Zakat Fitri dalam Pandangan Muhammadiyah: Esensi, Hukum, dan Tata Cara Pembayarannya

PWMJATENG.COM – Menjelang akhir Ramadan, umat Islam di seluruh dunia bersiap menyambut Idulfitri. Di antara berbagai kewajiban yang harus dipenuhi menjelang hari kemenangan ini, zakat fitri menjadi salah satu amalan yang tidak boleh dilewatkan. Zakat fitri bukan sekadar kewajiban finansial, tetapi juga memiliki dimensi sosial yang dalam. Menurut pandangan Muhammadiyah, zakat fitri tidak hanya sebagai penyucian bagi orang yang berpuasa, tetapi juga sebagai sarana untuk membantu kaum fakir dan miskin.
Esensi dan Hukum Zakat Fitri
Zakat fitri diwajibkan pada tahun kedua Hijriyah, bertepatan dengan diwajibkannya puasa Ramadan. Imron Rosyadi, anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PWM Jawa Tengah sekaligus Kepala Lembaga Pengembangan Pondok Islam dan Kemuhammadiyahan (LPPIK) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), menjelaskan bahwa kewajiban ini didasarkan pada hadits Rasulullah ﷺ yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar ra.:
رَضَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ ، وَالذَّكَرِ وَالأُنْثَى ، وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلاَةِ
Artinya: “Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitri satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum atas umat Muslim; baik hamba sahaya maupun merdeka, laki-laki maupun perempuan, kecil maupun besar. Beliau SAW memerintahkannya dilaksanakan sebelum orang-orang keluar untuk shalat.” (HR Bukhari Muslim)
Hadits ini menegaskan bahwa zakat fitri wajib bagi setiap Muslim yang mampu, tanpa memandang usia atau status sosial.
Bentuk dan Kadar Zakat Fitri
Terkait jenis dan kadar zakat fitri, hadits yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id al-Khudri ra. menyebutkan:
عَنْ أَبِيْ خُدْرِي يَقُوْلُ كُنَّانُخْرِجُ زَكَاةَ الْفِطْرِصَاعًامِنْ َطعَامٍ أَوْ صَاعًامِنْ تَمْرٍأَوْ صَاعًامِنْ أَقْطٍ أَوْ صَاعًامِنْ زَبَيْبٍ
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri ra. ia berkata: Adalah kami mengeluarkan zakat fitri satu sha’ dari makanan pokok atau satu sha’ dari gandum atau satu sha’ dari kurma atau satu sha’ dari keu atau satu sha’ dari kismis.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dalam pandangan Muhammadiyah, zakat fitri boleh dibayarkan dalam bentuk uang, sebagaimana pendapat Abu Hanifah. Namun, kadar zakat yang ditetapkan oleh Muhammadiyah adalah 2,5 kg beras, bukan 3,8 kg seperti dalam Mazhab Hanafi.
Kriteria Wajib Zakat Fitri
Zakat fitri wajib bagi setiap Muslim yang memiliki kelebihan rezeki pada malam Idulfitri setelah memenuhi kebutuhan pokoknya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya. Hal ini didasarkan pada firman Allah dalam Surah At-Thalaq ayat 7:
لِيُنْفِقْ ذُوْ سَعَةٍ مِّنْ سَعَتِهٖۗ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهٗ فَلْيُنْفِقْ مِمَّآ اٰتٰىهُ اللّٰهُۗ لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا مَآ اٰتٰىهَاۗ سَيَجْعَلُ اللّٰهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُّسْرًاࣖ
Artinya: “Hendaklah orang yang lapang (rezekinya) memberi nafkah menurut kemampuannya, dan orang yang disempitkan rezekinya, hendaklah memberi nafkah dari apa (harta) yang dianugerahkan Allah kepadanya. Allah tidak membebani seseorang melainkan (sesuai) dengan apa yang dianugerahkan Allah kepadanya. Allah kelak akan menganugerahkan kelapangan setelah kesempitan.”
Baca juga, Konsep Wahyu dan Nuzulul Qur’an: Hakikat, Proses, dan Signifikansinya
Imron menekankan bahwa zakat ini wajib dibayarkan oleh orang yang bertanggung jawab menanggung nafkah keluarganya. Seorang ayah, misalnya, harus membayarkan zakat fitri bagi anak-anaknya, begitu pula suami bagi istrinya. Sementara itu, anak yatim piatu atau anak miskin yang tidak memiliki harta pribadi dan nafkahnya ditanggung oleh panti asuhan tidak diwajibkan menunaikan zakat fitri.
Penerima Zakat Fitri
Berbeda dengan zakat mal yang memiliki delapan golongan penerima (asnaf), zakat fitri hanya diberikan kepada fakir dan miskin. Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra.:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ فَرَضَ رَسُوْلُ للهِ زَكَاةَ الْفِطْرِطُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَ طُعْمَةً لِلْمِسْكِيْنِ مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُوْلَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ فَهِيَ الصَّدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ
Artinya: “Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitri untuk mensucikan diri orang yang berpuasa dari perkataan yang sia-sia dan kotor serta untuk memberi makan kepada orang-orang miskin. Barang siapa yang menunaikannya sebelum shalat Id, maka ia adalah zakat yang diterima, dan barang siapa yang menunaikannya sesudah shalat Id, maka itu hanyalah sekedar sedekah.” (HR Abu Dawud, Ibnu Majah, dan al-Hakim)
Waktu Pembayaran Zakat Fitri
Zakat fitri harus ditunaikan sebelum pelaksanaan salat Idulfitri. Jika dibayarkan setelah salat, maka zakat tersebut hanya dianggap sebagai sedekah biasa. Imron menjelaskan bahwa pembayaran zakat fitri dapat dilakukan sejak awal Ramadan, namun lebih utama dikeluarkan mendekati hari raya agar segera sampai kepada penerima manfaat.
Selain itu, ia menyoroti beberapa kasus terkait waktu pembayaran zakat fitri. Jika seseorang meninggal sebelum matahari terbenam di hari terakhir Ramadan, maka ia tidak wajib membayar zakat fitri. Sebaliknya, anak yang lahir sebelum matahari terbenam di akhir Ramadan tetap wajib dibayarkan zakat fitrinya.
Kesimpulan
Zakat fitri bukan hanya sekadar kewajiban keagamaan, tetapi juga refleksi dari kepedulian sosial dalam Islam. Muhammadiyah menegaskan pentingnya pemenuhan kewajiban ini sesuai dengan ajaran Rasulullah ﷺ, baik dalam bentuk makanan pokok maupun uang. Dengan menunaikan zakat fitri tepat waktu dan sesuai ketentuan, umat Islam tidak hanya menyucikan jiwa, tetapi juga memastikan kebahagiaan Idulfitri dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, khususnya mereka yang membutuhkan.
Kontributor : Yusuf
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha