Tausiyah Subuh di Tarakan Plaza: Pujiono Tegaskan Guru Bukan Sekadar Pengajar, tapi Pencetak Generasi

PWMJATENG.COM, Tarakan – Suasana subuh di Hotel Tarakan Plaza, Kalimantan Utara, Kamis (18/9), terasa syahdu ketika para guru peserta Bimbingan Teknis (Bimtek) Pembelajaran Mendalam Koding dan Kecerdasan Artifisial mengikuti kajian subuh bersama Pujiono. Ia merupakan anggota Majelis Tabligh PWM Jawa Tengah sekaligus Kepala SD Muhammadiyah Program Khusus Banyudono.
Dalam kajian yang bertema “Mencintai Profesi (Guru) Raih Ridho Ilahi”, Pujiono menyampaikan pesan mendalam mengenai makna profesi guru. Tausiyah tersebut membakar semangat para pendidik untuk semakin mencintai dan mengikhlaskan pekerjaannya sebagai pengajar.
Dalam ceramahnya, Pujiono menegaskan bahwa guru merupakan profesi yang sangat mulia. Menurutnya, guru tidak hanya berperan sebagai penyampai ilmu, tetapi juga pendidik yang membentuk karakter generasi masa depan.
“Ilmu yang diajarkan guru bukan hanya untuk kepentingan duniawi, tetapi juga untuk menyiapkan murid menghadapi kehidupan dunia dan akhirat. Maka profesi guru adalah ladang pahala yang sangat luas,” ujarnya di hadapan peserta.
Ia mengingatkan agar guru tidak terjebak dalam rutinitas mengajar yang kering makna. Banyak pendidik, katanya, hanya menyampaikan materi tanpa menyadari peran besar dalam membentuk kepribadian murid. “Mengajar bukan sekadar rutinitas, tetapi harus dilandasi dengan niat mulia untuk mendidik. Jika tanpa makna, tugas mulia ini bisa terasa berat dan kosong,” tegasnya.
Lebih lanjut, Pujiono menekankan bahwa guru harus terus belajar sepanjang hayat. Ia menyebut, seorang pendidik yang berhenti belajar justru mengkhianati profesinya.
“Jangan mengkhianati profesi guru dengan berhenti belajar. Guru sejati adalah pembelajar yang terus berkembang. Guru yang berhenti belajar akan kehilangan esensi profesinya,” jelasnya.
Baca juga, Meneguhkan Ideologi Islam Berkemajuan: Tafsir Dorong Kekuatan Politik yang Mandiri
Menurutnya, dengan terus belajar, guru tidak hanya meningkatkan kualitas diri, tetapi juga memberi teladan nyata bagi murid-muridnya. Guru yang mau berkembang akan menjadi sosok inspiratif yang dicontoh oleh peserta didik.
Dalam tausiyah tersebut, Pujiono menyelipkan ungkapan Jawa yang penuh makna: “Kencana nanging kroso kaya wingko.” Kencana berarti emas, lambang kemuliaan, sedangkan wingko diibaratkan serpihan kaca yang dianggap tidak berguna.

“Guru itu sebenarnya kencana, sangat bernilai. Tetapi sering merasa seperti wingko, diremehkan, tidak dihargai. Meski begitu, jangan putus asa. Tetaplah ikhlas, sabar, dan yakin bahwa Allah SWT akan memberi balasan terbaik bagi amal kita,” tuturnya.
Ungkapan ini membuat para guru merenung. Mereka menyadari bahwa meski sering merasa dipandang sebelah mata, profesi guru tetap memiliki nilai luhur yang tidak tergantikan.
Kajian subuh itu menjadi pelecut semangat bagi seluruh peserta Bimtek. Pujiono menegaskan, mencintai profesi adalah kunci agar guru tetap ikhlas dalam menjalankan tugas. Ia mengingatkan bahwa tujuan utama mengajar bukan hanya mencetak murid berprestasi, tetapi juga meraih ridha Allah SWT.
“Meskipun kadang merasa seperti wingko, tetaplah memberi yang terbaik. Karena tujuan akhir kita adalah meraih ridho Allah SWT,” pungkasnya.
Kontributor : Pujiono
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha