
PWMJATENG.COM, Surakarta – Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) kembali menunjukkan perannya dalam mencetak lulusan unggul yang siap mengabdi di kancah internasional. Salah satu bentuk nyata kontribusi ini adalah pengiriman mahasantri Pondok Hajjah Nurriyah Shabran untuk menjalankan misi pendidikan dan dakwah di luar negeri.
Muhammad Azizi, lulusan tercepat angkatan 2020 Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir (IQT) Fakultas Agama Islam (FAI) UMS, terpilih sebagai salah satu peserta pengabdian di Kamboja. Ia menyelesaikan studinya lebih cepat dibandingkan rekan seangkatannya di Pondok Shabran. Kini, ia menjalani pengabdian di Musa Asiah Integrated Primary School atau Sekolah Bersepadu Musa-Asiah (SEPAMA), Krouch Chhmar, Kamboja, selama satu tahun sejak Agustus 2024 hingga Agustus 2025.
“Sebelum diberangkatkan, saya harus mempersiapkan diri selama tiga bulan dengan mempelajari bahasa Arab Jawi dan seni kaligrafi (khat),” ungkap Azizi dalam wawancara pada Senin (24/3).
Menjalankan pengabdian di negara dengan minoritas Muslim bukan hal mudah. Azizi harus menyesuaikan diri dengan keterbatasan bahasa Inggris di lingkungan sekitar. Awalnya, ia merasa kurang termotivasi. Namun, seiring waktu, ia menyadari bahwa kehadiran tenaga pengajar dari luar negeri sangat dibutuhkan untuk memberikan pemahaman Islam yang lebih modern kepada masyarakat Muslim di Kamboja.
Baca juga, Keutamaan Salat Tarawih dan Lailatul Qadar
Saat Ramadan, ia merasakan perbedaan besar dibandingkan di Indonesia. Tidak ada perayaan khusus, sehingga bulan suci ini berlangsung lebih sederhana. Meski begitu, Azizi tetap menjalankan berbagai aktivitas keagamaan, termasuk mengajar Al-Qur’an, menjadi imam salat tarawih, serta membimbing komunitas ibu-ibu dalam membaca Al-Qur’an.

Dalam kesehariannya, Azizi mengajar di sekolah dari pagi hingga sore. Setelah maghrib, ia aktif mengajar ibu-ibu dan memimpin ibadah. “Masyarakat di sini sangat ramah dan menghargai kehadiran saya. Saya sering diminta menjadi imam salat di masjid,” ujarnya.
Menurut Azizi, sistem pendidikan di Kamboja masih tertinggal dibandingkan Indonesia. Ia menyebut kurikulum di sana setara dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang pernah diterapkan di Indonesia.
Namun, ada peluang besar bagi tenaga pengajar asal Indonesia untuk berkontribusi di sana. Di sekolah tempatnya mengajar, terdapat mata pelajaran bahasa Indonesia yang membutuhkan guru dari Indonesia.
“Harapannya, program pengabdian ini dapat terus berlanjut di masa depan. Saat ini, saya merupakan angkatan ketiga sekaligus yang terakhir dikirim ke sekolah ini,” katanya.
Azizi mengaku mendapatkan banyak pelajaran berharga selama pengabdian. Ia menjadi lebih mandiri dan terbiasa menghadapi tantangan, termasuk mempelajari bahasa baru. Ke depannya, ia bercita-cita membuka program beasiswa agar masyarakat Kamboja memiliki kesempatan melanjutkan pendidikan di Indonesia.
Kontributor : Yusuf
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha