Ramadan dan Memperkokoh Persatuan Umat dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

Ramadan dan Memperkokoh Persatuan Umat dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Oleh : Rumini Zulfikar (Gus Zul) (Penasehat PRM Troketon, Anggota Bidang Syiar MPM PDM Klaten, Anggota Majelis MPI & HAM PCM Pedan)
PWMJATENG.COM – Ramadan adalah bulan yang agung dan mulia. Bulan ini menjadi sarana memperkokoh ukhuwah umat dengan transformasi nilai-nilai kesalehan spiritual secara pribadi maupun sosial. Ramadhan mengajarkan umat untuk menanggalkan pangkat, kedudukan, serta ego dan berbaur tanpa memandang status sosial. Dengan demikian, persatuan akan terwujud karena pada hakikatnya, kita berada dalam satu wadah, yaitu Islam.
Jika kita menelaah kondisi saat ini, baik secara lokal, domestik, maupun global, terdapat berbagai problematika yang harus diurai satu per satu. Berbagai permasalahan seperti pagar laut, pengoplosan BBM, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) buruh pabrik, serta bencana banjir, menjadi perhatian utama. Namun, di balik semua itu, terdapat ibadah yang mengajarkan keseimbangan rohani dan jasmani, yaitu puasa Ramadhan. Jika ditelisik lebih dalam, puasa akan membawa seseorang pada tajalli (terang benderang) dalam perjalanan spiritualnya.
Tidak terasa, kita telah menjalankan ibadah puasa selama sepekan. Setiap tahunnya, Ramadhan memiliki esensi yang mendalam bagi setiap insan. Puasa adalah metode atau kurikulum yang diberikan Allah kepada umat-Nya dengan takaran yang pas. Dari shalat berjamaah, baik shalat wajib maupun shalat tarawih di bulan Ramadhan, hingga tradisi buka bersama, semua mencerminkan kepedulian dan kebersamaan. Dalam kehidupan sosial, nilai-nilai ini mengajarkan kita untuk saling asah, asih, dan asuh. Kunci utama dalam hal ini adalah menanggalkan ego pribadi, kelompok, atau golongan, serta lebih mengutamakan kepentingan agama, umat, bangsa, dan negara dengan mengharap ridha dan berkah dari Allah.
Keberhasilan seseorang atau umat setelah menjalankan ibadah puasa akan memancarkan cahaya keadilan, kesejahteraan, kemakmuran, dan kemajuan yang beradab. Semua ini didasarkan pada persatuan yang kokoh. Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an, surah As-Shaff ayat 4:
اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الَّذِيْنَ يُقَاتِلُوْنَ فِيْ سَبِيْلِهٖ صَفًّا كَاَنَّهُمْ بُنْيَانٌ مَّرْصُوْصٌ ٤
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam satu barisan, seakan-akan mereka suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (QS. As-Shaff: 4)
Baca juga, Menggali Makna Puasa Ramadan: Hikmah dan Keutamaan
Satu Frekuensi dalam Satu Tujuan
Untuk mewujudkan persatuan, diperlukan satu frekuensi di antara semua elemen. Ini seperti membangun sebuah bangunan yang terdiri atas pondasi, tiang penyangga, dinding, atap, ventilasi, pintu, dan jendela, yang masing-masing memiliki tugas dan fungsi tertentu.
- Pondasi Pondasi merupakan bagian paling vital. Agar kokoh, bahan dan takarannya harus pas. Dalam konteks umat, jika berbicara aspek spiritual, pondasinya adalah keimanan yang kuat. Jika berbicara aspek duniawi, pondasinya adalah ekonomi yang mapan.
- Tiang Penyangga Tiang adalah komponen yang sangat penting. Jika tiangnya kuat, maka bangunan akan kokoh. Dalam kehidupan bermasyarakat, tiga elemen utama—umat, aparat (tentara dan polisi), serta pemangku kebijakan dan pengusaha—harus berkolaborasi untuk menyelesaikan problematika ekonomi, sosial, dan budaya yang semakin kompleks.
- Dinding Dinding berfungsi melindungi dari terpaan angin maupun ideologi yang menyimpang. Agar umat tidak mudah terpengaruh, pedoman utama haruslah Al-Qur’an dan hadis. Sebagai warga negara, kita juga harus berpegang teguh pada Pancasila dan UUD 1945.
- Atap Atap berada di posisi tertinggi dan berfungsi melindungi penghuni dari hujan dan panas. Dalam konteks pemerintahan, pemimpin harus mampu memberikan perlindungan dan kenyamanan bagi rakyatnya.
Kesimpulan
Dalam momentum Ramadhan, semua komponen—ulama, umara, dan umat—harus bersatu dalam barisan yang rapi. Ulama harus memberikan nasihat yang bermakna dengan hikmah dan keteladanan. Pemimpin harus mampu menjadi konduktor yang menciptakan rasa aman, adil, dan kesejahteraan bagi rakyat. Sementara itu, umat harus mengikuti nasihat ulama dan pemimpin yang saleh serta memiliki jiwa kenegarawanan sejati.
Jangan sampai ulama, umara, dan umat berjalan sendiri-sendiri atau hanya mengikuti ego pribadi dan kelompok. Dengan demikian, puasa Ramadhan akan memancarkan nilai spiritual yang berdampak positif bagi seluruh aspek kehidupan. Aamiin.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha