Pesantren Muhammadiyah: Pembentuk Karakter Islami dan Benteng Pergaulan Bebas
Pesantren Muhammadiyah: Pembentuk Karakter Islami dan Benteng Pergaulan Bebas
Oleh : Andika Rahmawan (Guru SMP Muhammadiyah Pondok Pesantren Imam Syuhodo, Wakil Sekretaris Majelis Tabligh PDM Sukoharjo)
PWMJATENG.COM – Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan derasnya arus globalisasi pada satu sisi diakui membawa dampak positif. Tapi tidak bisa dipungkiri bahwa di sisi lain ada dampak negatifnya pula. Salah satu kekawatiran terbesar orang tua adalah pergaulan bebas yang kiyan merajalela dan berdampak buruk pada anak-anak mereka. Di tengah situasi mengkawatirkan tersebut, pondok pesantren menjadi satu solusi yang dianggap mampu melindungi remaja generasi muda dari pengaruh buruk lingkungan. Termasuk budaya pergaulan bebas yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
Pondok Pesantren Muhammadiyah, sebagai bagian dari sistem pendidikan yang dikelola Persyarikatan, menawarkan pendekatan modern yang mencoba untuk menyeimbangkan pendidikan agama (IMTAK), ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS), dan pembentukan karakter. Pesantren memposisikan diri tidak hanya menjadi tempat pendidikan dan pengajaran, tetapi juga benteng moral yang berusaha untuk membimbing santri agar dapat hidup sesuai dengan nilai-nilai Islam di tengah tantangan zaman yang kiyan hari semakin mengkawatirkan.
Dalam beberapa tahun terakhir, kasus pergaulan bebas dan kerusakan moral di kalangan remaja menjadi sorotan. Hal ini menimbulkan keresahan bagi orang tua yang mendambakan anak-anak mereka tumbuh menjadi generasi yang berkarakter dan berakhlak mulia. Di tambah lagi beberapa kebijakan pemerintah yang bukannya membentengi, tapi malah seakan-akan memuluskan jalan perusakan moral.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang saat itu diteken Presiden Joko Widodo yang mengatur edukasi kesehatan reproduksi untuk anak sekolah dan remaja memicu kontroversi di masyarakat. Aturan ini menuai kritik keras karena mencantumkan penyediaan alat kontrasepsi bagi remaja. Poin penyediaan alat kontrasepsi dalam Pasal 103 Ayat (4) huruf (e) menimbulkan kekawatiran, terutama orang tua, yang takut jika ini dapat mendorong perilaku seks bebas di kalangan remaja. Langkah pemerintah ini bertentangan dengan nilai-nilai moral secara umum, maupun ajaran agama.
Belum lagi kasus terbaru yang melibatkan 11 pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) RI terkait jaringan judi online yang mencuri perhatian publik. Mereka diduga menerima dana lebih dari 8 miliar rupiah per bulan untuk membekingi jaringan tersebut. Para pegawai kementerian ini memanfaatkan posisi mereka untuk melindungi operasi perjudian online yang seharusnya diberantas dan diblokir situsnya oleh kementerian terkait.
Maraknya judi online semakin memprihatinkan. Indonesia menjadi salah satu negara tertinggi penggunanya. Tercatat pemain judi online di Indonesia sebanyak 4.000.000 orang. Berdasarkan data yang diungkap pada Podcast Jumatan (Jumpa PPATK Pekanan) edisi 26 Juli 2024 bersama Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kemenko PMK RI Woro Srihastuti Sulistyaningrum, sekitar 2% pemain berasal dari kelompok usia di bawah 10 tahun, setara dengan 80.000 anak.
Maka pesantren Muhammadiyah ikut berusaha menjawab keresahan dengan sistem pendidikan berbasis akhlak dan nilai Islami. Pesantren Muhammadiyah tidak hanya fokus pada pengajaran ilmu agama, tetapi juga memperhatikan pendidikan karakter melalui pembiasaan pola hidup Islami. Kehidupan di pesantren juga dirancang untuk mendukung pembentukan karakter melalui pengawasan ketat dari para pendidik dan pengasuh yang membuat santri lebih fokus dalam belajar dan beribadah.
Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) dan Lembaga Pengembangan Pesantren Muhammadiyah (LP2M) periode lalu juga telah merumuskan 20 Nilai Budaya Pesantren Muhammadiyah pada Rakornas IV di UMS Surakarta, Agustus 2019. Ini adalah salah satu bentuk inovasi untuk Pesantren Muhammadiyah. Nilai-nilai ini dirancang untuk menciptakan iklim yang mendukung pendidikan di pesantren.
Sebagai pedoman etis, 20 Nilai Budaya Pesantren Muhammadiyah itu adalah: (1) keikhlasan; (2) tafaqquh fi ad-din wa al-‘ulum (mendalami agama dan sains); (3) tajdid (pembaruan, inovasi); (4) integritas; (5) ukhuwwah (persaudaraan); (6) disiplin; (7) mandiri; (8) moderat; (9) sederhana; (10) kerjasama; (11) istiqamah; (12) pola hidup bersih dan sehat; (13) ramah santri; (14) sopan santun; (15) gemar beramal shalih; (16) pelayanan prima; (17) percaya diri; (18) peduli lingkungan; (19) peduli ipteks (ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni); dan (20) malu untuk tidak bersesuaian dengan ajaran Islam (al-haya’).
Nilai budaya ini dibuat untuk menciptakan suasana kondusif yang membantu santri menghindari pengaruh buruk pergaulan bebas. Pesantren Muhammadiyah juga menekankan pentingnya keteladanan dari para pendidik. Para ustadz, musyrif, atau pengasuh dituntut menjadi contoh dalam sikap dan perilaku sehari-hari. Keteladanan menjadi salah satu cara efektif dalam menanamkan nilai-nilai Islami kepada para santri. Selain membentuk karakter, pesantren juga memberikan perhatian besar pada pendidikan akademik. Kurikulum Pesantren Muhammadiyah mengintegrasikan ilmu agama dengan ilmu pengetahuan modern. Santri tidak hanya diajarkan tentang Al-Qur’an dan Hadis, tetapi juga ilmu sains, teknologi, dan keterampilan hidup lainnya.
Pesantren Muhammadiyah juga menyediakan berbagai fasilitas untuk mendukung aktivitas santri, seperti ruang belajar, asrama yang nyaman, tempat ibadah, dan fasilitas olahraga. Semua ini dirancang untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan mendukung pengembangan potensi santri.
Untuk mencegah perilaku pergaulan bebas di kalangan santri, diperlukan upaya strategis melalui pengadaan berbagai kegiatan ekstrakurikuler yang positif dan bermanfaat. Dengan berbagai pilihan kegiatan, seperti olahraga, seni, sains, kepemimpinan, keterampilan hidup, hingga kegiatan sosial, santri dapat tersibukkan dalam aktivitas yang produktif. Di Pesantren muhammadiyah setidaknya wajib ada berbagai organisasi seperti Ikatan Pelajar Muhammadiyah, Hizbul Wathan, Tapak Suci dan Kokam yang akan memfasilitasi itu semua.
Baca juga, Keputusan Musypimwil Muhammadiyah Jateng Tahun 2024
Kesibukan ini tidak hanya mengisi waktu luang mereka, tetapi juga memberikan kesempatan untuk mengembangkan bakat dan potensi. Selain itu, aktivitas tersebut membangun rasa tanggung jawab, kerja sama, dan disiplin, sehingga para santri tidak memiliki ruang atau waktu untuk terlibat dalam kegiatan negatif yang merusak moral.
Pesantren juga memiliki program penghargaan untuk memotivasi santri. Santri yang berprestasi, baik di bidang akademik maupun non-akademik, diberikan apresiasi sebagai bentuk penghargaan atas kerja keras mereka. Hal ini mendorong santri untuk terus berkompetisi dan berprestasi. Muhammadiyah punya Olimpiade Ahmad Dahlan (OlimpicAD) yang diselenggarakan berjenjang dari tingkat kabupaten hingga nasional, ada pula ajang Olimpiade Muhammadiyah Berprestasi Nasional (OMBN) yang diselenggarakan secara nasional.
Tidak kalah penting, Pesantren Muhammadiyah juga mempromosikan nilai moderasi dalam beragama. Santri diajarkan untuk memahami Islam secara mendalam dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari dengan menyesuaikan pada situasi dan kondisi. Pendekatan ini menjadikan santri mampu menghadapi tantangan globalisasi tanpa kehilangan identitas sebagai seorang muslim.
Namun, pesantren juga tidak terlepas dari tantangan. Beberapa kasus kekerasan fisik, perundungan, dan pelanggaran di lingkungan pendidikan, termasuk pesantren, diakui masih menjadi pekerjaan rumah. Pesantren Muhammadiyah menjawab tantangan ini dengan menerapkan sistem pengawasan yang ketat untuk menjaga lingkungan pendidikan bebas dari kekerasan. Alhamdulillah selama ini jarang kita dengar atau bahkan mungkin tidak ada kasus yang mengaitkan dengan lembaga Pesantren Muhammadiyah.
Keberhasilan Pesantren Muhammadiyah juga tercermin dari para alumninya yang mampu berkontribusi di berbagai bidang. Mereka tidak hanya mumpuni dalam ilmu agama, tetapi juga kompeten dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga dapat bersaing di tengah masyarakat. Di antara indikasinya adalah banyaknya alumni pesantren yang tidak hanya dapat melanjutkan pendidikan pada universitas unggulan di dalam negeri, tapi juga banyak yang melanjutkan pendidikan di luar negeri, tidak hanya di timur tengah, tapi juga ada yang di dunia barat.
Di tengah maraknya pengaruh negatif dari pergaulan bebas, Pesantren Muhammadiyah tetap berusaha sekuat tenaga menjadi benteng yang kokoh dalam menjaga moral generasi muda. Sistem pendidikan berbasis nilai-nilai Islam yang diterapkan menjadikan pesantren ini sebagai model pendidikan yang relevan dengan tantangan zaman.
Orang tua yang memasukkan anak-anaknya ke pesantren ini bisa merasa lebih tenang karena yakin bahwa anak-anak mereka mendapatkan pendidikan yang menyeluruh. Tidak hanya aspek intelektual yang dikembangkan, tetapi juga aspek spiritual dan emosional. Muhammadiyah juga tergolong unik, dari 400an pesantren yang dimiliki saat ini, di sana terdapat banyak varian pesantren yang bisa dipilih sesuai minat anak maupun kecenderungan orang tua, seperti pesantren berbasis kitab kuning (turats), pesantren berbasis bahasa (Arab dan Inggris), pesantren sains, pesantren tahfizh (Al-Qur’an dan Hadis), pesantren entrepreneur/wirausaha, dan yang lainnya.
Dalam lingkungan pesantren, santri juga diajarkan untuk memiliki rasa malu jika melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ajaran Islam. Ini sejalan dengan pesan Nabi SAW, “Jika engkau tidak malu, berbuatlah sekehendakmu.” (HR. Al-Bukhari). Nilai ini menjadi benteng moral yang kuat dalam menjaga mereka dari pengaruh buruk lingkungan luar.
Pesantren Muhammadiyah adalah bukti bahwa pendidikan berbasis Islam dapat menjadi solusi atas berbagai tantangan sosial, termasuk pergaulan bebas. Dengan nilai-nilai Islam dan ideologi Muhammadiyah yang kokoh, pesantren dapat berkontribusi dalam membangun generasi yang tidak hanya cerdas dunia, tetapi juga berakhlak mulia dan cerdas akhirat.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha