Kolom

MUSLIM ZAMAN NOW VERSUS “PRIMITIF”

Oleh : Sapto Suhendro, S.Ag., M.Pd.

KITA patut bersyukur bahwa bulan penuh berkah, kasih sayang dan ampunan, bulan ramadhan hadir kembali. Semakin berumur, kita semakin banyak pengalaman ramadhan. Namun pertanyaannya adalah, apakah yang membekas dalam diri kita dengan hadirnya bulan puasa dan ibadah-ibadah lainnya?

Apakah ibadah tahunan ini sudah bisa menjadi kawah condrodimuko bagi kehidupan kita? Sehingga kita sudah bisa menjadi insan bertaqwa sebagaimana tujuan diwajibkannya berpuasa dalam QS.Al-Baqoroh:183? Memang jawaban normatif dari pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah tentu setiap muslim atau ummat Islam semakin betaqwa karena sudah tergembleng sebulan dalam setiap tahun sehingga terjadi akumulasi kualitas ketakwaan yang baik.

Takwa yang sebagai tujuan disyariatkan puasa ramadhan merupakan upaya optimalisasi diri untuk menjalankan semua yang diperintahkan Allah SWT sekaligus usaha maksimal dalam rangka menjauhi apapun yang dilarang oleh Allah SWT. Dengan kata lain, orang yang sudah dilatih menjadi orang bertakwa sebulan lamanya dalam setiap tahun, sudah sepantasnya akan menjadi pribadi-pribadi yang bertakwa. Orang bertakwa selalu tergerak untuk berbuat baik dan lebih baik daripada sebelumnya. Baik untuk diri sendiri, baik untuk keluarga, baik untuk lingkungan dan baik untuk semuanya. Orang bertakwa juga akan selalu berusaha menjauhi hal-hal yang tidak baik, hal yang tidak pantas dan hal-hal yang membawa keburukan bagi diri sendiri, bagi keluarga, lingkungan ataupun kepada siapapun dan apapun.

Orang yang bertakwa akan lebih meningkat rasa toleransinya, tidak merasa dirinya paling benar, tidak merasa dirinya paling hebat. Orang bertakwa tidak akan menganggap orang lain yang salah, tidak akan menganggap orang lain lebih lemah darinya.. Orang bertakwa akan senang dengan kebahagiaan saudaranya, dan akan merasa ikut susah jika ada penderitaan yang dirasakan oleh saudaranya. Orang bertakwa akan lebih mementingkan ukhuwwah islamiyyah daripada perpecahan, daripada memaksakan pendapat pribadi ataupun kelompoknya
Hari ini, umat Islam telah banyak dijalari penyakit menggolongkan manusia dan mengkelas-kelaskan manusia berdasarkan pemikiran dan perbuatan mereka.

Ketika ada yang membaca qunut saat melakukan sholat shubuh, maka kadang kita tidak segan menyebutnya Nahdhatul Ulama. Saat ada yang tidak membaca qunut saat shubuh, maka kita menyebutnya Muhammadiyah. Saat ada yang menolak yasinan dan tahlilan, kita menyebutnya Majelis Tafsir Al-Qur’an.
Saat ada yang meninggikan suara, menggunakan kata-kata tegas, menolak penyelewengan-penyelewengan agama, maka kita sebut khawarij. Saat ada yang berdakwah memperbanyak kabar gembira,mengingatkan manusia dengan ampunan Allah SWT, serta membuka pintu harapan manusia pada taubat, maka akan kita sebut sebagai murji’ah.

Saat ada yang membarengi penguasa dan berlunak dengan mereka, kadang kita anggap mereka sebagai ulama penjilat penguasa. Saat ada yang membahas kekuasaan dan terjun ke arena politik praktis, maka kita anggap mereka sebagai kelompok pengikut ikhwanul muslimin. Saat kita jumpai pendakwah yang memberi kabar gembira dan sedikit memberikan peringatan dan ancaman, kadang kita cap sebagai jamaah tabligh.

Saat ada yang membahas masalah khilafah islamiyyah, maka langsung kita anggap mereka bagian dari hizbut tahrir. Saat ada yang menyeru pada manhaj salaf dan menolak kesyirikan serta bid’ah, maka langsung kita sebut sebagai kaum wahabi. Saat ada kelompok yang menceritakan kemuliaan Nabi dan banyak memujinya, maka kita akan sebut mereka kaum sufi. Dan seterusnya, dan sebagainya.
Sungguh, jika kita tidak sadar maka kitapun akan terjerumus pada pengelompokan-pengelompokan seperti gambaran-gambaran tersebut di atas.
Kembali kepada tujuan ibadah Ramadhan adalah mewujudkan ketakwaan dalam diri kita. Orang bertakwa akan selalu berupaya ibadah karena Allah SWT. Dalam QS.Al-Bayyinah:5 disebutkan,“ Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus”.
Berbuatlah dan beribadahlah dengan ikhlas karena Allah SWT.

Jadi hari ini, orang yang masih saja mempertentangkan qunut dan tidak qunut saat sholat shubuh, mempermasalahkan tahlilan dan tidak tahlilan, membenturkan kelompok satu dengan yang lain, mencari kesalahan dan kekurangan kelompak yang lain tanpa melihat kekurangan diri dan kelompoknya dapat dikatakan sebagai muslim yang primitif. Muslim masa lalu yang ketakwaannya kurang memberikan warna kebaikan dalam kehidupan dan pemikirannya.

Jadilah muslim zaman now, muslim yang terus mengevaluasi diri sendiri sebelum mengevaluasi orang lain. Muslim yang sibuk mengevaluasi kelompoknya, bukan sibuk mencari kesalahan kelompok yang lain. Muslim zaman now adalah yang mengedepankan ukhuwwah islamiyyah bukan memperuncing khilafiyyah, perbedaan pada masalah-masalah yang bukan prinsipil. Jadilah muslim zaman now bukan muslim “primitif”.

Selamat melanjutkan ibadah ramadhan tahun ini dengan optimal, jangan sampai waktu yang kita lewati, sia-sia tanpa amal yang bernilai ibadah. Teriring harapan dan doa semoga Ramadhan tahun ini lebih baik dari tahun-tahun yang sudah pernah kita lewati. WAllah a’lam bish-showab.

Aji Rustam

Jurnalis MPI PWM Jateng, Wartawan Seniour TribunJateng

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close
WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE