Berita

UMS Dorong Pendampingan Psikososial Berkelanjutan untuk Korban Bencana Alam

PWMJATENG.COM, SURAKARTAFakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) menekankan pentingnya pendampingan psikososial dan psikoedukasi berkelanjutan bagi penyintas bencana alam, seiring meningkatnya kejadian banjir, gempa bumi, dan erupsi gunung api di berbagai wilayah Indonesia.

Hal tersebut disampaikan Dosen Psikologi UMS, Fajar Ruddin, S.Psi., M.Sc., M.A., yang menjelaskan bahwa bencana alam merupakan stresor besar dengan dampak psikologis jauh lebih berat dibandingkan stres keseharian.

“Bencana tidak hanya merusak secara fisik dan ekonomi, tetapi juga memicu tekanan psikologis mendalam, terlebih ketika penyintas kehilangan pekerjaan, penghasilan, bahkan anggota keluarga,” ujarnya saat ditemui di Fakultas Psikologi UMS, Kamis (11/12/2025).

Menurut Fajar, tekanan tersebut diperparah oleh kondisi lingkungan yang tidak stabil, minimnya akses pangan, serta hilangnya rutinitas harian. Jika tidak ditangani, situasi ini dapat memicu gangguan traumatik berkepanjangan.

“Kalau ada anggota keluarga yang juga menjadi korban, misalnya meninggal dunia, tingkat stres akan semakin tinggi dan berpotensi menimbulkan trauma berat,” jelasnya.

Dalam psikologi bencana, Fajar menjelaskan bahwa penyintas akan melalui beberapa fase psikologis. Pada fase awal, dukungan relawan dan masyarakat sekitar membuat penyintas merasa tidak sendirian. Namun, kondisi tersebut biasanya bersifat sementara.

Ketika bantuan mulai berkurang dan relawan kembali ke aktivitas masing-masing, penyintas dihadapkan pada realitas baru berupa keterbatasan ekonomi, tuntutan hidup, dan minimnya dukungan sosial. Pada fase inilah, pendampingan psikososial dinilai paling krusial.

“Jika tidak didampingi, penyintas bisa merasa terabaikan dan semakin tertekan,” tegasnya.

Fajar menyebut Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) sebagai gangguan psikologis yang paling sering dialami korban bencana. Gejalanya antara lain munculnya ketakutan berlebihan saat mendengar suara atau melihat situasi yang mengingatkan pada bencana.

Ia mencontohkan penyintas erupsi Merapi yang kembali cemas mendengar suara gemuruh kendaraan, atau warga Palu yang masih trauma setiap memasuki bulan September pascagempa besar 2018.

Pendekatan psikoedukasi, lanjut Fajar, harus dilakukan secara berkelanjutan dan kolaboratif. Akademisi, relawan, tokoh agama, dan lembaga sosial perlu bersinergi memberikan pendampingan emosional, aktivitas produktif, serta pelatihan keterampilan.

Anak-anak dan remaja perlu difasilitasi dengan kegiatan bermain dan belajar, sementara orang dewasa dapat dibekali pelatihan keterampilan agar kembali berdaya secara ekonomi.

Dalam situasi bencana berskala besar, pembentukan kelompok-kelompok kecil dinilai efektif untuk saling menguatkan secara emosional, terutama di lingkungan pengungsian. Pendekatan ini juga membantu meminimalkan kecemburuan sosial akibat ketimpangan bantuan.

Untuk kelompok rentan seperti anak-anak dan lansia, strategi khusus sangat dibutuhkan. Anak-anak perlu aktivitas agar tidak jenuh, sementara lansia tetap perlu diberdayakan melalui diskusi, kegiatan keagamaan, atau penyuluhan.

“Jika di pengungsian hanya tidur-tiduran, justru berpotensi menimbulkan stres baru,” ujarnya.

Fajar juga menyoroti tantangan budaya dan bahasa dalam pendampingan psikologis. Relawan perlu memahami konteks lokal agar mampu membangun kedekatan dan kepercayaan dengan penyintas.

UMS secara aktif terlibat dalam dukungan psikososial melalui penggalangan dana, koordinasi dengan HIMPSI wilayah terdampak, serta pengiriman relawan ke berbagai lokasi bencana, termasuk erupsi Merapi dan misi kemanusiaan internasional.

Menutup wawancara, Fajar mengajak penyintas untuk terus menguatkan diri dan masyarakat menjaga kohesivitas sosial.

“Ujian ini dapat melatih resilience atau daya lenting psikologis. Yang terpenting, jangan memperbesar potensi konflik sosial agar proses pemulihan bisa berjalan lebih cepat,” pungkasnya.

Kontributor: Yusuf/Humas
Editor: Al-Afasy

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE