
PWMJATENG.COM, Surakarta – Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat risiko bencana tertinggi di dunia. Sejak tahun 1815 hingga Januari 2025, tercatat sebanyak 49.300 kejadian bencana alam. Kondisi ini mengundang perhatian akademisi, termasuk Muzakar Isa, Guru Besar Bidang Ilmu Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), yang meneliti strategi pengurangan risiko bencana melalui pendekatan manajemen yang lebih efektif.
Dalam Jumpa Pers pengukuhan dua Guru Besar FEB UMS yang digelar di RM Dapur Solo, Edutorium UMS, pada Senin (24/2), Muzakar Isa membagikan pengalaman panjangnya dalam meneliti dan mengembangkan strategi mitigasi bencana. Sementara itu, acara pengukuhan Guru Besar akan dilaksanakan di Auditorium Moh. Djazman Kampus I UMS pada Selasa (25/2).
Ketertarikan Muzakar terhadap topik ini bermula sejak tahun 2012, ketika ia memperoleh pendanaan penelitian internasional dari Amerika Serikat dan Australia. Kala itu, Indonesia mengalami berbagai bencana yang mendorong perlunya kajian mendalam mengenai pengurangan risiko bencana.
“Saya mendalami tema ini lebih lanjut. Dari penelitian, saya menyadari bahwa meskipun kita telah berpengalaman menghadapi bencana selama lebih dari 100 tahun, risiko bencana di Indonesia masih tetap tinggi. Seharusnya, semakin banyak pengalaman, semakin rendah risikonya. Namun, kenyataannya berbeda,” ujarnya.
Menurut Muzakar, pemerintah, masyarakat, dan berbagai pemangku kepentingan telah menjalankan berbagai strategi, tetapi masih ada aspek yang belum optimal. Hal inilah yang menjadi dasar disertasinya, yang kemudian berhasil dipublikasikan dalam 12 jurnal internasional bereputasi dan terindeks Scopus.
Dalam risetnya, ia mengkaji bagaimana ketahanan bencana harus disesuaikan dengan kondisi geografis. Berdasarkan hasil penelitian, wilayah pesisir, khususnya di Jawa Tengah, lebih rentan terhadap bencana banjir dibandingkan dengan wilayah non-pesisir. Kajian di pesisir utara menunjukkan bahwa eksposur, kondisi fisik, dan populasi sangat memengaruhi tingkat kerentanan.
Sementara itu, penelitian di wilayah non-pesisir, seperti Kabupaten Klaten yang dialiri Sungai Bengawan Solo, menunjukkan bahwa pertemuan sungai besar sering menyebabkan banjir parah. Oleh karena itu, strategi mitigasi yang diterapkan di daerah pesisir dan non-pesisir harus berbeda.
Baca juga, Menyambut Ramadan dengan Semangat Baru
Selain bencana alam, Muzakar juga meneliti dampak pandemi COVID-19 terhadap dunia usaha. Ia menemukan bahwa usaha kecil lebih tahan dibandingkan usaha mikro dalam menghadapi krisis. Selain itu, unit usaha yang dikelola oleh laki-laki cenderung lebih mampu bertahan dibandingkan yang dikelola oleh perempuan.
“Usaha makanan dan minuman merupakan sektor yang paling terdampak selama pandemi. Dari situ, kami mengembangkan konsep produksi ketahanan terhadap bencana, termasuk bagi pelaku usaha,” jelasnya.

Dalam upaya pengurangan risiko bencana, aspek kelembagaan masih menjadi titik lemah di Indonesia. Muzakar menyoroti kurangnya aturan yang jelas dalam menghadapi bencana yang kerap menyebabkan respons yang tidak efektif.
“Kita lihat saja, saat erupsi Gunung Merapi di Boyolali, banyak orang datang hanya untuk sekadar menonton atau bahkan berswafoto. Fenomena ini menunjukkan lemahnya regulasi dan koordinasi kelembagaan dalam situasi darurat,” tegasnya.
Sebagai solusi, ia menekankan pentingnya memperkuat kelembagaan dalam manajemen bencana, baik dalam perencanaan mitigasi maupun respons terhadap bencana. Dengan sistem kelembagaan yang kuat, risiko bencana dapat diminimalisir dan masyarakat lebih siap menghadapi berbagai ancaman.
“Perubahan dan ketidakpastian akan selalu ada. Sebagai akademisi, kita harus terus mengembangkan formulasi ilmiah untuk meningkatkan daya tahan dan ketahanan terhadap bencana,” pungkasnya.
Dengan berbagai temuan penelitian selama satu dekade terakhir, Muzakar berharap kontribusinya dapat membantu Indonesia menjadi negara yang lebih siap dan tangguh dalam menghadapi bencana di masa depan.
Dalam kesempatan yang sama, Jati Waskito, Guru Besar Bidang Ilmu Kepemimpinan Organisasi FEB UMS, turut memaparkan pentingnya perilaku organisasi dan manajemen sumber daya manusia dalam meningkatkan efektivitas kerja karyawan.
Kontributor : Fika
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha