Radiasi di Cikande Ancam Lingkungan dan Kesehatan, Guru Besar Teknik Kimia UMS Soroti Lemahnya Pengawasan Impor

PWMJATENG.COM, Surakarta, 7 November 2025 – Kontaminasi material radioaktif Cesium-137 (Cs-137) yang ditemukan di Kawasan Industri Cikande, Kabupaten Serang, Banten, menjadi perhatian publik nasional. Kasus ini mencuat setelah Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat mendeteksi zat radioaktif Cs-137 pada udang beku ekspor asal Indonesia, yang kemudian memicu investigasi lanjutan terhadap sumber pencemaran.
Berdasarkan hasil uji laboratorium Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 16 Oktober 2025, tingkat radiasi di kawasan tersebut mencapai 33.000 mikro sievert per jam, atau sekitar 875.000 kali lebih tinggi dari radiasi alamiah normal. Cs-137 adalah isotop hasil fisi nuklir yang memancarkan sinar gamma dan bersifat sangat berbahaya bila terpapar secara berlebih, karena dapat menimbulkan luka radiasi, mual, hingga meningkatkan risiko kanker.
Guru Besar Program Studi Teknik Kimia Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Prof. Ir. Herry Purnama, M.T., Ph.D., IPM., menjelaskan bahwa paparan Cs-137 dapat menyebar melalui udara, air, maupun rantai makanan.
“Cs-137 bisa menembus tubuh dan membentuk senyawa garam seperti cesium klorida (CsCl). Bila sumbernya bocor, partikel itu mudah menyebar sebagai debu dan masuk ke tubuh manusia,” jelas Prof. Herry saat diwawancarai, Sabtu (7/11).
Dari sisi lingkungan, Prof. Herry menambahkan bahwa Cs-137 dapat bertahan di permukaan benda keras hingga 30 tahun lebih. Jika menyebar ke tanah dan air, kontaminasi dapat berlanjut ke tanaman dan hewan konsumsi, berisiko masuk ke rantai pangan manusia.
“Yang paling berbahaya adalah saat cemaran itu masuk ke jaringan makhluk hidup dan akhirnya ke tubuh kita melalui makanan,” imbuhnya.
Menurut analisis teknik kimia, pencemaran tersebut kemungkinan berasal dari limbah skrap logam impor yang tercemar isotop Cs-137. Namun, pengawasan terhadap bahan impor bekas masih dinilai longgar.
“Idealnya, bahan logam impor diperiksa secara ketat sebelum masuk Indonesia. Jika tidak, zat radioaktif bisa ikut terbawa,” ujarnya.
baca juga:
Prof. Herry menyoroti pula penataan kawasan industri di Indonesia yang sering berdampingan langsung dengan permukiman warga, tanpa jarak pengaman yang memadai.
“Kalau di negara maju, kawasan industri dipisahkan dengan jelas dari permukiman. Ini penting untuk meminimalkan dampak bila terjadi kebocoran atau pencemaran,” paparnya.
Menanggapi keengganan warga Cikande untuk direlokasi, Herry menegaskan pentingnya kesadaran publik terhadap protokol keselamatan.
“Kalau suatu area sudah dinyatakan terpapar Cs-137, seharusnya masyarakat menjauhi dulu area itu. Jangan abai,” pesannya.
Lebih lanjut, ia mengkritisi lemahnya sistem pengawasan impor skrap baja yang berpotensi menjadi sumber masuknya bahan tercemar. Di luar negeri, seperti Jepang, setiap impor logam diuji menggunakan Japanese Industrial Standards (JIS) untuk mendeteksi zat berbahaya.
“Di Jepang, teknologi deteksi sudah terintegrasi. Mereka bisa tahu komposisi logam secara akurat sebelum digunakan,” jelasnya.
Herry menegaskan pentingnya pemeriksaan menyeluruh pada setiap transaksi industri:
Kasus Cikande, lanjutnya, menjadi peringatan nasional untuk memperkuat edukasi publik tentang bahaya zat radioaktif serta membangun sinergi lintas sektor antara pemerintah, ilmuwan, dan aparat hukum.
Koordiator: Maysali/Roselia (Humas UMS)
Editor: Al-Afasy



