AUMBerita

Refleksi Dinamika Kegiatan Santri: Panggung Gembira dan Para Pencibirnya

PWMJATENG.COM, Tegal – Di sebuah grup WhatsApp wali santri, muncul pertanyaan sederhana tapi menggigit: “Kegiatan Panggung Gembira ini OSIS-nya santri atau agenda resmi pimpinan pesantren?” Pertanyaan itu terdengar ringan, tapi sebenarnya memantul jauh ke jantung pemahaman kita tentang pendidikan pesantren—antara kemandirian dan ketergantungan, antara pembinaan dan birokrasi.

Namun, santri rupanya sudah lama menemukan jawabannya sendiri. Di Pondok Pesantren Ahmad Dahlan (PPAD), Panggung Gembira bukan sekadar acara pentas. Ia adalah refleksi kebudayaan santri: ruang belajar yang hidup, tempat cita dan cinta bertemu dalam irama latihan, peluh, dan tawa. Kegiatan ini bukan proyek elitis yang diatur para ustaz di balik meja. Sejak 2015, ketika angkatan pertama—Majestic Generation—memprakarsainya, Panggung Gembira tumbuh dari rahim santri sendiri, menjadi simbol kematangan dan rasa syukur mereka atas perjalanan belajar yang nyaris tanpa henti.

Kemandirian yang Menggugah

Yang sinis mungkin berkata: “Ah, itu kan kegiatan buang-buang waktu dan uang. Untuk apa?”
Tapi mereka lupa: dari kegiatan inilah santri belajar realita kehidupan yang sesungguhnya. Bukan sekadar hafalan teks, tapi bagaimana mengubah gagasan menjadi karya, dan kerja sama menjadi kekuatan. Kelas 6 menjadi motor utama—merancang, berlatih, mengatur dana, bahkan bernegosiasi dengan pengusaha yang pernah bekerja sama dengan pesantren. Pondok hanya memayungi, memberi izin, dan menjaga agar setiap naskah, koreografi, dan pesan tetap dalam koridor pendidikan Islami: Educate, Elegance, Entertaining, Enjoyable.

Baca juga, Muhammadiyah Umumkan Jadwal Puasa Ramadan 2026, Catat Tanggal Resminya!

Panggung ini bukan milik satu pihak. Ia milik semua: asatidzah yang ikut mengawal, santri junior yang antusias berlatih, hingga wali santri yang diam-diam menyumbang dana, tenaga, dan doa. Di sinilah tampak wajah pendidikan pesantren yang sebenarnya—hidup dari semangat gotong royong dan rasa percaya.

Belajar di Luar Buku Teks

Santri kelas 6 tidak sekadar tampil di panggung. Mereka berhadapan dengan realitas manajemen: waktu, tim, dan tanggung jawab. Mereka belajar menakar antara tugas akademik dan latihan, antara thalabul ‘ilmi dan pengabdian. Mereka belajar berbicara, menyusun konsep, dan menata ruang—hal-hal yang tak tertulis di kurikulum formal tapi menjadi bekal hidup sejati.

Bahkan saat tongkat kepemimpinan IPM diserahkan kepada adik kelas, mereka masih menuntaskan tugas akhir mereka: menghadirkan kebahagiaan. Sebab di pesantren, gembira adalah bagian dari ibadah—sebuah cara menjaga fitrah santri agar tidak layu oleh rutinitas.

Dana yang Tak Sekadar Lenyap di Malam Pentas

Ada juga yang nyinyir soal uang: “Dana dari mana? Untuk apa dihabiskan begitu?”
Tapi, lagi-lagi, santri membalasnya dengan bukti, bukan debat. Dari sisa dana tahun lalu, mereka membeli pompa submersible senilai 40 juta untuk mengairi dua kampus, memperbaiki jemuran, hingga membuat lifter galon di kampus putri. Dari Panggung Gembira lahir Wakaf Kelas 6—investasi sosial yang terus mengalir manfaatnya.

Di tangan santri, dana bukan sekadar angka dalam laporan. Ia menjadi ghurfatan biyadih—amal jariyah yang terus hidup bahkan setelah sorot lampu panggung padam.

Gembira yang Mendidik

Maka, bila ada yang masih bertanya “Untuk apa semua ini?”, mungkin mereka lupa bahwa pendidikan sejati bukan sekadar diukur dari nilai raport, tetapi dari seberapa dalam seorang santri memahami makna kebersamaan, tanggung jawab, dan kreativitas.

Panggung Gembira adalah bentuk pendidikan paling konkret: di mana santri tidak hanya belajar menulis naskah, tapi juga menulis dirinya sendiri—dalam lembaran sejarah pondok yang tak pernah berhenti tumbuh.

Dan mungkin, bagi sebagian orang yang terlalu serius menatap dunia pendidikan dengan kacamata birokratis, sedikit gembira justru bisa menjadi cermin: bahwa pesantren bukan sekadar tempat belajar, tapi juga tempat hidup yang menggembirakan.

Kontributor : Ryan Khoirurijal
Ass Editor : Alvin; Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE