Pimpinan Pusat Muhammadiyah: Proyek Wadas Miliki Masalah Hukum dan HAM
PWMJATENG.COM – Pimpinan Pusat Muhammadiyah memberikan pernyataan sikap terhadap persoalan yang terjadi di Desa Wadas selama ini. Mereka menganggap, persoalan di desa itu, yang disebabkan adanya pertambangan batu andesit, telah memicu pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Pernyataan sikap ini seiring dengan telah rampungnya kajian mendalam melalui Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP); dan Majelis Hukum dan HAM (MHH) Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Kajian didukung Tim Peneliti Program Studi Ilmu Pemerintahan FISIPOL Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Kajian ini disebut mencakup observasi lapangan, diskusi kelompok terumpun dengan warga dan pemangku kepentingan; analisa hukum lingkungan; serta kajian fikih lingkungan pascakasus kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian terhadap warga Desa Wadas pada 8 dan 9 Februari 2022.
Pernyataan sikap ini ditandatangani Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum, HAM, dan Kebijakan Publik Busyro Muqoddas; Ketua MHH PP Muhammadiyah Trisno Raharjo; serta Wakil Ketua LHKP PP Muhammadiyah Ridho Al-Hamdi. Menurut mereka, pertambangan batu andesit di Desa Wadas juga bukanlah Proyek Strategis Nasional (PNS).
“Pertambangan batu andesit di Desa Wadas Purworejo yang sesungguhnya tidak termasuk dalam Proyek Strategis Nasional terindikasi secara meyakinkan berdasarkan analisa pakar di bidang terkait memiliki problem hukum dan pelanggaran HAM sejak tingkat perencanaan hingga pembebasan tanah,” kata mereka dikutip dari pernyataan sikap, Selasa, 26 April 2022.
Selain itu, disebutkan bahwa penentuan lokasi pertambangan tidak melibatkan aspirasi warga Desa Wadas dalam kerangka mempertahankan kualitas ruang hidup; sumber mata air; biodeversitas lokal dan pangan. Juga terindikasi ada masalah fatal dalam administrasi terkait penggabungan izin pembangunan bendungan di Desa Bener dan pertambangan batu andesit di Desa Wadas.
“Masalah fatal pada posisi pertambangan batu andesit di Desa Wadas yang dimasukkan ke dalam skema pengadaan tanah untuk kepentingan umum sebagaimana tercakup pada proyek pembangunan bendungan; padahal aktivitas ekstraksi merupakan kepentingan usaha atau komersial,” kata Muhammadiyah.
Baca juga, Sepuluh Hari terakhir Ramadhan 1443H, Rektor UMS Ajak Jamaah Kajian Al-Maun Selalu Bersyukur
Proyek tersebut juga dinilai tidak didahului dengan adanya Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) sehingga mengakibatkan krisis sosio-ekologis, yaitu buruknya keamanan lingkungan hidup yang berakibat pada bencana ekologis yang diperkuat dengan melemahnya moral politik dan ekonomi.
“Pada akhirnya, Proyek Strategis Nasional (PSN) hanya mempromosikan mitos kesejahteraan ketimbang hasil nyata dari gerak pembangunan nasional. Bahkan kekerasan wacana menjadi bagian tidak terpisahkan yang berujung pada teror masyarakat,” ucap mereka.
Gesekan antara kepentingan penguasa dengan rakyat yang menyebabkan konflik struktural antara kekuasaan negara-pasar dan solidaritas kewargaan masyarakat sipil di desa itu, kata Muhammadiyah diperburuk dengan adanya penggunaan buzzer di media sosial yang tercatat bekerja non-stop dalam usaha untuk memutarbalikkan fakta (disinformasi) seolah-olah tidak terjadi apa-apa di Desa Wadas.
Oleh sebab itu, Muhammadiyah menyatakan, mendesak Kapolri untuk menginvestigasi dan memberikan sanksi kepada oknum aparat kepolisian yang diduga dengan sejumlah fakta lapangan terverifikasi terlibat melakukan kekerasan terhadap warga; aktivis; dan jurnalis; serta aparat yang terindikasi melakukan kontra narasi yang bertentangan dengan fakta lapangan.
Muhammadiyah juga mendesak Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan Kepolisian untuk mendengarkan; menimbang; dan menindaklanjuti temuan-temuan lapangan oleh Komnas HAM dan dugaan maladministrasi dalam pelayanan listrik atau unternet oleh Ombudsman Republik Indonesia dalam menyikapi masalah di Desa Wadas Purworejo secara adil.
“Mendorong Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan Kepolisian agar supaya memiliki kearifan dan bijaksana dalam merespon aspirasi warga di Desa Wadas dan gerakan masyarakat sipil dengan menghentikan kontra-narasi di media sosial,” ucap mereka.
Editor : Redaksi