
PWMJATENG.COM, Surakarta – Majelis Pembinaan Kader dan Sumber Daya Insani (MPKSDI) Pimpinan Pusat Muhammadiyah menggelar Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS). Pertemuan ini membahas sejumlah agenda penting, salah satunya pemetaan kekuatan sekolah kader dan revitalisasi profilnya sebagai bagian dari reformasi kaderisasi di tubuh Muhammadiyah.
Wakil Rektor III UMS yang juga Wakil Ketua I MPKSDI PP Muhammadiyah, Mutohharun Jinan, menegaskan perlunya pembaruan dan perluasan konsep sekolah kader. Menurutnya, selama ini sekolah kader lebih dipahami secara sempit sebagai sekolah kader ulama.
“Padahal, perkembangan masyarakat sekarang sudah begitu cepat. Maka sekolah kader perlu diperluas agar bisa membentuk kader yang memiliki kualifikasi sesuai dengan kebutuhan masyarakat masa kini,” ujarnya, Sabtu (25/10).
Mutohharun menjelaskan, konsep baru sekolah kader tetap berfungsi membentuk kader dengan kekuatan ideologis yang kokoh, namun dengan spesifikasi dan keahlian yang lebih beragam. Ia mencontohkan pentingnya muncul kader Muhammadiyah yang bergerak di bidang digital.
“Misalnya kader digital, yang punya komitmen tinggi terhadap Persyarikatan tapi ahli di dunia digital. Mereka bisa menjadi influencer yang membawa nilai-nilai Muhammadiyah ke ruang publik. Kita sedang memberi makna baru terhadap sekolah kader dan profil kader yang diharapkan lahir dari sana,” jelasnya.
Baca juga, Aplikasi Al-Qur’an Muhammadiyah (Qur’anMu)
Selain membahas perluasan konsep, Rakornas juga diharapkan menghasilkan dokumen baru sebagai panduan mengenai arah dan bentuk sekolah kader yang relevan dengan perkembangan masyarakat modern. Dokumen tersebut akan menjadi salah satu langkah strategis dalam reformasi kaderisasi Muhammadiyah.
“Dari komisi ini, kami ingin melahirkan peta jalan dan strategi baru. Salah satunya melalui revitalisasi sekolah kader dengan diversifikasi pola pendidikan dan pelatihan,” kata Mutohharun.
Ia menambahkan, revitalisasi ini merupakan upaya menghidupkan kembali berbagai model pengkaderan yang pernah ada di Muhammadiyah. Sejumlah gagasan pun mengemuka dalam forum, seperti sekolah kader berbasis masjid, sekolah kader internasional, sekolah kader berbasis diaspora, dan sekolah kader berbasis komunitas.
Lebih lanjut, Mutohharun juga menyoroti peran perguruan tinggi Muhammadiyah sebagai pusat pengkaderan. Ia berharap kampus tidak hanya menjadi lembaga pendidikan akademik, tetapi juga berfungsi sebagai sekolah kader yang menyiapkan pemimpin-pemimpin masa depan Muhammadiyah.
“Kampus seharusnya bisa menjadi lembaga pembentuk kader yang mendorong gerak Persyarikatan. UMS bisa mencontohkan hal itu melalui Pondok Shabran,” ungkapnya.
Pondok Shabran, menurutnya, selama ini telah menjadi bagian dari sistem pengkaderan di UMS meski masih memakai konsep lama. Namun, ia berharap pengkaderan di pondok tersebut nantinya tidak hanya terbatas untuk mahasiswa Fakultas Agama Islam.
“Dengan konsep baru, semangat kaderisasi di Pondok Shabran harus bisa mencakup mahasiswa dari berbagai fakultas yang memiliki komitmen mengembangkan Muhammadiyah,” tambahnya.
Kontributor : Maysali
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha



