PWMJATENG.COM, Surakarta – Muhammad Qadri Ramadhan, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) yang menjadi salah satu penerima beasiswa Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA) 2024, membagikan pandangannya tentang toleransi beragama di Rusia. Negara ini, yang dikenal dengan keragaman budaya dan agama, memberikan pengalaman menarik bagi Qadri selama menempuh studi di sana.
Dalam wawancara, Qadri menjelaskan bahwa meskipun mayoritas penduduk Rusia beragama non-Islam, dengan lebih dari 50% di antaranya ateis, toleransi beragama cukup terasa. “Alhamdulillah, mereka sangat menghargai keberadaan saya sebagai Muslim,” ujarnya, Selasa (29/10). Menurutnya, sekitar 5-10% dari populasi Rusia adalah Muslim, yang tetap mendapat tempat dalam masyarakat yang sebagian besar berbeda keyakinan.
Namun, Qadri mengaku menghadapi tantangan saat menjalankan ibadah di tempat umum. “Awal-awal, saat mengurus administrasi, kami mencari tempat untuk salat. Pernah dalam situasi terburuk, kami salat di emergency exit di mall,” ungkapnya, menceritakan betapa ia dan teman-temannya berusaha menjalankan ibadah di tengah keterbatasan.
Meski demikian, dukungan dari lingkungan sekitar menjadi kekuatan tersendiri. Ia menggambarkan hubungannya yang akrab dengan teman sekamarnya, seorang mahasiswa asal Bali yang beragama Hindu. “Roommate saya sangat menghargai kebiasaan saya beribadah. Bahkan, dia sering bertanya tentang Islam dan keberagaman di Indonesia,” tambahnya. Interaksi ini, menurutnya, menciptakan suasana saling menghormati dan membuka ruang untuk berdialog tentang perbedaan keyakinan.
Baca juga, Pengembangan dan Manajemen Persyarikatan untuk Mewujudkan Muhammadiyah Unggul Berkemajuan yang Maju, Profesional, dan Modern (MPM)
Qadri juga menyoroti perbedaan fisik yang sering membuatnya tampak berbeda di antara orang lokal, terutama karena warna kulitnya yang lebih gelap. Namun, ia menegaskan tidak pernah merasakan perlakuan diskriminatif. “Secara keseluruhan, saya merasa aman dan diterima di sini,” katanya dengan yakin.
Selain tantangan dalam beribadah, Qadri juga dihadapkan pada masalah ketersediaan makanan halal. Sebagai Muslim minoritas, ia sering merasa kesulitan dalam mencari makanan yang sesuai dengan keyakinannya. “Hidup sebagai Muslim di sini kadang terasa sulit, terutama soal makanan halal,” tuturnya. Untuk mengatasinya, ia lebih memilih memasak sendiri di asrama. “Harga makanan di luar cukup mahal, jadi saya masak sebelum berangkat kuliah,” lanjutnya.
Meski tidak banyak, Qadri cukup terkejut dapat menemukan beberapa masjid di kota tempatnya belajar. “Alhamdulillah, ada sekitar tiga sampai empat masjid di sini. Komunitas Muslimnya juga cukup solid, dan mereka lebih fasih berbahasa Arab daripada bahasa Inggris, jadi kami sering berbicara dalam bahasa Arab,” jelasnya.
Di sisi lain, Qadri harus beradaptasi dengan tingginya biaya hidup di Rusia, terutama untuk kebutuhan yang tidak umum bagi masyarakat tropis seperti Indonesia. “Kami juga harus menyiapkan biaya ekstra untuk membeli pakaian musim dingin, yang cukup mahal. Musim dingin nanti akan membuat hidup di sini lebih menantang,” tambahnya, menggambarkan persiapannya menghadapi cuaca ekstrem di Rusia.
Kontributor : Fika
Editor : M Taufiq Ulinuha