Politik Aliran yang Dimainkan
Oleh : Ikhwanushoffa
PWMJATENG.COM – Ananda menulis “Herbert Feith mendefinisikan politik aliran sebagai hubungan perpolitikan yang hadir di Indonesia dan di latar belakangi oleh hadirnya dinamika politik pada tahun 1950 an. Akibat dari dinamika politik di tahun 1950 an tersebut, politik Indonesia pun terbagi menjadi beberapa aliran politik sesuai dengan tujuan yang dimiliki oleh masing-masing aliran. Beberapa aliran yang memunculkan politik aliran di Indonesia adalah jawa, tradisionalisme, nasionalisme, sosialisme, radikalisme, agama, demokrasi dan komunisme.”
Definisi yang tak jauh berbeda dengan Ruth Mcvey dan Clifford Geertz. Definisi-definisi tersebut sebenarnya cukup jelas tidak menunjuk hanya aliran politik agama. Namun dalam konstelasi politik Indonesia paska reformasi definsi ini sengaja dipersempit bukan untuk tujuan studi ilmiah namun untuk tujuan politik itu sendiri.
Ramainya paslon Anies, Ganjar dan Prabowo saat ini, hanya Anies yang coba dibingkai dalam politik aliran. Walaupun Anies sendiri susah ditemukan track record dirinya sebagai penganut politik aliran, namun musuh-musuh politiknya akan mencari berbagai cara untuk mem-framing hal tersebut.
Tentu dengan memanfaatkan “kebodohan” masyarakat. Pengikut Ganjar terutama banyak yang berikhtiar membangun narasi politik aliran Anies. Padahal dalam definisi Geertz, PDIP pun mewakili politik aliran abangan. Pun, kurang apa Partai Kabah dengan azaz Islamnya yang Sandi sebagai cawapres mungkin?!
Baca juga, Tak Hanya Tahfiz dan Tahsin, Sudah Saatnya PontrenMu Fokus ke Ilmu ‘Alat
Bagi yang paham dan melek literasi, narasi politik aliran yang direproduksi oleh penggembira salah satu paslon tak lebih dari saham pembodohan bagi masyarakat. Demi menjatuhkan lawan dan mengunggulkan calonnya, rela hal yang tidak etik itu dilakukan. Fatsun Politik yang dulu didengung-dengungkan Cak Nur makin hari makin dinilai naif. Dan politik kotor dan politik uang adalah senjata utama.
Pengagum Anies juga harus banyak mengevaluasi diri. Tidak elok menuduh-nuduh Ganjar sebagai aliran zalim bahkan kafir. Kompetisi demokrasi tidak bisa dibangun dengan cara seperti itu. Evaluasilah kerja masing-masing secara obyektif, dan kritisi visi mereka dengan jeli. Bukan dengan emosi bukan dengan amarah.
Sangat diharapkan kader-kader Persyarikatan berdiaspora di berbagai bidang, berbagai parpol dan berbagai paslon. Ia hadir membawa suntikan positif. Selalu tidak putus asa untuk memberi inspirasi. Bahwa kemenangan bisa ditempuh dengan cara yang elegan dan patut. Ujung-ujungnya kita juga masih mengimani bahwa pemenangnya pasti seizing Alloh Ta’ala. Maka ikhtiar kita bukan untuk mengambil prerogratif Gusti tersebut. Maka tujuan yang benar, tentu dengan cara yang baik. Wallaahu a’lam.
*Manajer Area Lazismu PWM Jawa Tengah
Editor : M Taufiq Ulinuha