UMS Dorong Pemanfaatan GIS untuk Pemetaan Kesehatan Masyarakat

PWMJATENG.COM, SURAKARTA – Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) terus memperkuat kapasitas mahasiswa dalam pemanfaatan teknologi digital untuk analisis kesehatan masyarakat. Hal ini diwujudkan melalui penyelenggaraan Kuliah Umum dan Bedah Buku bertema “Penerapan GIS dalam Bidang Kesehatan Masyarakat”, bertempat di Auditorium Mohammad Djazman, Kampus I UMS, Rabu (26/11).
Ketua Panitia sekaligus dosen Pengampu, Prof. Dr. Yuli Kusumawati, SKM., M.Kes., menjelaskan bahwa tema tersebut selaras dengan keunggulan Prodi Kesmas UMS yang berbasis Teknologi Informasi Kesehatan (TIK). Salah satu implementasinya terdapat pada mata kuliah visualisasi data spasial yang menekankan penguasaan Geographic Information System (GIS).

“Kami ingin mahasiswa menyadari bahwa ilmu itu tidak bisa terkotak-kotak. Geografi pun dapat diterapkan dalam kesehatan. GIS berperan besar dalam memetakan permasalahan kesehatan berbasis ruang sehingga membantu proses pengambilan keputusan,” ujarnya.
Yuli mencontohkan penerapan GIS pada pemetaan kasus tuberkulosis (TBC) di daerah yang memiliki pola pengelompokan, sehingga intervensi kesehatan dapat diprioritaskan pada wilayah yang paling membutuhkan. Ia menambahkan bahwa pemanfaatan GIS di bidang kesehatan di Indonesia masih terbilang baru, meskipun konsep ini sudah digunakan sejak era John Snow ketika memetakan wabah kolera di London.
Kuliah umum ini menghadirkan pakar Epidemiologi dan Health System, Prof. Sulistyawati, S.Si., M.P.H., Ph.D., yang memaparkan berbagai peran strategis GIS dalam perencanaan fasilitas kesehatan, analisis aksesibilitas layanan, hingga pemetaan logistik kesehatan.
“GIS memiliki nilai plus dalam meningkatkan efektivitas intervensi kesehatan masyarakat. Melalui visualisasi peta, pola dan dinamika masalah kesehatan dapat terlihat jelas sehingga keputusan yang diambil berbasis bukti,” terangnya.
Menurutnya, implementasi GIS dimulai dari pemetaan sederhana, lalu berkembang ke tahap investigasi, pemodelan, hingga prediksi penyebaran wabah penyakit.
Berdasarkan sejumlah riset yang telah ia lakukan, pemanfaatan GIS di Indonesia—khususnya di Jawa Tengah—telah meluas. Salah satunya terlihat dalam riset pemetaan mitigasi banjir rob di Kota Semarang.
“Banjir membawa risiko kesehatan tersendiri seperti diare dan leptospirosis. Mapping banjir rob menjadi dasar penting untuk pencegahan penyakit akibat bencana tersebut,” jelasnya.
Sulistyawati berharap GIS tidak hanya berhenti sebagai alat pemetaan, tetapi berkembang menjadi platform pengambilan kebijakan yang berdampak langsung bagi masyarakat.

Pada sesi bedah buku, hadir Noor Alis Setiyadi, S.KM., M.K.M., Ph.D., dosen Kesmas UMS sekaligus penulis monograf sistem informasi pemantauan tuberkulosis berbasis WebGIS. Ia mendorong mahasiswa untuk lebih berani dan kreatif dalam memilih topik tugas akhir, khususnya pada pengembangan sistem informasi kesehatan.
“Masalah kesehatan sangat banyak dan harus dipantau. Dari pemantauan itu dihasilkan data, kemudian divisualisasikan, dan visualisasi data inilah yang menjadi dasar pengambilan keputusan kesehatan,” ungkapnya.
Noor Alis menjelaskan bahwa GIS tidak hanya digunakan untuk penyakit menular seperti TBC, tetapi juga dapat diterapkan untuk pemantauan kanker serviks, kanker payudara, hingga isu kesehatan mental dan ODGJ.

Kegiatan ini diharapkan dapat memperluas wawasan mahasiswa sekaligus memperkuat peran UMS dalam pengembangan teknologi informasi kesehatan yang aplikatif dan berdampak bagi masyarakat.
Kontributor: (Fika/Roselia/Humas)
Editor: Al-Afasy



