Berita

7 Macam mis-disinformasi Dibahas Majelis Pustaka Seni Budaya dan Informasi

PWMJATENG.COM, SOLO – Tujuh mis-disinformasi menjadi kajian Majelis Pustaka Seni Budaya dan Informasi Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Surakarta.

Topik itu dibahas dalam Pelatihan Penulisan Standar SEO untuk mengisi konten www.muhammadiyahsolo.com dalam rangka penguatan strategi dakwah era digital di Gedung Dakwah Balai Muhamadiyah Surakarta, Sabtu (15/2/2020).

Narasumber Majelis Pustaka, Seni Budaya dan Informasi Achmad Syafrudin, Praktisi Media/Editor Solo Pos Syifaul Arifin dan Arif Nur Kholish Pusat Data Digital Muhammadiyah Berkemajuan melalui webinar.

Perkembangan masyarakat yang dipacu oleh kemajuan teknologi komunikasi yang semakin canggih membuahkan peluang bagi umat Islam untuk berdakwah.

Cara dakwah era digital kini sedang dikembangkan oleh berbagai organisasi keagamaan dan masyarakat untuk menyesuaikan perkembangan masyarakat digital.

Syifaul Arifin SSos, Media sosial tak pernah sepi dari kegaduhan. Yang terbaru, bullying atau perundungan yang menimpa seorang siswi Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Purworejo, Jawa Tengah.

”Tujuh macam mis-disinformasi, satire, konten menyesatkan, konten aspal, konten pabrikasi, gak nyambung, konteksnya salah dan konten manipulatif,” katanya.

Menurutnya, Misinformasi bisa dikatakan informasi yang salah, namun orang yang membagikannya itu benar, kita harus membedakan Misinformasi, informasi yang salah, namun yang membagikannya percaya itu benar dan Disinformasi, informasi yang salah dan orang yang membagikannya tahu itu salah. Ini disengaja.

“Setelah melihat perbedaan misinformasi dan disinformasi, mereka yang pertama menyebar hoaks tentang Ratna Sarumpaet masuk kategori yang mana?,” ungkap Syifaul ketika memberi contoh.

Satire atau parodi, menurut Syifaul lucu-lucuan. “Tidak ada niat untuk menyakiti, tapi berpotensi membodohi,” tandasnya.

Sementara Wakil Kepala Sekolah bidang Humas SD Muhammadiyah 1 Ketelan Surakarta Jatmiko memberikan pandangannya Internet masa kini.

Internet bukan lagi kebutuhan sekunder melainkan merupakan kebutuhan wajib yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat.

Ini bisa dirasakan dengan aneka hal yang terjadi di kehidupan dunia dapat dirasakan teknologi informasi, baik pendidikan, ekonomi, politik dan kesehatan misalnya.

Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elekronik no 11 tahun 2008, digunakan mengatur informasi serta transaksi elektronik atau informasi teknologi secara umum.

Mengandung yurisdiksi dan berlaku bagi setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur pada Undang-Undang tersebut.

“Media sosial bukan sesuatu yang mudah, terpapar Hoaks karena literasinya rendah, Kompetisi pendidikan merupakan kompetisi persepsi, maka sejauh mana kepala sekolah bersama warga sekolah dan Humas membangun citra dan kepercayaan,” papar Jatmiko. (Humas, Jatmiko)

Aji Rustam

Jurnalis MPI PWM Jateng, Wartawan Seniour TribunJateng

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tidak bisa menyalin halaman ini karena dilindungi copyright redaksi. Selengkapnya hubungi redaksi melalui email.

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE