Pro, Kontra, Dialog, dan Kompromi Ala Muhammadiyah
Pro, Kontra, Dialog, dan Kompromi Ala Muhammadiyah
Oleh : Yudi Janaka (Pemerhati sejarah & warga Muhammadiyah Sukoharjo)
PWMJATENG.COM – Kendati secara kultural, saya Muhammadiyah. Saya merasa baru Muhammadiyah, sejak kuliah di Bulaksumur 28 tahun silam. Pada saat itu, saya bergaul dengan beberapa tokoh Muhammadiyah, pun anak tokoh Muhammadiyah. Menghabiskan waktu di kota yang dianggap jantung Muhammadiyah, saya mulai paham apa itu ideologi Muhammadiyah, kemudian Himpunan Putusan Tarjih, Kepribadian Muhammadiyah, Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah, pun Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah.
Saat nyantrik kepada Bopo Sukriyanto AR , saya digembleng khusus tentang Kepribadian Muhammadiyah, yang berjumlah 10 itu. Saya kerap diceritakan tentang kisah hidup Pak AR Fakhruddin, ayahanda Bopo Sukriyanto AR, yang bagi saya teladan sesungguhnya atas 10 Kepribadian Muhammadiyah. Pun juga kisah hidup Tokoh Muhammadiyah seangkatan Pak AR.
Ada kisah menarik yang bagi saya melegenda hikmahnya. Kisah Buya Hamka dengan Moeljadi Djojomartono. Buya Hamka, banyak yang tahu. Tentang Moeljadi Djojomartono, mungkin lebih sedikit yang paham. Beliau ini tokoh Muhammadiyah juga. Telah aktif di Persyarikatan sejak remaja di Solo. Hingga tahun 1959, namanya tercatat dalam struktur Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Penghujung tahun 1960 ada berita mengejutkan, Presiden Soekarno menunjuk Moeljadi Djojomartono menjadi Menteri Sosial. Buya Hamka jelas meradang. Masih segar di ingatannya, Masyumi dibubarkan Bung Karno. Pada 17 Agustus 1960, Presiden Soekarno mengeluarkan Keppres No 200/1960, yang isinya memerintahkan Masyumi untuk bubar. Dalih utamanya, beberapa pemimpin partai berlogo bulan sabit-bintang itu terlibat dalam Peristiwa PRRI.
Tak menunggu waktu lama, kabar Bung Karno menunjuk Moeljadi Djojomartono menjadi Menteri Sosial, menjadi perdebatan bahkan pro-kontra di internal Muhammadiyah. Tak sedikit yang menolak masuknya Moeljadi ke dalam kabinet. Mereka menilai, Muhammadiyah terkesan bertekuk lutut di bawah rezim Bung Karno karena seorang unsur PP Muhammadiyah masuk di dalam pemerintahan. Buya Hamka jelas termasuk kelompok ini.
Namun, ada pula yang secara terbuka mendukung Moeljadi menjadi Menteri Sosial. Seorang tokoh Muhammadiyah kelahiran Kauman Yogyakarta, Farid Ma’ruf, termasuk yang memberikan dukungan itu. Buya Hamka menulis di harian Abadi, judulnya lumayan menyengat, “Maka Pecahlah Muhammadiyah.”
Saat sidang Tanwir Muhammadiyah digelar di Gedung Muhammadiyah Yogyakarta, banyak wartawan hadir. Mereka menunggu bagaimana klimaks hubungan Buya Hamka dan Farid Ma’ruf. Keduanya pun hadir di sidang Tanwir tersebut. Saat moderator mempersilahkan Buya Hamka berpidato, tak sepatah kata pun keluar. Kata Buya Hamka, “Semua yang ditulis dalam harian Abadi itu bermaksud baik, didorong niatan semata-mata rasa cinta kepada Muhammadiyah.” Beliau melanjutkan jika tulisan itu menyinggung perasaan Farid Ma’ruf yang sangat dicintainya. Hamka menyatakan sangat menyesal. Di hadapan peserta Tanwir, beliau meminta maaf dan memohon ampun kepada Farid Ma’ruf.
Baca juga, Ketika Haji Sudja’ dan Muhammadiyah Ditertawakan
Selepas meminta maaf, turunlah Buya Hamka dari atas panggung. Moderator pun mempersilakan Farid Ma’ruf naik ke atas mimbar. Sebenarnya Farid Ma’ruf telah menyiapkan banyak argumen jika diserang Buya Hamka. Tetapi keadaan tak seperti itu, Buya Hamka malah meminta maaf, Secara terbuka pula. Dengan tenang, Farid Ma’ruf menjelaskan, Moeljadi pernah menyatakan kepadanya kesediaan untuk menerima jabatan Menteri didasari perenungan yang cukup waktu dan pertimbangan yang matang. Moeljadi menilai, dengan jabatan itu dirinya dapat menyokong amal-amal sosial Muhammadiyah. Pertimbangan lainnya, tetap perlu adanya kerja sama antara Muhammadiyah dan Pemerintah Pusat.
Farid Ma’ruf juga menyatakan perbedaan pandangan antara dirinya dan Buya Hamka sebenarnya sama-sama didasari niat baik. Namun, apabila dikhawatirkan membawa Persyarikatan pada Istana, Farid Ma'”‘ruf
bersedia diberhentikan dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Sekonyong- konyong beliau berkata, “Dengan ikhlas saya mengundurkan diri dari Pimpinan Pusat….”
Belum selesai kalimat itu diucapkan, Buya Hamka segera berdiri dan mengacungkan jari. “Pimpinan!” katanya berseru, “Jangan Saudara Farid mundur. Kita sangat membutuhkan dia. Saya, Hamka, yang harus mundur ….” Keadaan pun menjadi haru nan dramatis. Demi mendengar hal tersebut, Farid Ma’ruf langsung turun mimbar, berjalan menuju Buya Hamka, hendak memeluknya. Buya Hamka pun menyongsongnya. Kedua tokoh Muhammadiyah ini lantas berpelukan dengan air mata bercucuran.
Semua hadirin tertegun, berkaca- kaca matanya menyaksikan pemandangan yang luar biasa. Esoknya surat kabar menulis headline besar-besar, “Muhammadiyah Tidak Pecah!”
Pro-kontra internal Muhammadiyah menyikapi penunjukkan Moeljadi Djojomartono menjadi Menteri Sosial memang relatif terbuka. Saat itu, Kepribadian Muhammadiyah belum disahkan. Barulah pada Muktamar ke- 35 tahun 1962, di akhir periode kepemimpinan H.M. Yunus Anis, 10 Kepribadian Muhammadiyah disahkan. Berikut 10 kepribadian Muhammadiyah;
- Beramal dan berjuang untuk perdamaian dan kesejahteraan
- Memperbanyak kawan dan mengamalkan ukhuwah Islamiyyah
- Lapang dada, luas pandangan dengan memegang teguh ajaran Islam
- Bersifat keagamaan dan kemasyarakatan
- Mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan serta dasar dan falsafah negara yang sah
- Amar ma’ruf nahi munkar dalam segala lapangan serta merujuk contoh teladan yang baik
- Aktif dalam arus perkembangan masyarakat dengan maksud ishlah dan pembangunan, sesuai dengan ajaran Islam
- Kerjasama dengan golongan Islam manapun juga dalam usaha menyiarkan dan mengamalkan agama Islam, dan membela kepentingannya
- Membantu pemerintah serta bekerjasama dengan golongan lain dalam memelihara dan membangun negara untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur yang diridhai Allah.
- Bersifat adil dan korektif kedalam dan keluar dengan kebijaksanaan
Saya meyakini 10 Kepribadian Muhammadiyah tersebut menghunjam kuat-kuat di setiap kader Muhammadiyah. Dengan itu takkan mudah goyah bila ada angin yang menerpa. Termasuk angin tambang yang serasa angin ribut ini.
Editor : M Taufiq Ulinuha