
PWMJATENG.COM, Surakarta – Menumpuknya limbah serbuk kayu (grajen) dari industri mebel di Desa Senden, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Klaten, kini mendapat solusi inovatif. Tim pengabdian Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) berhasil mengolah grajen menjadi bata ramah lingkungan yang bernilai ekonomis sekaligus mengurangi pencemaran.
Program ini bertajuk Penerapan Teknologi Inovasi Pengolahan Limbah Grajen untuk Pembuatan Bata Dinding Ramah Lingkungan. Dipimpin oleh dosen Teknik Sipil UMS, Alfia Magfirona, program ini digadang menjadi terobosan penting bagi masyarakat.
“Grajen yang selama ini dipandang sekadar limbah sebenarnya menyimpan potensi besar. Dengan teknologi tepat guna, grajen bisa diolah menjadi bahan bangunan ramah lingkungan sekaligus mengurangi pencemaran,” ujar Alfia, Selasa (26/8).
Setiap hari, industri mebel di Desa Senden menghasilkan 3–4 meter kubik grajen. Sebagian besar dibuang atau dibakar, sehingga memicu pencemaran udara. Melihat kondisi itu, tim pengabdian UMS yang beranggotakan dosen dan mahasiswa lintas program studi, yakni Teknik Sipil dan Manajemen, turun tangan dengan pendekatan teknologi.
Mereka menyerahkan mesin cetak bata otomatis serta alat pengayak. Tidak hanya memberikan peralatan, tim juga mendampingi proses produksi mulai dari perancangan, implementasi, hingga pengawasan mutu produk.
Muhammad Ujianto, salah satu anggota tim, menegaskan pentingnya pengawasan mutu agar bata yang dihasilkan bisa dipasarkan secara luas.
“Kami mendampingi mitra dalam setiap tahap, dari formula pencampuran grajen dengan tanah liat hingga pengawasan mutu. Tujuannya agar bata ramah lingkungan ini sesuai standar SNI,” jelasnya.
Mitra program ini adalah Kelompok Pengrajin Mebel Senden Jaya yang diketuai Triyono dengan 17 anggota. Para pengrajin mendapatkan pelatihan mengoperasikan mesin, merawat peralatan, hingga memahami teknik produksi.
Triyono mengaku pelatihan tersebut membuka wawasan baru bagi anggotanya. “Kami jadi tahu bahwa limbah yang biasa dianggap tidak berguna ternyata bisa diolah menjadi bata yang punya nilai jual,” ujarnya.
Baca juga, Menyambut Rabiul Awal dengan Ibadah dan Suka Cita
Dari sisi pemasaran, Muzakar Isa mendorong strategi hybrid dengan menggabungkan cara tradisional dan modern. Ia menjelaskan, penjualan konvensional dilakukan melalui toko bangunan lokal, sedangkan strategi digital memanfaatkan platform e-commerce seperti Tokopedia dan media sosial Instagram.
“Dengan cara ini, jangkauan pasar lebih luas dan produk bisa dikenal di luar wilayah Klaten,” kata Muzakar.

Program ini juga melibatkan mahasiswa. Salah satunya Nabil Belantara Kusuma, mahasiswa Teknik Sipil UMS, yang menilai keterlibatan mahasiswa sangat bermanfaat.
“Kami mempraktikkan ilmu di lapangan. Saya belajar langsung bagaimana teknologi sederhana mampu mengubah limbah menjadi produk bernilai,” tuturnya.
Program pengolahan limbah grajen ini mendapat dukungan dana sebesar Rp49.995.500 dari Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi. Target kapasitas produksi ditetapkan mencapai 200 bata per hari. Dengan capaian tersebut, tim berharap timbunan grajen dapat berkurang sekaligus membuka peluang usaha baru bagi masyarakat sekitar.
Alfia menegaskan, model pemberdayaan berbasis teknologi tepat guna ini bisa direplikasi di daerah lain yang menghadapi masalah serupa. “Jika model ini dikembangkan lebih luas, bukan hanya lingkungan yang diuntungkan, tetapi juga perekonomian desa bisa semakin kuat,” jelasnya.
Tim pengabdian UMS menekankan bahwa keberhasilan program ini lahir dari kerja sama erat antara akademisi dan masyarakat. Sinergi tersebut diyakini mampu menghadirkan terobosan nyata, berkelanjutan, serta memberi manfaat bagi banyak pihak.
Kontributor :Maysali
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha