Kolom

Urgensi Dakwah Digital Muhammadiyah: Perang Narasi Jalur Udara

Urgensi Dakwah Digital Muhammadiyah: Perang Narasi Jalur Udara

Oleh : Muhammad Taufiq Ulinuha, Dipl., S.Pd. (Pemred PWMJateng.com; Ex-Redaksi Rahma.ID)

PWMJATENG.COM – Dalam beberapa tahun terakhir, ruang digital menjadi medan baru dalam pertarungan wacana dan ideologi. Arus informasi yang bergerak cepat melalui media sosial, portal berita, hingga platform video menjadikan internet sebagai arena strategis dalam memengaruhi opini publik. Muhammadiyah sebagai organisasi Islam modern tentu tidak bisa abai. Dakwah yang dahulu hanya bertumpu pada mimbar masjid, pengajian tatap muka, atau majalah cetak kini harus menyesuaikan diri dengan lanskap baru yang serba digital.

Istilah “perang narasi jalur udara” menggambarkan betapa kompetitifnya kontestasi ide di ruang maya. Media sosial layaknya udara yang tak kasatmata, tetapi menyebarkan pesan dengan kecepatan tinggi. Di ruang ini, siapa yang mampu menyajikan konten menarik, kredibel, dan konsisten, dialah yang akan menguasai opini publik.

Dakwah Digital sebagai Keniscayaan

Perubahan pola komunikasi masyarakat tidak bisa dihindari. Menurut data We Are Social (2025), pengguna internet di Indonesia mencapai lebih dari 220 juta orang dengan rata-rata waktu penggunaan media sosial lebih dari 3 jam per hari. Angka ini menunjukkan betapa dominannya media digital dalam kehidupan sehari-hari.

Teori komunikasi Harold Lasswell menyebutkan bahwa inti komunikasi adalah who says what, in which channel, to whom, and with what effect. Jika diterapkan dalam konteks dakwah, maka pertanyaan pentingnya adalah: siapa yang menyampaikan pesan Islam, apa isi pesannya, melalui saluran apa, kepada siapa, dan apa dampaknya. Di era digital, saluran komunikasi berubah drastis. Media sosial, YouTube, podcast, hingga TikTok kini menjadi medium utama penyebaran pesan.

Muhammadiyah yang telah berusia lebih dari satu abad memiliki kekayaan gagasan Islam berkemajuan. Namun, kekayaan tersebut bisa menjadi sia-sia jika tidak dikemas dengan strategi digital yang efektif.

Perang Narasi dan Tantangan Dakwah

Ruang digital bukan hanya wadah netral. Ia menjadi arena pertarungan narasi, mulai dari ideologi radikal, konten hiburan dangkal, hingga hoaks dan ujaran kebencian. Dalam perspektif dakwah, ini merupakan tantangan serius.

Teori agenda setting dalam komunikasi politik menjelaskan bahwa media tidak hanya menyampaikan informasi, tetapi juga memengaruhi apa yang dianggap penting oleh publik. Jika ruang digital dipenuhi narasi yang menyesatkan, maka masyarakat akan lebih mudah terpengaruh. Inilah yang membuat perang narasi menjadi begitu krusial.

Baca juga, Branding dan Positioning Muhammadiyah di Era Digital: Menjaga Identitas di Tengah Arus Disrupsi

Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah modern tidak boleh hanya menjadi penonton. Dengan jaringan amal usaha yang luas, basis kader intelektual yang kuat, serta pengalaman panjang dalam dakwah, Muhammadiyah memiliki modal besar untuk tampil sebagai pemain utama dalam perang narasi digital.

Strategi Dakwah Digital Muhammadiyah

Ada beberapa langkah strategis yang dapat ditempuh Muhammadiyah dalam mengoptimalkan dakwah digital. Pertama, membangun ekosistem konten yang kuat dan berkelanjutan. Konten dakwah tidak boleh sebatas ceramah panjang, tetapi harus adaptif dengan gaya komunikasi digital: ringkas, visual, interaktif, dan mudah dibagikan.

Kedua, memperkuat kolaborasi lintas bidang. Dakwah digital tidak hanya tugas Majelis Tabligh, melainkan harus melibatkan amal usaha pendidikan, kesehatan, dan ekonomi Muhammadiyah. Misalnya, rumah sakit Muhammadiyah dapat membuat konten edukasi kesehatan Islami, sementara sekolah Muhammadiyah bisa melahirkan podcast remaja Islami.

Ketiga, membekali kader dengan literasi digital. Menurut Manuel Castells dalam teorinya tentang network society, masyarakat modern hidup dalam jaringan informasi yang saling terhubung. Karena itu, kader Muhammadiyah harus menjadi “digital native” yang piawai dalam memanfaatkan teknologi untuk berdakwah.

Dakwah Digital sebagai Perang Jalur Udara

Mengapa disebut perang jalur udara? Karena dakwah digital menyebar cepat seperti udara: tidak terlihat, tetapi dapat memengaruhi banyak orang sekaligus. Jika Muhammadiyah mampu menguasai jalur ini, maka gagasan Islam berkemajuan akan tersebar lebih luas dan memperkuat citra positif Islam di mata publik.

Sebaliknya, jika Muhammadiyah tertinggal, maka ruang digital akan dikuasai oleh narasi yang menyesatkan. Hal ini tentu berbahaya bagi generasi muda yang menjadikan media sosial sebagai sumber utama informasi.

Ikhtisar

Urgensi dakwah digital bagi Muhammadiyah tidak bisa ditawar. Dunia sudah bergerak ke arah digitalisasi, dan dakwah tidak boleh tertinggal. “Perang narasi jalur udara” menuntut Muhammadiyah untuk tidak hanya hadir, tetapi juga memimpin.

Dengan strategi konten yang kreatif, kolaborasi lintas bidang, serta penguatan literasi digital, Muhammadiyah dapat menjadi kekuatan utama dalam membangun narasi Islam berkemajuan di era digital.

Seperti ditegaskan oleh KH. Ahmad Dahlan, dakwah harus menyesuaikan zaman tanpa kehilangan substansi ajaran Islam. Maka, dakwah digital Muhammadiyah bukan sekadar pilihan, melainkan sebuah keniscayaan. Jalur udara harus dikuasai, agar Islam berkemajuan tidak hanya hidup di bumi nyata, tetapi juga bergaung di dunia maya.

Editor : Ahmad

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE