal oleh banyak orang di dunia maya.
Tidak heran dalam dunia bisnis, penyewa jasa buzzer juga datang dari organisasi atau kelompok. Mereka menggunakan jasa buzzer untuk memperkenalkan sebuah even atau mungkin sebuah pesan sosial bagi masyarakat banyak. Bahkan peluang kreatif ini nyatanya juga dilirik oleh para pelaku dunia politik untuk urusan pencitraan.
Tugas buzzer terkadang tidak terbatas hanya untuk mem-posting sebuah status, namun tidak jarang pula menjalankan campaign atau rangkaian informasi lebih lanjut kepada para follower-nya. Jadi, tugas dari seorang peserta buzzer bisa menjadi layaknya brand ambassador penyewa jasa tersebut. Untuk itu, seorang buzzer juga harus benar-benar mengerti apa yang ia sebarkan ke dunia maya.
Kekuatan para buzzer sangat ampuh dalam menciptakan opini publik dan mempengaruhi pola pikir masyarakat dengan kecenderungan dan pilihan mereka secara persuasive. Masyarakat menjadi mengikuti apa yang dianggap baik dan buruk oleh para buzzer sehingga sebagaimana beragam konten media konvensional, new media dan sosial media, unsur rekayasa dalam proses konstruksi selalu ada dalam proses konstruksi sebuah pesan politik yang dipublikasi atau di iklankan pada akun-akun akun buzzer.
Bahkan, kecenderungan manipulasi lebih tinggi dan besar melalui media sosial karena mungkin saja follower-nya tidak semuanya benar, tetapi rekayasa untuk kepentingan politik semata. Bagi akun artis, publik figure, dan tokoh masyarakat lainnya ketentuan pengaruh mereka menjadi alat kunci dalam mempengaruhi publik dengan pesan-pesan mereka. Jadi khalayak sebenarnya kembali kepada ketergantungan terhadap tokoh-tokoh tertentu yang dipercaya dan diikuti walaupun kemungkinan tidak sesuai atau tidak tepat terbuka dalam proses tersebut.
Kekuatan buzzer dipercaya ampuh di tengah pemanfaatan dan ketergantungan publik terhadap media social, terutama di kalangan anak-anak muda. Selebritas dan public figur acapkali menjadi peserta untuk kepentingan promosi atau kampanye politik atau bisnis lainnya.
Iklan buzzer dapat menjadi alternatif dalam melakukan kampanye politik dan sekaligus peluang ekonomi bagi anggota masyarakat yang mempunyai akun sosial media dengan jumlah follower yang banyak. Tingkat keberhasilan iklan buzzer dapat dinyatakan tinggi karena khalayak yang menjadi targetnya adalah khalayak yang secara sadar menjadi bagian dari komunikator dalam proses iklan buzzer. Pada pemilu 2014, banyak pihak yang memilih menjadi buzzer, baik artis, public figur, bahkan mahasiswa. Mereka bertindak sebagai sumber informasi mengenai kandidat atau ide-ide yang mereka dukung. Contohnya beberapa artis pendukung pasangan salah satu presiden menjadi buzzer yang mengkampanyekan nilai-nilai dan ideologi pasangan tersebut. Namun, komunikator buzzer merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses kampanye yang dilakukan karena buzzer cenderung terkait dengan sumber pesan politik itu sendiri. (*)
*Tegar Roli A. / Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Daerah Muhammadiyah Banyumas
Menulis adalah ibadah, seperti mengemban tugas para nabi dan rasul, adalah untuk : menyampaikan kabar gembira dan memberi peringatan. Pria kelahiran Purbalingga 24 April 1992 menyakini dengan menulis bisa mendidik, menghibur, mengadvokasi, memberi informasi, mencerahkan dan memberdayakan publik. Lulusan S2 Komunikasi dan Penyiaran Islam IAIN Purwokerto sudah memiliki berbagai pengalaman di dunia literasi yang tidak diragukan lagi, mulai dari Pesantren Kepenulisan, pengalaman menjadi wartawan, kontributor web pemberitaan lokal maupun regional hingga reporter televisi pun sudah ia lakoni.