Zaman Milenial, Guru Diberi Pencerahan Terkait Mahar dalam Pernikahan
PWMJATENG.COM, SOLO – Para guru dan karyawan perlu memperkuat diri dengan menambah ketaqwaan karena zaman milenial, serba digitalilasi dan informasi.
Hal ini disampaikan waka Humas SD Muhammadiyah 1 Ketelan Surakarta Jatmiko, Kamis, (10/1/2019). “Sebagai Guru dan karyawan di lembaga islami yang unggul dalam prestasi dilandasi akhlaqul karimah, Guru dan karyawan tentu sangat dituntut, dapat lebih dalam lagi dalam belajar keimanan dan ketaqwaan, serta menguasai IT karena, zaman ini zaman melenial yang sebagian sudah digital, dan apa saja yang menjadi viral tentang kejadian yang ada di masyarakat, menyangkut dan berhubungan dengan dakwah,” jelasnya.
Setiap pagi pukul 07.00 WIB sebanyak 65 guru karyawan mengikuti kultum, Rabu (9/1/2019) ustaz Jaka Prasetya, S.Si membeberkan tentang seperti apa mahar yang baik itu?
“Berawal dari VIRALnya Pernikahan dengan Mahar Sepasang Sandal Jepit, di Desa Sumberadi, Kecamatan Somalangu , Kebumen. Sepasang Pengantin Budi dan Julia Nikah jam 07.30. sabtu 29 Desember 2018 dengan mahar sepasang sandal jepit swallow,” ungkap Jaka.
Akad nikah dari penghulu:
“Saudara Budi Risdiyanto, Saudara saya nikahkan dan kawinkan dengan Julia Warasita yang walinya telah mewakilkan kepada saya dengan maskawin sepasang sandal dibayar tunai.”
Kemungkinan ini hanya sensasi, maharnya Sandal Jepit, tapi uang seserahan ke mertua, bisa puluhan juta, itu yang tidak diperlihatkan. Katanya sandal dipilih sebagai filosofi selalu berjalan beriringan, bersama-sama ke mana-mana.
Dalam Qur’an surat An-Nisa ayat 4 disebutkan: “Dan berilah kepada wanita (calon istri) mahar, sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.”
Nihlah adalah : sebuah keharusan dan kewajiban (yang harus dibayarkan calon suami kepada calon istri).
Syaikh Muhammad Sholih AL Munajjid mengatakan: Mahar bisa berupa uang, harta benda, emas, perabotan rumah tangga atau sesuatu yang bermanfaat lainnya. Sabda Nabi “Menikahlah meskipun maharnya hanya dengan cincin besi,”
Mahar bisa juga berbentuk jasa, seperti jasa mengajari bacaan Al-Qur’an, dan jasa lainnya.
Intinya, kata dia, tapi yang lebih utama adalah mahar berupa harta walau sedikit
Sebagaimana firman Allah Ta’ala (QS. An Nisa: 24): ‘mencari isteri-isteri dengan hartamu‘
Jika calon suami miskin, dan ia tidak memiliki harta untuk dijadikan mahar, maka boleh menikahi wanita dengan mahar berupa pengajaran ayat-ayat Al Qur’an.
Mahar adalah hak isteri yang tidak boleh diambil. Rasulullah Saw., bersabda “Dosa paling besar di sisi Allah ialah orang yang menikahi wanita lalu ketika telah menyelesaikan hajatnya darinya, maka dia menceraikannya dan pergi dengan membawa maharnya,”[ HR. Al-Hakim (II/182)
Mahar disunnahkan disebutkan dalam akad nikah. disunnahkan menyebut mahar dalam akad nikah … (meskipun) jika tidak disebutkan dalam akad, tetap sah nikahnya.
Memberi mahar dengan kontan dan hutang. Sebagian ahli fiqh berpendapat bahwa mahar itu tidak boleh diberikan dengan cara dihutang keseluruhan. Sebagian lainnya mengatakan bahwa mahar boleh ditunda pembayarannya, tetapi menganjurkan agar membayar sebagian mahar dimuka mana kala akan menggauli istri. Dan di antara fuqaha yang membolehkan penundaan mahar (diangsur) ada yang membolehkan hanya untuk tenggang waktu terbatas yang telah ditetapkannya. Ini adalah pendapat Imam Malik.
Dalam kitab Fathul Qarib disebutkan disunnahkan mahar itu antara 10 dirham-500 dirham. Jika dikonversi ke rupiah kurang lebihnya antara Rp 550.000,00 sampai Rp 27.500.000,00.
Jika mahar terlalu kecil atau remeh, maka kesannya kurang menghargai istri (kecuali jika kemampuan suami sedikit).
“Sebaliknya apabila mahar terlalu mahal akan membebani calon suami.
Hal ini akan mengurangi keberkahan pernikahan,” tuturnya. (Jatmiko)