Prof. Dr. Abu Su’ud : Mencari Sang Pencerah Jateng
Mencari sang Pencerah Jateng
Oleh : Prof. Dr. Abu Su’ud
Guru besar emiritus Unnes, guru besar IKIP PGRI, mantan Ketua PWM Jateng
AKHIR pekan ini, keluarga besar Muhammadiyah Jateng mencari calon pimpinan persyarikatan periode Muktamar Satu Abad Yogyakarta. Tempatnya di kampus Universitas Muhammadiyah Purworejo (UMP) pada 8-10 Oktober 2010 dalam acara musyawarah wilayah (muswil).
Para calon pimpinan, yang disebut sebagai Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah itu harus mampu menjabarkan program persyarikatan untuk masa khidmat lima tahun mendatang, yang ditentukan oleh muktamar di Yogyakarta, Juli lalu. Satu hal yang pasti siapapun calon pimpinan atau kelompok pimpinan yang terpilih nantinya harus mampu menjadi sang Pencerah.
Warga Muhammadiyah yang berhak memilih para calon itu mendapat kesempatan secara visual menonton perwatakan atau karakter sang Pencerah pertama, yaitu KH Ahmad Dahlan (KHAD). Sebagai pimpinan organisasi sosial keagamaan pertama-tama tentunya harus menguasai ajaran agamanya, yaitu Islam dari sumber aslinya, Quran dan Hadis. Gurunya tentu para guru yang seiman, sama-sama muslim seperti Jamaludin al-Al-Afghani ataupun Syeikh Muhammad Abduh.
Karenanya, menjadi sangat fundamentalis dan puritan atau Islam yang murni, dalam artian bukan revisionis, atau asembling ajaran agama. Kemudian nasionalisme, artinya tokoh itu terbuka dalam pergaulan dengan sesama nasionalis lain, meski tidak usah menjadi revivalis, yang berkemauan untuk menghidupkan kembali kejayaan Jawa masa lalu.
Yang diperlukan adalah semangat Sumpah Pemuda, Bhinneka Tunggal Ika, namun tidak sinkretis, dan tidak merangkap jabatan. Selanjutnya sebagai layaknya sang Pencerah, calon yang dipilih tentunya memiliki keberanian melakukan pembaharuan atau mujadid, meski tidak harus asal beda.
Hampir terjadi di manapun, termasuk di Jawa Tengah, pimpinan Muhammadiyah selalu dipegang para ulama, baik karena ia memimpin pesantren maupun lulusan pendidikan tinggi agama Islam, yang berpasangan dengan para wiraswastawan. Sampai kemudian seorang awam, yang hanya pernah mengaji dan menjadi santri madrasah selama masa SD terpilih menjadi ketua PWM didampingi oleh ulama selama periode 1995-2000.
Sejak Awal Periode berikutnya masih seorang bukan ulama yang memimpin PWM, yaitu Dahlan Rais, calon doktor dari Jurusan Bahasa Inggris UNS Surakarta. Periode berikutnya, 2005-2010, kembali ulama memimpin PWM Jateng. Dia adalah dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS).
Kedua ketua PWM terakhir ini dalam Muktamar Satu Abad Yogyakarta, karena kedekatannya dengan arus utama (mainstream) Muhammadiyah telah masuk dalam kepemimpinan pusat. Bahkan Drs Dahlan Rais MHum sudah masuk jajaran pimpinan pusat segera setelah lengser dari ketua PWM Jateng dan digantikan oleh Drs Marpuji Ali, salah seorang pengasuh Pondok Pesantren Sobron yang dibina oleh UMS Surakarta.
Lalu siapa yang bakal memikul tanggung jawab sebagai sang Pencerah dari PWM Jawa Tengah setelah ditinggal oleh ulama dari Pesantren Sobron itu? Dari 93 bakal calon pimpinan yang diajukan oleh semua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) dari semua kabupaten/kota dan PWM, sudah terpilih 39 calon yang ditawarkan pada peserta muswil di Purworejo, untuk diseleksi kembali, guna mendapatkan 13 calon PWM. Dari sekian banyak unggulan yang berpotensi masuk dalam calon PWM hampir semuanya merupakan wajah lama.
Mereka berasal dari perguruan tinggi. Sebagian besar dari PT agama Islam. Sebagian sudah menyandang gelar profesor, doktor, dan sisanya calon doktor. Pada akhir periode masa khidmat dalam PWM mereka akan menyandang gelar keilmuan sebagai
doktor, di samping fungsi sosial mereka sebagai mubalig.
Periode apa pula namanya kalau salah seorang dari mereka terpilih menjadi ketua? Hampir pasti kaum ulama akan memimpin PWM Jateng. Mungkin saja yang sudah guru besar, Mungkin saja ulama meski belum guru besar, sudah doktor. Tapi mungkin saja ulama meski belum lulus ujian doktor. Mungkin saja ulama itu tidak berasal dari kubu pendidikan tinggi Islam.
Kini sudah tahu kita siapa saja para pencerah dari Muhammadiyah. Ucapan selamat sepantasnya disampaikan kepada mereka. Sejak awal pencerahan itu dilakukan dalam menghadapi situasi dan kondisi sosial budaya.