Teologi Al Maun Muhammadiyah
Oleh : As’ad Bukhari, S.Sos., MA.*
PWMJATENG.COM – Kiai Ahmad Dahlan merupakan sosok yang sangat agamis, islamis, teologis, filosofis, dan jihadis dalam mendakwahkan Islam melalui persyarikatan Muhammadiyah yang dibentuknya. Lahir dari kalangan Agamawan sekaligus Bangsawan bahkan nasabnya maupun sanadnya sangat jelas otentik tanpa ada kedutaan walaupun banyak yang menentang dan tidak suka dengan gerakan dakwahnya. Mulanya santrinya tidak banyak, akan tetapi menjadi cikal bakal penerus Muhammadiyah yang hingga akhirnya menjadi organisasi Islam terkaya di dunia dan telah melampaui usia 100 tahun menuju abad keduanya. Semua hal telah banyak mewarnai Persyarikatan Muhammadiyah dari generasi awal, pertengahan sampai kini dan terus kelak selanjutnya.
Nilai dakwah yang paling fundamental ditanamkan oleh Kiai Ahmad Dahlan adalah ajaran teologi Islam yang diberi nama pengajian Al Maun. Kepedulian terhadap kaum lemah, fakir, miskin, yatim, duafa dan umat yang terbelakang menjadi alasan untuk dapat memberikan mereka pendidikan terhadap ilmu agama dan ilmu umum. Hal ini menjadi sebuah langkah tafsir amaliyyah dalam mengaplikasikan Teologi Al Maun yang dibawakan oleh Kiai Ahmad Dahlan. Teologi Al Maun dimulai dari beberapa santri setianya yang terus diajarkan kurang lebih tujuh bulan terus menerus secara berkelanjutan, sehingga membuat sebagian santrinya ada yang jenuh dan mulai bosan. Teologi Al Maun dimulai dari membaca surahnya, kemudian dijelaskan arti dan maknanya, lalu dipraktikkan maupun diamalkan langsung ke lapangan melihat masyarakat sekitarnya. Metode ini juga sering disebut semakna dengan metode talaqqi dan metode pembelajaran langsung bersanad oleh santri kepada kiainya.
Memahami ajaran Teologi Al Maun tentu tak hanya terbatas pada sejarahnya saja, melainkan kini bisa diamalkan dalam berbagai aspek khususnya pada politik, sosial dan ekonomi sebagai aspek yang paling urgensi di negeri ini. Teologi Al Maun intisarinya adalah membebaskan, memerdekakan, mencerdaskan, memberdayakan, dan membangkitkan kaum lemah tak berdaya menjadi kuat, berdaya, merdeka, bebas dan bangkit baik dari segi kehidupan politik, sosial dan ekonomi sebagai masyarakat muslim yang sebenar-benarnya. Bukan justru sebaliknya yang malah menindas, menzalimi, menjatuhkan dan membodohi umat sehingga menjadi Teologi Al Lahab layaknya sosok Abu Lahab keras kepala dan menentang dakwah Islam terhadap Rasulullah Saw.
Baca juga, Dalil Salat Tarawih 8 Rakaat
Kenyataannya sampai hari ini ajaran Teologi Al Maun yang dianggap sederhana dan sepele ini justru masih sulit diamalkan dan dilakukan. Akan tetapi Teologi Al Lahab sebagai kebalikannya lah yang semakin dirasakan, padahal tak ada satu Kiai atau tokoh agama dari manapun yang mengajarkannya. Seharusnya Teologi Al Maun dalam kehidupan politik dapat menyejahterakan umat dalam aspek kekuasaan dan tidak menentang agama Islam itu sendiri untuk membangun negara yang berkemajuan. Semestinya Teologi Al Maun dalam kehidupan sosial itu membawa kemaslahatan kepada umat agar senantiasa dapat menjaga nilai kemanusiaan dan nilai persaudaraan dalam membangun ukhuwah baik seagama, sebangsa dan sesama manusia. Sewajarnya pula Teologi Al Maun dalam kehidupan ekonomi dapat menyejahterakan umat agar setidaknya menjaga iman walau dalam keadilan sulit apalagi masuk pada kondisi kemiskinan ya g sangat rentan untuk terjerumus pada keburukan.
Teologi Al Maun Muhammadiyah menjadi sebuah pedoman hidup yang tak lagi hanya sebatas nilai pemikiran Islam semata, melainkan sebagai arah dan pandangan yang seusai dengan Al Qur’an dan As Sunah. Apalagi sebagai warga Muhammadiyah, sudah menjadi kewajiban utama yang menanamkan dan mengamalkan Teologi Al Maun Muhammadiyah sebagai bentuk kesungguhan menjalani aktivitas kehidupan bersama kendaraan dakwah Persyarikatan Muhammadiyah. Jangan sampai Teologi Al Maun ini justru lebih banyak diamalkan dan dilakukan oleh warga di luar Muhammadiyah, sedangkan warga Muhammadiyah pula yang sebagian terjebak pada Teologi Al Lahab, layaknya menjadi seperti manusia berkarakter Abu Lahab yang membawa malapetaka.
Aplikasi Teologi Al Maun Muhammadiyah secara berjamaah mungkin terlihat lebih mudah diamalkan bersama. Namun jika dilakukan secara nafsi atau individu menjadi lebih sulit dikarenakan tak lepas dari ambisi sesaat, syahwat politis, dan arogansi sikap. Jadikan Teologi Al Maun Muhammadiyah yang diajarkan Kiai Ahmad Dahlan ini selalu hidup mewarnai semua bidang kehidupan baik di sekolah, kampus, pemerintahan, lembaga, dan sosial masyarakat. Berusaha menjadi insanul ulil albab, berikhtiar menjadi insanul kamil, dan bersikap menjadi insanul tajdid. Dengan begitu Teologi Al Maun Muhammadiyah senantiasa dapat diamalkan dengan sebaik-baiknya, sehingga dapat mewarnai seluruh semesta alam membawa perubahan menuju kepada arah kehidupan beragama yang berkemajuan.
*Analis Kajian Islam, Pembangunan, dan Kebijakan Publik. Kader Muhammadiyah Sleman, Yogyakarta.
Editor : M Taufiq Ulinuha