Potret Kiamat dan Jalan Keselamatan dalam Tafsir Surat Al-Ma’arij

4 jam yang lalu

0 2 minutes read

PWMJATENG.COM, Surakarta – Dalam suatu kajian tafsir yang berlangsung khidmat di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Dosen Fakultas Agama Islam, Ainur Rha’in, membedah makna mendalam dari Surat Al-Ma’arij. Kajian yang berlangsung pada Kamis, 17 Juli, mengangkat tema “Tafsir Surat Al-Ma’arij: Potret Kiamat dan Jalan Keselamatan.” Dengan gaya tutur yang tenang namun tegas, Ainur mengajak para peserta merenungi realitas kehidupan akhirat dan urgensi keimanan yang sejati.

Di awal pemaparannya, Ainur menyoroti konteks turunnya surat ini. Ia menjelaskan bahwa pembukaan surat Al-Ma’arij adalah respons Allah terhadap ejekan kaum kafir yang secara sinis meminta agar azab diturunkan segera. Permintaan itu, menurutnya, tidak berangkat dari keimanan atau kesungguhan, melainkan dari kesombongan yang menentang kebenaran.

“Azab itu pasti datang, walau tampak lambat. Namun Allah menundanya bukan karena kelemahan, melainkan karena kasih sayang-Nya yang memberi waktu bagi manusia untuk bertobat,” jelasnya. Hal ini sesuai dengan firman Allah:

سَأَلَ سَائِلٌ بِعَذَابٍ وَاقِعٍ۝ لِّلْكَافِرِينَ لَيْسَ لَهُ دَافِعٌ۝

(“Seseorang telah meminta kedatangan azab yang akan menimpa. Bagi orang-orang kafir, tidak ada yang dapat menolaknya.”) — QS. Al-Ma’arij: 1–2.

Lebih lanjut, Ainur membahas ayat keempat, yang menyebut bahwa para malaikat dan Jibril naik kepada Allah dalam waktu yang setara dengan lima puluh ribu tahun. Baginya, ini bukan sekadar perbandingan waktu, melainkan penegasan akan jauhnya dimensi antara kehidupan dunia dan akhirat.

تَعْرُجُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ

(“Malaikat-malaikat dan Jibril naik kepada-Nya dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun.”) — QS. Al-Ma’arij: 4.

Menurut Ainur, perbandingan ini mengajarkan umat manusia tentang keterbatasan waktu dunia dan kedahsyatan alam akhirat yang tidak dapat diukur dengan logika manusia. “Ini adalah pengingat bahwa waktu yang kita anggap panjang di dunia sebenarnya tak berarti di hadapan Allah,” ujarnya.

Baca juga, Ketika Pegawai Persyarikatan Bekerja Sekadar Bekerja

Pada bagian tengah surat, gambaran kiamat menjadi semakin dramatis. Ainur menyoroti sifat manusia yang berubah drastis saat azab datang. Ia menjelaskan bahwa dalam kondisi tersebut, manusia menjadi sangat egois, bahkan rela menukar keselamatan orang-orang terdekat demi menyelamatkan dirinya sendiri.

يُبَصَّرُونَهُمْ ۚ يَوَدُّ الْمُجْرِمُ لَوْ يَفْتَدِي مِنْ عَذَابِ يَوْمِئِذٍۢ بِبَنِيهِ۝

(“Mereka saling melihat, orang yang berdosa ingin menebus dirinya dari azab hari itu dengan anak-anaknya.”) — QS. Al-Ma’arij: 11.

Bagi Ainur, gambaran ini tidak hanya menjelaskan kondisi hari kiamat, tetapi juga mencerminkan watak dasar manusia saat berada dalam kepanikan yang luar biasa. Ia menyebutnya sebagai kondisi krisis spiritual yang muncul ketika seseorang kehilangan pegangan iman.

Namun, di balik suasana mengerikan tersebut, Surat Al-Ma’arij juga menyuguhkan harapan. Dalam ayat 22 hingga 35, Allah menyebutkan delapan ciri orang beriman yang akan selamat dari azab. Ainur menyebutnya sebagai “peta jalan keselamatan” bagi umat manusia. Ciri-ciri itu mencakup:

Menjaga salat secara konsisten.
Memberikan hak kepada orang miskin dan yang meminta.
Meyakini hari pembalasan.
Takut terhadap azab Allah.
Menjaga kehormatan diri.
Menunaikan amanah.
Menegakkan kesaksian.
Memelihara salat dengan sungguh-sungguh.

“Ini bukan hanya daftar amalan, tetapi cerminan dari keimanan sejati yang harus terwujud dalam perilaku sosial dan ibadah personal,” tegas Ainur.

Ia menekankan pentingnya menjadikan delapan karakter tersebut sebagai bahan introspeksi. Dalam pandangannya, seorang mukmin sejati bukan hanya yang memiliki keimanan dalam hati, tetapi juga yang menampakkan imannya dalam perilaku sehari-hari. “Kalau kita hanya fokus pada ibadah ritual tapi melalaikan amanah sosial, itu bukan keimanan yang utuh,” tambahnya.

Menutup kajian, Ainur mengajak hadirin untuk tidak meremehkan kehidupan akhirat. Ia mengingatkan bahwa keselamatan tidak bisa diraih hanya dengan harapan kosong, tetapi harus dibarengi dengan amal saleh dan komitmen terhadap nilai-nilai Islam. “Perbaiki salat, kuatkan iman, dan siapkan bekal terbaik sebelum terlambat,” ujarnya dengan nada reflektif.

Ainur juga menyitir hadis Nabi Muhammad ﷺ: