Ziarah ke Masjid Al-Aqsa dan Cita Rasa Palestina

Ziarah ke Masjid Al-Aqsa dan Cita Rasa Palestina
Seri 14: Berbagi Harapan di Tengah Krisis
Oleh : Dwi Taufan Hidayat (Penasehat Takmir Mushala Al-Ikhlas Desa Bergas Kidul Kabupaten Semarang, Sekretaris Korps Alumni PW IPM/IRM Jawa Tengah, & Ketua Lembaga Dakwah Komunitas PCM Bergas Kabupaten Semarang)
PWMJATENG.COM – Rombongan melanjutkan perjalanan mereka, namun kali ini, dengan ketegangan yang tidak lagi tersembunyi. Setiap langkah di tanah Palestina terasa lebih berat, seiring dengan meningkatnya tekanan yang dihadapi oleh Farhan dan timnya. Keputusan yang diambil beberapa hari lalu untuk melanjutkan perjalanan meskipun situasi di sekitar Al-Aqsa semakin tidak menentu, meninggalkan rasa cemas yang tak terucapkan.
Klien-klien yang semula antusias kini menunjukkan raut wajah yang lebih gelisah. Beberapa di antara mereka mulai meragukan keselamatan mereka. Salah satu klien, yang sebelumnya sangat bersemangat, mulai berbicara lebih sering tentang kemungkinan membatalkan perjalanan.
“Saya tidak ingin menjadi bagian dari masalah yang lebih besar,” kata Bapak Hadi, seorang klien yang lebih tua, dengan nada khawatir. “Jika situasi semakin buruk, saya ingin kembali ke rumah. Saya tidak ingin menambah beban pada keluarga saya.”
Farhan merasakan kegetiran dalam kata-kata klien tersebut. Ia tahu, meskipun ia bisa menawarkan solusi atau meyakinkan mereka untuk tetap tinggal, perasaan takut dan cemas sudah mengakar. Itu adalah perasaan manusiawi yang tidak bisa begitu saja dipadamkan dengan kata-kata manis atau jaminan.
Namun, jauh di dalam hati Farhan, ada rasa yang berbeda. Rasa tanggung jawab yang lebih besar daripada sekadar memenuhi ekspektasi klien atau menjaga reputasi bisnis. Ini adalah tentang melakukan yang benar, meskipun itu bukan pilihan yang mudah.
“Bapak Hadi,” kata Farhan dengan nada tenang, mencoba memberikan rasa aman, “kami semua di sini bersama-sama. Kami memahami kekhawatiran Bapak. Tetapi percayalah, kami sudah mengambil semua langkah untuk memastikan perjalanan ini aman. Tidak hanya untuk kami, tetapi juga untuk Bapak dan keluarga.”
Bapak Hadi hanya mengangguk perlahan, meskipun raut wajahnya masih mencerminkan ketidakpastian. “Saya hanya berharap situasi ini segera membaik, Farhan.”
Setelah berbicara dengan Bapak Hadi, Farhan berbalik dan melihat ke arah anggota tim lainnya. Ika, yang selalu setia di sisinya, mengalihkan pandangannya dengan wajah khawatir. “Farhan, kita harus mulai mencari cara untuk memberi tahu klien dengan lebih baik, atau mereka akan terus merasa tidak aman. Ini bisa berpengaruh pada semua yang sudah kita bangun.”
Baca juga, Kesabaran sebagai Kunci Keberkahan di Bulan Ramadan
Farhan mengangguk, merasa cemas dengan saran Ika. Namun, meskipun dia tahu dia harus bertindak cepat, ada satu hal yang lebih penting baginya: menjaga kepercayaan klien. Jika mereka merasa diperlakukan dengan hormat dan mendapatkan perhatian penuh, Farhan percaya mereka akan lebih memahami kondisi yang ada.
Sementara itu, di dalam grup sales dan tour leader, ketegangan semakin terasa. Saling tuduh mulai terdengar ketika tim merasa kesulitan menjaga kesan baik di mata klien. Rudi, yang sudah merasa terbebani dengan beban pekerjaan, mulai menunjuk beberapa anggota tim yang ia anggap tidak terlalu berperan aktif.
“Coba lihat saja, kita sudah mengalami banyak masalah, dan masih ada yang main-main dengan masalah klien yang lebih serius,” kata Rudi dengan nada tinggi. “Kita harus lebih fokus, semua orang harus memberikan yang terbaik, bukan cuma ngejar omongan manis.”
Sales lainnya, Dian, tampak terdiam. Ia merasa terpojok oleh tuduhan yang tidak sepenuhnya benar. Namun, ia tidak ingin memperburuk suasana. “Kami semua punya cara masing-masing dalam menangani klien. Setiap orang punya peran penting.”
Farhan mencoba meredakan ketegangan itu. “Dian benar. Kami semua bagian dari tim yang sama. Mungkin kita perlu berbicara lebih terbuka dan berbagi solusi. Kita bukan hanya menghadapi situasi ini sendiri-sendiri.”
Pertengkaran kecil itu berhenti begitu saja, namun efek dari ketegangan tersebut tidak mudah hilang. Dalam perjalanan ini, setiap individu memiliki tantangan pribadi yang harus dihadapi, dan Farhan tahu, jika ia tidak segera melakukan sesuatu untuk menenangkan tim, mereka akan semakin terpecah.
Saat mereka mendekati Masjid Al-Aqsa lagi, perasaan harapan mulai kembali muncul. Di sana, tempat yang penuh sejarah dan spiritualitas, mereka merasa seolah menemukan kembali tujuan mereka. Farhan berdiri di dekat pintu gerbang Al-Aqsa, menatap langit yang mulai gelap.
“Ika,” kata Farhan dengan suara rendah, “Ini lebih dari sekadar bisnis. Aku ingin orang-orang ini merasakan keberkahan di sini. Kalau kita bisa melakukan itu, maka semua masalah lainnya akan terasa lebih ringan.”
Ika hanya mengangguk, mengetahui bahwa jauh di dalam hati Farhan, ada hasrat untuk memberikan yang terbaik, bukan hanya untuk diri mereka sendiri, tetapi juga untuk mereka yang memercayakan perjalanan ini kepada mereka.
Perjalanan mereka belum berakhir. Banyak rintangan yang akan datang, dan setiap keputusan akan semakin sulit diambil. Namun, di bawah bayang-bayang Masjid Al-Aqsa yang megah, Farhan merasa seolah ia mendapat kekuatan baru untuk terus melangkah, meskipun penuh dengan tantangan dan ujian.
Bersambung ke seri 15: Menghadapi Ketegangan Terakhir
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha