Kolom

Protes Senyap dari Pemuda Akar Rumput: Ketika Kader Lebih Memilih Diam dan Mengasingkan Diri

Protes Senyap dari Pemuda Akar Rumput: Ketika Kader Lebih Memilih Diam dan Mengasingkan Diri

Oleh: Mohammad Noor Ridhollah (Peserta sekolah Tabligh PWM Jateng dari Kudus)

PWMJATENG.COM – Ranting, ibarat jantung organisasi, punya peran krusial sebagai basis utama pengembangan dan jembatan langsung ke masyarakat. Namun, coba kita tengok sejenak: di banyak ranting, wajah-wajah yang kita temui dalam setiap rapat, pengajian, atau kegiatan, seringkali itu-itu saja. Nama-nama pengurusnya pun kadang hampir tak berubah sejak sepuluh tahun lalu. Sementara itu, anak-anak muda, mereka perlahan diam dan menjauh. Diam bukan karena setuju, melainkan karena lelah. Menjauh bukan karena tidak peduli, tapi karena tidak tahu lagi bagaimana agar suara mereka didengar.

Mereka datang ke pengajian, tapi hanya sebatas peserta. Mereka ikut kegiatan, namun jarang sekali diminta untuk berbagi pendapat. Mereka membantu acara, tapi tak pernah dilibatkan dalam rapat perencanaan. Lalu perlahan, satu per satu mereka mulai absen. Pergi tanpa pamit, tidak ada yang marah, hanya suasananya saja yang berubah menjadi semakin sepi.

Inilah protes senyap anak muda Muhammadiyah di tingkat akar rumput. Protes tanpa spanduk yang berkibar, tanpa orasi yang menggelegar, tanpa tagar yang viral. Hanya berupa jarak yang kian melebar antara semangat membara dan kenyataan yang ada.

Sebagian dari mereka dulu tumbuh di IPM, Pemuda atau NA. Mereka terbiasa berorganisasi, berdebat, dan adu gagasan. Namun, ketika masuk ke dalam ranting, ruang itu seolah hilang. “Sudah ada pengurusnya,” kata seseorang. “Kamu bantu konsumsi saja,” ujar yang lain. Semakin lama, mereka belajar untuk tidak terlalu ikut campur dalam kegiatan.

Bagi mereka, ranting mulai terasa asing, seperti rumah yang tak lagi mengenali penghuninya. Bukan hanya sekedar diam, ada juga yang akhirnya berpindah haluan. Bukan karena mereka membenci Muhammadiyah, tapi karena mereka mencari tempat yang membuat mereka terus tumbuh dan merasa diperlukan.

Ada yang akhirnya lebih sering hadir di kajian yang katanya “sunnah”, karena merasa diajari ilmu lebih terstruktur. Ada yang aktif di komunitas hijrah, karena di sana mereka merasa disambut dengan hangat. Ada pula yang sibuk di lembaga sosial lain, karena di sana mereka diberi tanggung jawab nyata. Sementara ranting? Hanya mendengar kabar lewat cerita, tanpa sempat menanyakan alasan kepergian mereka.

Padahal, mereka tidak pergi karena ideologi. Mereka pergi karena emosi, karena ingin diakui, ingin dipercaya, ingin dilibatkan. Mereka haus akan bimbingan, tapi yang datang hanya instruksi semata. Mereka ingin dididik, tapi yang mereka temukan hanyalah emosi dan marah-marah yang tak jelas. Akhirnya, mereka mencari guru dan lingkungan baru yang membuat hati mereka terus tumbuh dan bersemi.

Saatnya Bercermin dan Refleksi Diri

Ini adalah panggilan hati bagi ranting-ranting Muhammadiyah agar berhenti sejenak untuk bercermin. Apakah anak-anak muda kita benar-benar tidak mau aktif, ataukah kita yang tidak memberi ruang bagi mereka untuk hidup dan bernafas dalam gerakan ini?

Baca juga, Muhammadiyah Umumkan Jadwal Puasa Ramadan 2026, Catat Tanggal Resminya!

Sebab, protes senyap ini jauh lebih berbahaya karena justru tidak terasa. Protes ini tidak muncul dalam rapat atau musyawarah yang riuh. Protes ini hanya tampak dalam kegiatan yang semakin sepi, dalam semangat yang semakin datar, dan dalam struktur ranting yang semakin menua tanpa kader penerus yang siap melanjutkan estafet perjuangan.

Padahal, Muhammadiyah sejak awal adalah gerakan yang berani mendengarkan zaman. KH Ahmad Dahlan mengajarkan keberanian untuk menyesuaikan cara tanpa harus kehilangan prinsip. Tajdid bukan sekadar slogan, tapi keberanian membuka telinga dan hati, terutama kepada generasi yang tumbuh dalam suasana yang berbeda dari generasi tua.

Karena itu, ranting hari ini harus belajar mendengar kembali. Mendengar bukan hanya dari sesuatu yang diucapkan, tapi juga yang tidak diucapkan. Mendengar bukan untuk membantah atau menyalahkan, tapi untuk memahami. Anak muda tidak menuntut jabatan atau posisi, mereka hanya ingin merasa punya tempat tinggal, sebuah rumah di mana mereka merasa diterima dan dihargai.

Mendengar Kembali Suara yang Tak Terucap

Sebelum marah karena minimnya kader baru, mari belajar mendengar terlebih dulu. Di balik diamnya anak muda, ada cinta yang belum tersapa, ada harapan yang belum terwujud. Bila ranting mampu merangkul kembali mereka yang diam, bahkan mereka yang sempat pergi pindah haluan, maka Muhammadiyah akan kembali punya masa depan yang muda, segar, dan semakin bersinar terang.

Yang tua tidak perlu takut tersaingi. Generasi muda ini hadir bukan untuk mengganti, tapi untuk bersinergi, untuk saling melengkapi. Mari sama-sama mawas diri, dengan ikhlas menyerahkan tongkat estafet perjuangan untuk kader-kader muda pemimpin masa depan.

Perhatikan diamnya anak muda. Pantau jarak yang mereka jaga. Dengarkan keheningan yang mereka kirimkan sebagai tanda sayang. Karena sesungguhnya, mereka tidak ingin pergi. Mereka hanya menunggu seseorang berkata; “Kembalilah… Ranting ini masih menjadi rumahmu.”

Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE