Tanda-tanda Haji Mabrur
PWMJATENG.COM – Ajaran Islam memiliki hikmah dan tujuan tertentu dalam semua aspeknya, yang dikenal sebagai maqâshid syarî‘ah. Maqâshid syarî‘ah adalah berbagai maslahat yang dapat diraih oleh seorang hamba, baik di dunia maupun di akhirat.
Adapun maslahat di akhirat, orang-orang saleh akan mendapatkan kenikmatan yang luar biasa, sebagaimana dijelaskan dalam hadis qudsi yang diriwayatkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
قَالَ اللَّه: أَعْدَدْتُ لِعِبَادِيْ الصَّالِحِيْنَ مَا لاَ عَيْنَ رَأَتْ ، وَلاَ أُذُنَ سَمِعَتْ ، وَلاَ خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ
Allah berfirman: “Telah Aku siapkan untuk hamba-hamba-Ku yang saleh kenikmatan yang tidak pernah dilihat mata, tidak pernah didengar telinga, dan tidak pernah terbetik di hati manusia.” HR. Al-Bukhari 3073 dan Muslim 2824.
Haji mabrur adalah haji yang diterima oleh Allah Swt., yang dapat menggugurkan dosa dan mendapatkan balasan surga. Dalam hadis riwayat Bukhari, Rasulullah Saw. bersabda tentang pahala bagi haji mabrur:
الْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ
Artinya, “Tidak ada balasan (yang pantas diberikan) bagi haji mabrur kecuali surga.” HR. Al-Bukhari 1683 dan Muslim 1349.
Predikat haji mabrur bukanlah hak manusia untuk menilainya karena semua itu merupakan kuasa Allah Swt.. Tidak semua yang hajinya sah terhitung sebagai haji mabrur. Ibnu Rajab al-Hanbali menyatakan, “Yang hajinya mabrur sedikit, tapi mungkin Allah Azza wa Jalla memberikan karunia kepada jamaah haji yang tidak baik karena jamaah haji yang baik.” (Lathâiful Ma’ârif Fîma Li Mawâsimil ‘Am Minal Wazhâif).
Tanda-tanda Haji Mabrur
Bagaimanakah mengetahui haji seseorang mabrur? Apa perbedaan antara haji yang mabrur dengan yang tidak? Tentunya yang menilai mabrur atau tidaknya haji seseorang adalah Allah Azza wa Jalla semata. Namun, para ulama menyebutkan tanda-tanda haji mabrur berdasarkan al-Qur`an dan Hadits. Berikut adalah beberapa tanda-tanda haji mabrur:
1. Harta yang Halal
Harta yang digunakan untuk haji haruslah harta yang halal karena Allah Azza wa Jalla tidak menerima kecuali yang halal, sebagaimana ditegaskan oleh sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا
“Sungguh Allah baik, tidak menerima kecuali yang baik.” HR. Muslim 1015.
Baca juga, Mengapa Paham Salafi Mudah Masuk di Muhammadiyah?
2. Pelaksanaan Ibadah dengan Baik
Amalan-amalan haji harus dilakukan dengan baik sesuai tuntunan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rukun-rukun dan kewajibannya dijalankan, dan semua larangan ditinggalkan. Jika terjadi kesalahan, hendaknya segera melakukan penebusan yang telah ditentukan. Haji mabrur juga memperhatikan keikhlasan hati.
Syuraih al-Qâdhi berkata, “Yang (benar-benar) berhaji sedikit, meski jamaah haji banyak. Alangkah banyak orang yang berbuat baik, tapi alangkah sedikit yang ikhlas karena Allah Azza wa Jalla.” (Lathâiful Ma’ârif 1/257).
3. Banyak Amalan Baik
Haji mabrur dipenuhi dengan banyak amalan baik seperti dzikir, shalat di Masjidil Haram, shalat pada waktunya, dan membantu teman seperjalanan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang maksud haji mabrur, maka beliau menjawab:
إِطْعَامُ الطَّعَامِ وَطِيْبُ الْكَلاَمِ
“Memberi makan dan berkata-kata baik.” HR. al-Baihaqi 2/413 (no. 10693).
4. Tidak Melakukan Maksiat Selama Ihram
Maksiat dilarang dalam segala kondisi, dan larangan tersebut menjadi lebih tegas selama ihram. Jika dilanggar, haji mabrur yang diimpikan akan lepas. Larangan selama haji termasuk rafats, fusûq, dan jidâl. Allah Azza wa Jalla berfirman:
الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلاَ رَفَثَ وَلاَ فُسُوقَ وَلاَ جِدَالَ فِي الْحَجِّ
“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang diketahui. Barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan-bulan itu untuk mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, fusûq dan berbantah-bantahan selama mengerjakan haji.” QS. Al-Baqarah 197.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ حَجَّ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ
“Barang siapa yang haji dan ia tidak rafats dan tidak fusûq, ia akan kembali pada keadaannya saat dilahirkan ibunya.” HR. Muslim (1350).
Rafats adalah semua bentuk kekejian dan perkara yang tidak berguna. Termasuk bersenggama, bercumbu, atau membicarakannya, meskipun dengan pasangan sendiri selama ihram. Fusûq adalah keluar dari ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla, dalam bentuk apapun. Jidâl adalah berbantah-bantahan secara berlebihan.
5. Keadaan Lebih Baik Setelah Pulang Haji
Salah satu tanda diterimanya amal seseorang di sisi Allah Azza wa Jalla adalah diberikan taufik untuk melakukan kebaikan lagi setelah amalan tersebut. Orang yang pulang dari haji dengan keadaan lebih baik menunjukkan tanda haji mabrur.
Dengan memperhatikan tanda-tanda ini, seorang Muslim dapat berusaha untuk meraih haji yang mabrur dan mendapatkan rida Allah Swt.
Editor : M Taufiq Ulinuha