Ummu Salamah: Keteguhan Iman, Pengorbanan, dan Kehormatan sebagai Istri Nabi

PWMJATENG.COM – Ummu Salamah adalah salah satu perempuan mulia dalam sejarah Islam. Nama lengkapnya adalah Hindun binti Abi Umayyah. Ia berasal dari keluarga terhormat Bani Makhzum di Mekkah, keluarga yang juga melahirkan tokoh seperti Abu Jahal dan Umar bin Khattab. Dalam sebuah ceramah, Wakil Ketua PWM Jawa Tengah, M. Abduh Hisyam, menuturkan bahwa perjalanan hidup Ummu Salamah penuh dengan ujian, pengorbanan, sekaligus keteladanan.
Sejak awal, Ummu Salamah dikenal sebagai sosok yang teguh memegang keimanan. Suaminya adalah Abdullah bin Abdul Asad atau Abu Salamah. Keduanya termasuk golongan pertama yang menerima risalah Nabi Muhammad di Mekkah. Namun, keislaman mereka tidak berjalan mulus. Keluarga besar Banu Makhzum menentang keras keputusan tersebut, sehingga Ummu Salamah bersama suaminya harus hijrah ke Abysinia (Etiopia) demi mendapatkan perlindungan.
Di negeri itu, mereka bersama sahabat lain mendapat jaminan keamanan dari Raja Negus (Najasyi), seorang penguasa Nasrani yang dikenal adil. Meskipun berbeda agama, Najasyi menghormati kaum Muslimin. Al-Qur’an memuji sikap penuh kasih para pendeta Nasrani yang menolong pengikut Nabi. Allah berfirman dalam QS. Al-Maidah ayat 82:
وَلَتَجِدَنَّ أَقْرَبَهُمْ مَوَدَّةً لِلَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ قَالُوا إِنَّا نَصَارَىٰ
Artinya: “Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata: ‘Sesungguhnya kami ini orang Nasrani.’”
Namun, kabar tentang membaiknya situasi di Mekkah membuat sebagian sahabat kembali. Ummu Salamah dan suaminya termasuk yang pulang, tetapi justru mendapati keadaan lebih sulit setelah wafatnya Abu Thalib, pelindung Nabi. Akhirnya, keputusan hijrah ke Madinah pun diambil.
Ujian Perpisahan yang Menyayat Hati
Perjalanan hijrah Ummu Salamah tidaklah mudah. Ketika hendak berangkat, keluarganya dari Banu Makhzum menahan dirinya agar tidak ikut suami. Lebih menyakitkan lagi, keluarga suaminya dari Banu Asad memaksa mengambil putra mereka, Salamah. Peristiwa itu membuat Ummu Salamah terpisah dari suami dan anak, hingga ia menangis hampir setiap hari selama setahun.
Hingga suatu ketika, seorang anggota Bani Umayyah membujuk keluarganya agar ia diizinkan menyusul Abu Salamah ke Madinah. Bani Asad pun luluh dan menyerahkan kembali Salamah kepadanya. Maka berangkatlah Ummu Salamah seorang diri dengan anaknya di pangkuan.
Di perjalanan, tepatnya di Tan’im, ia bertemu Utsman bin Talhah yang kemudian bersumpah tidak akan membiarkannya berjalan sendirian. Utsman dengan penuh kehormatan mengantarnya hingga tiba di Quba, desa selatan Madinah. Kisah ini menunjukkan betapa tinggi martabat perempuan dalam Islam, karena keberanian dan keteguhan Ummu Salamah membuat banyak orang tergerak menolongnya.
Kehilangan Abu Salamah dan Doa Kesabaran
Di Madinah, Ummu Salamah kembali diuji. Abu Salamah terluka parah dalam Perang Uhud dan akhirnya wafat. Sebelum berpulang, Ummu Salamah memanjatkan doa penuh keikhlasan:
إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ، اللَّهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي، وَأَخْلِفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا
Artinya: “Sesungguhnya segala sesuatu adalah milik Allah dan akan kembali kepada-Nya. Ya Allah, berilah aku ganjaran dalam musibahku dan berikanlah ganti yang lebih baik darinya.”
Baca juga, Jalan Amal Saleh: Menemukan Makna Hidup dalam Bingkai Waktu
Ia juga mendoakan suaminya dengan penuh kasih:
“Ya Allah, ampunilah dosa dan kesalahan Abu Salamah, tinggikanlah derajatnya di kalangan orang-orang yang Engkau beri petunjuk, jagalah keturunannya agar termasuk orang-orang yang selamat, lapangkanlah kuburnya, serta berilah cahaya di dalamnya.”
Doa tersebut menjadi pelajaran berharga tentang kesabaran dalam menghadapi musibah.
Lamaran Nabi dan Kehormatan sebagai Istri
Setelah masa iddah berakhir, Abu Bakar dan Umar bin Khattab melamar Ummu Salamah, namun ia menolak. Ketika Nabi Muhammad melamarnya, Ummu Salamah dengan rendah hati mengungkapkan tiga alasan: dirinya pencemburu, sudah berusia tua, dan memiliki banyak anak. Nabi menenangkannya dengan sabda:
“Mengenai sifat pencemburu, semoga Allah menghapusnya darimu. Mengenai usia, aku lebih tua darimu. Adapun anak-anakmu, mereka adalah milik Allah dan Rasul-Nya.”
Jawaban itu membuat Ummu Salamah yakin, lalu menerima lamaran Nabi. Kehidupan rumah tangganya bersama Rasulullah penuh kasih sayang. Putri-putri Nabi pun sangat menyayangi anak-anak Ummu Salamah, hingga cucu Nabi, Hasan dan Husain, kerap bermain bersama mereka.
Peran Ummu Salamah dalam Perjuangan Islam
Sebagai istri Nabi, Ummu Salamah bukan hanya seorang ibu yang mendidik anak, tetapi juga saksi berbagai peristiwa besar. Ia ikut mendampingi Rasulullah dalam Perjanjian Hudaibiyah, Perang Khaybar, Fathu Makkah, Perang melawan Tsaqif dan Hawazin, pengepungan Thaif, hingga Haji Wada.
Al-Qur’an menggambarkan janji Allah bagi mereka yang beramal saleh dengan iman, baik laki-laki maupun perempuan, dalam QS. An-Nahl ayat 97:
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Artinya: “Barang siapa mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sungguh akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”
Ayat ini seolah menjadi cermin bagi kehidupan Ummu Salamah, seorang perempuan yang teguh, sabar, dan penuh pengorbanan.
Warisan Keteladanan
Kisah Ummu Salamah tidak sekadar catatan sejarah, tetapi juga sumber inspirasi. Ia mengajarkan arti kesabaran dalam kehilangan, keberanian dalam ujian, serta keteguhan dalam iman. Dalam banyak riwayat, ia dikenal sebagai sosok yang cerdas, bijak, dan berperan besar dalam menjaga ajaran Rasulullah.
Sebagaimana disampaikan M. Abduh Hisyam, keteladanan Ummu Salamah layak dihayati oleh umat Islam, khususnya kaum perempuan. Ia menunjukkan bahwa perempuan bukan hanya pendamping, melainkan juga pejuang dalam menjaga agama.
Dari perjalanan panjang Ummu Salamah, tergambar jelas bahwa kemuliaan seorang perempuan dalam Islam tidak ditentukan oleh harta maupun kedudukan, melainkan oleh keteguhan hati, kesabaran, dan keikhlasan dalam berjuang di jalan Allah.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha