PWMJATENG.COM, Surakarta – Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) mengadakan pelatihan intensif terkait Penilaian Kinerja Bangunan Gedung Hijau (BGH) pada Senin hingga Jumat (4-8/11). Pelatihan ini diikuti oleh para dosen dengan tujuan meningkatkan kompetensi mereka dalam penerapan konsep arsitektur hijau atau green building di lingkungan akademik.
Indrawati, ketua tim task force pelatihan, menyatakan bahwa kegiatan ini bertujuan menyamakan pemahaman para dosen mengenai konsep bangunan hijau yang ramah lingkungan. “Dalam visi misi kami, Prodi Arsitektur UMS mengedepankan arsitektur Islam yang berkelanjutan. Maka, dosen perlu memahami konsep green building agar dapat mengintegrasikannya ke dalam pengajaran, baik di jenjang S1 maupun Pascasarjana,” ujarnya pada Kamis (7/11).
Pelatihan ini terlaksana berkat kerja sama UMS dengan AP Building, yang menghadirkan Rana Yusuf Nasir, pendiri Green Building Council Indonesia (GBCI), sebagai pelatih utama. Indrawati, yang juga ahli bangunan hijau bersertifikasi Kementerian Pekerjaan Umum, menambahkan bahwa kolaborasi ini diharapkan mampu menambah kompetensi dosen dalam arsitektur hijau agar siap menyampaikan materi yang relevan kepada mahasiswa.
“Sertifikat dari LSP akan menjadi langkah awal, namun sertifikasi BNSP tetap kami kejar agar dosen memiliki kompetensi yang diakui dalam jasa konstruksi,” jelas Indrawati.
Menurut Indrawati, kegiatan ini menjadi langkah penting bagi UMS dalam merespons isu pembangunan berkelanjutan. “Kami ingin berkontribusi melalui arsitektur Islam yang tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga memiliki daya saing global,” tambahnya.
Sementara itu, Sekretaris Prodi Arsitektur UMS, Fadhilla Tri Nugrahaini, menyampaikan bahwa pelatihan ini merupakan bagian dari Program Kompetisi Kampus Merdeka (PKKM) 2024, sebagai bagian dari pengembangan sumber daya dosen.
Baca juga, Merayakan Milad Muhammadiyah dengan Syukur dan Bangga
Rana Yusuf Nasir, yang juga merupakan Dewan Ahli MASKEII, menjelaskan bahwa pelatihan mencakup aspek-aspek penting seperti regulasi pemerintah, energi, air, material, hingga pengelolaan sampah. “UMS punya visi besar meningkatkan kompetensi akademisi dalam pembangunan berkelanjutan. Ini kami mulai dari dasar hingga regulasi pemerintah yang diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21 Tahun 2021,” ujar Rana.
Ia menjelaskan bahwa peraturan tersebut mensyaratkan sertifikasi BGH bagi bangunan negara dengan ukuran tertentu, seperti kantor di atas 50.000 m² atau sekolah di atas 10.000 m². “Itulah mengapa UMS perlu melatih para dosennya, agar siap menghadapi kebutuhan regulasi sekaligus komitmen terhadap lingkungan,” imbuhnya.
Selain memenuhi regulasi nasional, pelatihan ini merupakan kontribusi nyata UMS terhadap upaya global pengurangan emisi karbon, sejalan dengan program Nationally Determined Contributions (NDC) Indonesia yang menargetkan penurunan emisi sebesar 30% pada 2030.
Rana pun mengapresiasi antusiasme para peserta pelatihan yang dinilainya sangat tinggi. “Saya bangga melihat semangat para dosen UMS. Pertanyaan-pertanyaan mereka menunjukkan kualitas dan ketulusan untuk benar-benar menguasai ilmu arsitektur hijau ini,” ungkapnya.
Di akhir pelatihan, Rana mendorong UMS agar berpartisipasi dalam kompetisi internasional seperti lomba desain berkelanjutan yang diadakan oleh ASHRAE (American Society for Heating, Refrigeration, and Air Conditioning Engineers). Ia berharap UMS mampu bersaing di kancah global dan mengharumkan nama Indonesia di bidang arsitektur berkelanjutan.
Kontributor : Fika
Editor : M Taufiq Ulinuha